Loading...

Maktabah Reza Ervani




Judul Kitab : Tafsir Al Azhar Juz 1- Detail Buku
Halaman Ke : 43
Jumlah yang dimuat : 111

tidak sembang dengan panjang badan mereka, padahal di ayat yang lain, yaitu di dalam Surat at-Tin, Tuhan bersabda bahwa Allah menjadikan manusia adalah dalam sebaik-baik rupa dan bentuk (ayat 4).

Lantaran itu maka dengan sendirinya pendapat Imam Zamakhsyari dan Imam Ghazali inilah yang akan dapat diterima oleh kita yang datang di belakang ini. Sebab ibadat kepada Allah dan akidah tentang Tauhid selamanya tidak akan berubah. Tetapi pengetahuan tentang alam selalu berkembang, dan luarbiasa perkembangannya. Padahai al-Quran mengatasi seluruh zaman yang dihadapi nya. Oleh sebab itu maka al-Quran akan telap ditafsirkan, sesuai dengan ibnu pengetahuan, melalui ruang dan waktu, tidak herhenti-henti. Sebab Islam acalah melengkapi dan mengatasi segala agama dan Muhammad s.a.w. adalah Nabi untuk akhir zaman. dan sesudah dia tidak ada Nabi. lagi. Imam al-Qisthallani, pengarang kitab Fathul Bari, yaitu syarah Hadis Bukhari yang masyhur telah menyatakan pula fahamnya di dalam kitab ter sebut, bahwasanya seorang alim Jawaz (boleh saja) mengeluarkan pendapat nya, sebagai hasil pemahamannya terhadap al-Quran, meskipun basi, pen- dapatnya itu tidak sama dengan hasil pendapa: ahli-ahli rafser yang terdahulu. Dan Ulama-ulama yang terkemuka da da am soal soal ratser telah pula menentu kan dua syarat di dalam seemmy penals.r mengeluarkan pendapat yang baru dalam menafsirkan al-Quran. Pertama hendaklah sesuai pokok-pokok alasan yang dikeluarkannya dengan bahasa Arab, bahasa al-Quran itu Kedua hendak lah faham baru itu jangan menyalahi pokok-pokok ajaran agama yang pasti (Ushuluddin al-Qath'iyah).

Baik golongan Ibnu Taimiyah, ataupun golongan Imam Ghazali atau jalan lapang yang diberikan oleh al-Qisthallani, sama pendapat mereka bahwa menafsirkan al Quran menurut hawanafsu sendiri, atau mengambil satu salu ayai untuk menguatkan satu pendiran yang telah ditentukan terlebih dahulu. adalah terlarang (heram); penafsiran seperti ini adalah tafsiran yang curang.

Yang kedua ialah segera saja, dengan tidak menyelidiki terlebih dahulu. menafsirkar al Quran, karena memanamkan zahir maksud ayat, dengan tidak terlebih dahulu memperhatikan perdapat dan penatsiran orang yang dahulu. Dan tidak memperhatikan 'uruf (kebiasaan) yang telah berlaku terhadap pemakaian tian tiap kata (lalaz) dalam al-Quran itu. Dan tidak mengetahui uslub (saya) bahasa dan jalan susunan. Hal yang semacam inilah yang dinamai berani-berani saja memakai perdapat sendiri (rayi) dengan tidak memakai dasar. Inilah yang dinamai Tahajum atau ceroboh dan bekerja dengan serampangan.

Pendeknya, betapapun keahlian kita memahamkan arti dari tiap-tiap kaJimat al-Quran. kalau kita hendak jujur beragama, tidak dapat tidak, kita mesti memperhatikan bagaimana pendapa: Ulama-ulama yang terdahulu. Terulama Sunnah Rasul, pendapat sahabat-sahabat Rasulullah dan tahi'in dan Ulama ikutan kita. Itu ah yang dimarne raceh, terutama berkenaan dengan ayat-ayat yang mengenai hukum-hukum. Dan dalam hal yang lain tadi, akal dan luasnya penyelidikan kita dalam berbagai ilmu, adalah amat penting dan perlu dalam


Beberapa bagian dari Terjemahan di-generate menggunakan Artificial Intelligence secara otomatis, dan belum melalui proses pengeditan

Untuk Teks dari Buku Berbahasa Indonesia atau Inggris, banyak bagian yang merupakan hasil OCR dan belum diedit


Belum ada terjemahan untuk halaman ini atau ada terjemahan yang kurang tepat ?