Menteri Malaysia banyaknya empat juta dollar. Artinya menurut tuduhan ini saya adalah seorang pengkhianat besar kepada tanahair saya sendiri.
Dan dituduh pula bahwa dalam salah satu kuliah saya pada bulan Oktober 1963 pada Institut Agama Islam Negeri (I.A.I.N.) di Ciputat, menghasut Maha- siswa agar meneruskan. pemberontakan Kartosuwiryo, Daud Beureueh, M. Natsir dan Syafruddin Prawiranegara. Kalau mereka itu telah gagal semua, kamu janganlah sampai gagal!
Sedihlah kita memikirkan bagaimana jatuhnya mental dan moral manusia pada masa itu. Rupanya di dalam 9 orang mahasiswa yang saya beri kuliah di LA.L.N. di waktu itu menyelip “mahasiswa” yang kerjanya adalah mendengar- dengar, kalau ada “kuliah” yang diberikan oleh seorang dosen atau guru besar, yang dapat ditarik-tarik untuk dijadikan beban fitnah bagi menghancurkan dosen tersebut. Dengan segala hormat saya diminta mengajar diI.A.I.N. dalam mata pelajaran Ilmu Tasauf, rupanya buat dipasangkan jerat bagi memfitnah saya.
Baik di pondok-pondok kuno di sudut desa, ataupun di Universitas di kampus tertentu, terdapat satu tradisi, yang rasa hormat mahasiswa kepada guru-besarnya. Tetapi di masa itu mahasiswa “ditunjuk” untuk mencari jalan bagaimana supaya dosennya ditarik ke dalam tahanan.
Sungguh aneh, tetapi benar!
Difitnahkan pula bahwa perjalanan saya di awal September 1963 di Pon- tianak maksudnya ialah mengadakan “kontak” dengan kaki-tangan Tengku Abdul Rahman yang ada di daerah itu. Padahal pidato saya di muka rapat unum di Pontianak itu diambil dengan tape-recordey, yang isinya menguntungkan Konfrontasinya Sukarno, bukan menyokong Tengku Abdul Rahman.
Itulah fitnah-fitnah yang ditimpakan kepada diriku, sehingga ditahan, di- tanya dan diperiksa, tidak kurang daripada dua setengah bulan lamanya. Dengan segala macam usaha saya dipaksa buat mengaku apa yang dituduhkan. Menurut peraturan akal yang sihat, polisi yang memeriksa, itulah yang mesti mengemukakan bukti-bukti kesalahan yang dituduhkan. Tetapi ini sebaliknya dari itu. Dengan tekanan batin yang sangat menyesak, dipasang pertanyaan- pertanyaan, kadang-kadang dengan ancaman, kadang-kadang dengan gertak, kadang-kadang tidak membiarkan istirahat agak sejenak, kita yang ditanya disuruh mengakui hal-hal yang telah disusun menjadi tuduhan. Dan setelah “selesai” segala pemeriksaan, teruslah ditahan. Ditahan, dengan tidak ada tanda-tanda akan segera dikeluarkan. Kalau tidaklah terjadi perubahan politik karena GESTAPU/P.K.I. dengan membunuhi Jenderal-jenderal pada 30 Sep- tember 1965, tidaklah nampak suatu lobang harapanpun bahwa akan segera dikeluarkan dari tahanan, satu peraturan yang dinamai Pen.Pres. (Penetapan Presiden), no. 11/1963.
Yaitu undang-undang yang membolehkan menangkap orang yang diduga atau dituduh melakukan subversif. Menurut undang-undang ini, setelah di- lakukan pemeriksaan dan ternyata cukup alasan buat membawa si tertuduh ke muka hakim, maka dalam masa selama-lamanya enam bulan, si tertuduh segera dihadapkan ke muka hakim. Tetapi kalau ternyata tidak cukup alasan, maka