sedaya-upaya mendekati maksud ayat, menguraikan makna dari lafaz bahasa
Arab ke dalam bahasa Indonesia dan memberi kesempatan orang buat berfikir.
Mazhab yang dianut oleh Penafsir ini adalah Mazhab Salaf, yaitu Mazhab
Rasulullah dan sahabat-sahabat beliau dan Ulama-ulama yang mengikuti jejak
beliau. Dalam hai akidah dan ibadah, semata-mata taslim artinya menyerah
dengan tidak banyak tanya lagi. Tetapi tidaklah semata-mata taglid kepada
pendapat manusia, melainkan meninjau mana yang lebih dekat kepada ke-
benaran untuk diikuti, dan meninggalkan mana yang jauh menyimpang. Meski-
pun penyimpangan yang jauh itu, bukanlah atas suatu sengaja yang buruk dari
yang mengeluarkan pendapat itu.
Tafsir yang amat menarik hati penafsir buat dijadikan contoh ialah Tafsir al-
Manar karangan Sayid Rasyid Ridha, berdasar kepada ajaran tafsir gurunya
Syaikh Muhammad Abduh. Tafsir beliau ini, selain dari menguraikan ilmu
berkenaan dengan agama, mengenai Hadis, Figh dan sejarah dan lain-lain, juga
menyesuaikan ayat-ayat itu dengan perkembangan politik dan kemasyara-
katan, yang sesuai dengan zaman di waktu tafsir itu dikarang. Meskipun tafsir
itu beliau tulis hanya 12 juzu' saja, artinya tidak sampai separuh al-Guran,
namun dia dapat dijadikan pedoman di dalam meneruskan penafsiran “Al-
Azhar” ini sampai tammat. Meskipun soal-soal kemasyarakatan dan politik
dunia Islam yang beliau bicarakan di waktu itu, di zaman sekarang ini sudah
banyak berubah, karena perubahan yang terjadi di dalam negeri-negeri Islam,
namun dasar penafsiran yang beliau tegakkan, masih tetap hangat dan dapat
dicontoh, dan tidak basi.
Sesudah Tafsir a-Manar yang terkenal itu telah terdapat pula beberapa
tafsir lain, misalnya Tafsir al-Maraghi, Tafsir al-Yasimi dan “Taisir” yang ditulis
oleh seorang wartawan yang penuh semangat Islam, yaitu Saiyid Quthub.
Tafsirnya itu bernama Fi Zhilalil Quran (Di bawah Lindungan al-Guran).
“Tafsir” ini, yang tammat ditafsirkan ketigapuluh juzu'nya, saya pandang adalah
satu “Tafsir” yang sangat munasabah buat zaman ini. Meskipun dalam hal
riwayat, dia belum dapat mengatasi al-Manar, namun dalam dirayat dia telah
mencocoki fikiran setelah Perang Dunia ke-I, yang kita namai zaman atom.
Maka “Tafsir” karangan Saiyid Guthub inipun sangat banyak mempengaruhi
saya dalam menulis “Tafsir” ini.“
Ketika menyusun ini terbayanglah oleh penafsirnya corak ragam dari
murid-murid dan anggota jamaah yang ma'mum di belakangnya sebagai Imam.
Ada mahasiswa-mahasiswa yang tengah tekun berstudi dan terdidik dalam
keluarga Islam. Ada sarjana-sarjana yang bertitel S.H. Insinyur, Dokter dan
Profesor. Ada pula perwira-perwira tinggi yang berpangkat jenderal dan laksa-
mana dan ada juga anak buah mereka yang masih berpangkat letnan, kapten,
mayor dan para bawahan. Dan ada pula saudagar-saudagar besar, agen
automobil dengan relasinya yang luas, importir dan exportir kawakan di
samping saudagar perantara. Dan ada juga pelayan-pelayan dan tukang, tukang
“ Saiyid Quthub dihukum mati oleh pemerintah Gamal Abdel Nasser 20 Agustus 1966.