dalam huruf lain. Kecuali sedikit-sedikit beberapa kali di dalam tafsir. Sebab penulis “Tafsir” ini insaf benar bahwa huruf Latin (Rumi) yang hanya 26 buah tidaklah cukup untuk menggantikan huruf Arab yang 29 buah.
Maka Tafsir al-Quran, Tafsir Al-Azhar ini, yang di dalamnya kita telah mencoba menterjemahkan ayat demi ayat ke dalam bahasa Indonesia atau Melayu, adalah menyambung usaha nenek-moyang yang terdahulu sebagai Syaikh Abdurrauf bin Ali Fanshuri di dalam abad ketujuhbelas Masehi di negeri Aceh Darussalam, dan menyertai pula usaha teman-teman sebaya yang lain dan terjemahan mereka masing-masing. Mungkin akan terdapat kealpaan, sebab yang aku kerjakan ini adalah satu pekerjaan amat besar dibandingkan kepada kecilnya diriku dan piciknya ilmuku. Maka kepada peminat al-Quran kita serukan bahwa penafsiran dari tiap-tiap penafsir tidaklah sama, masing-masing diberi warna oleh keperibadian penafsir itu sendiri, dalam dan dangkal ilmunya, pendidikannya dan pengalamannya. Sebab itu kita ingatkan sekali lagi bahwa tafsir ini belumlah cukup. Yang cukup dan lengkap hanyalah al-Quran itu sendiri.
Maka untuk mendekati kecukupannya itu sebaiknyalah angkatan muda Islam jangan hanya membaca terjemah dan tafsir, cukupkanlah segala terjemah dan tafsir yang telah ada, di antaranya Tafsir A1 Azhar ini sebagai pembinibing saja bagi mencapai masuknya Nur ayat-ayat al Quran ke dalam jiwa masing-masing saudara, sehingga menjadi seorang Muslim yang mencukupi arti kata dengan Nur al Quran itu.
Dan sebagai kita katakan di awal kata di atas tadi, hendaklah selalu Muslim menfasihkan membacanya. Kalau sudah kelu lidahnya, karena bekas pengaruh penjajahan, hendaklah dia menyerahkan anaknya belajar bacaan al-Quran itu kepada seorang guru yang pandai dan fasih, yang mengenai tajwid dan qiraat al-Qurannya. Sebab sebagai dikatakan tadi, al Quran ialah lafaznya dan maknanya. Al Quran ialah yang bahasa Arab itu. Dan kalau dia diterjemahkan, maka nama terjemahan itu tetap terjemahan, bukan al-Quran.