dalam masalah-masalah tertentu, tetapi sebenarnya masih terdapat per- bedaan-perbedaan pendapat. Hal itu oleh karena ulama-ulama mujtahid pada kurun-kurun pertama dulu hidup terpencar-pencar di beri daerah dan oleh karena banyaknya mereka, sulit masing-masing menge- tahui pendapat yang lain tentang satu masalah yang diijtihadi. Inilah yang membuat Imam Ahmad berkata: a b SAy 3l g3 “Orang yang menyatakan adanya konsensus, orang itu bohong. oleh karena bagaimana mungkin ia mengetahui atau menemukan ada Orang- orang yang tidak menyetujui pendapat itu. Yang boleh dikatakannya hanyalah, kita tidak tahu pasti atau tidak pernah dilaporkan kepada kita ada orang yang menyanggahnya. Banyak sekali terdapat kasus-kasus pengklaiman bahwa terdapat konsensus-atau tidak diketahui ada yang menentang, tetapi kemudian diketahui yang menentang itu ada. Misalnya Syafi'i yang menyatakan tentang zakat sapi dalam tiga puluh ekor, seekor anaknya, dan dalam 40 ekor seekor yang sudah cukup umurnya, “saya tidak tahu ada yang menentangnya,” sedangkan sebenarnya yang menentang itu ada, yaitu Jabir bin Abdullah, Said bin Musaiyib, Oatadah, petugas-petugas 2akat pada masa Abdullah bin Zubir di Madinah, dan lain-lain.! Contoh lain misalnya ibnu Mundzir yang mengatakan terdapat kon- sensus bahwa zakat kekayaan tidak boleh diberikan kepada orang-orang yang bukan Muslim, padahal Zuhri, Ibnu Sirin, dan Ikrimah mengata- kan zakat itu boleh diperuntukkan bagi orang-orang yang bukan Muslim, dan hal itu juga merupakan pendapat Umar.? Ibnu Oudamah dalam al-Mughni menyatakan bahwa “Tidak diketahui adanya perbedaan pendapat bahwa suku Hasyim tidak boleh menerima zakat.” Hafiz Ibnu Hajar dalam bukunya al-Fath mengomentari- nya dengan ucapannya, “Demikiantah pendapatnya.” Tetapi Thabari mengutip pendapat Abu Hanifah bahwa hal itu boleh. Dia dikutip sebagai mengatakan .bahwa mereka boleh menerima zakat itu, apabila mereka tidak memperoleh warisan dari keluarga-keluarga terdekat. Pendapat itu