Di dalam hal yang seperti ini kita berhadapan dengan Nash al-Quran yang jelas nyata, masuk akal, tidak meragukan, bertentangan dengan Hadis yang maknanya bertentangan dengan al-Quran dan ragu akan kebenaran Hadis itu, sebab kebenaran tidak dua, hanya satu. Pada saat itu barulah Hadis tadi ditinggalkan. Dengan kesadaran bukanlah Rasulullah yang diragui kebenarannya, melainkan kekhilatan daripada perawi-perawi Hadis itu.
Hal-hal yang seperti ini akan berjumpa dua tiga kali di dalam tafsir kita ini, Insya Allah.
Bagian kedua dari al-Quran ialah bersangkutan dengan “Akidah”, atau kepercayaan, dan dikenal juga dengan kata bahasa asing yang telah kita populerkan dalam bahasa Indonesia, yaitu doktrin. Untuk menegakkan akidah, al-Quran kerapkali mengemukakan perbandingan dan anjuran-anjuran supaya meninjau dan mencurahkan perhatian. Lalu dia membukakan sedikit tabir rahasia kejadian alam, semua langit dan bumi, perjalanan matahari dan bulan dan bintang-bintang, perkisaran angin dan awan, turunnya hujan dan suburnya bumi, dan lain-lain.
Segala perumpamaan al-Quran yang membawa rahasia alam itu, maksud-nya ialah buat mendapat kesadaran Iman kepada Allah di dalam jiwa kita. Dia adalah bahan-bahan atau fakta-faktayangindahsekalibuat diilmukan. Maka di dalam menafsirkan ayat-ayat keadaan alam ini adalah dua hal yang perlu :
Pertama pengetahuan kita tentang makna dari tiap lafaz yang tertulis dalam ayat itu.
Kedua ialah pengetahuan kita tentang ilmu alam yang berkenaan dengan ayat itu.
Terusterang kita katakan di sini, bahwa Rasulullah s.a.w. atau Sunnah tidaklah banyak meninggalkan penjelasan tentang itu. Pengetahuan tentang alam belumlah meluas pada masa itu, baik dalam masyarakat Arab sekeliling ataupun pada diri Rasulullah sendiri. Tidaklah kita salah kalau kita katakan bahwa Rasulullah tidak mengetahui ilmu falak dan ilmu hisab dan itu tidaklah satu kehinaan dan cacat bagi beliau, malahan itulah kemegahan beliau. Bacalah Surat Yunus, (Surat 10, ayat 5). Di sana diterangkan bahwa Allah menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan ditentukan jangka ukuran jalannya masing-masing. Dalam ayat itu nyata-nyata diterangkan bahwa yang demikian itu ialah supaya kamu mengetahui bilangan tahun ke tahun dan ilmu hitung, tetapi Nabi sendiri tidak pandai ilmu hisab.
Di dalam Surat al-Isra’, Surat 17 ayat 11, punbertemu makna yang sama. Di sana dikatakan bahwa Allah menjadikan malam dan siang sebagai dua tanda dari kebesaran Tuhan, pertandaan malam dihapuskan dan pertandaan siang-pun datang dengan terang-benderang, supaya kamu dapat berusaha mencari kurnia Allah, dan supaya kamupun tahu bilangan tahun dan hisab. Dan ayat yang serupa maksudnya dari mulut Nabi supaya ummatnya mengetahui hal itu dan menambah ilmunya, padahal di dalam satu Hadis yang sahih riwayat Bukhari dan Muslim beliau bersabda bahwa beliau dan ummat di kelilingnya di