atau tidak bergerak yang diinvestasi dan disewakan oleh pemiliknya dan memberikan keuntungan besar, seperti kapal-kapal laut, mobil-mobil, pesawat-pesawat udara, hotel-hotel, percetakan-percetakan, dan sebagai- nya: persoalan berbagai macam perusahaan-perusahaan dagang dan industri: persoalan pendapatan pekerja-pekerja bebas seperti dokter, insinyur, pengacara, dan lain-lain, dan pendapatan pegawai-pegawai dan buruh-buruh berupa gaji atau upah. Penghasilan yang besar dan harta benda yang terus berkembang itu apakah termasuk ke dalam “Jangkauan” 2akat?. Ataukah zakat hanya berlaku pada apa yang biasa berlaku pada zaman awal dahulu. Bila kita mengatakan bahwa zakat harus dikenakan pada semuanya itu, berapakah besarnya? Kapan wajib berlaku? Dan apa landasan hukumnya? Terdapat pula nisab atau jumlah yang ditetapkan oleh ayat dan hadis tentang kewajiban zakat ini, seperti lima wasag buat zakat hasil pertanian dan buah-buahan, satu sha' buah zakat fitrah, dua ratus dirham buat perak atau dua puluh dinar buat zakat emas. Lalu bagaimanakah cara kita menetapkan besar nisab itu sekarang? Bagaimanakah cara kita menter- jemahkannya ke dalam alat timbangan yang kita pakai sekarang? Apakah alat timbangan itu tetap ataukah terbuka bagi perubahan, sesuai dengan perubahan iklim ckonomi dan sosial dan menurunnya daya beli terhadap wang — khususnya terhadap perak — daripada masa-masa pertama Islam? Kemudian persoalan pajak pada zaman modern ini — esensial atau bukan, relatif atau selalu bergerak — yang ditetapkan oleh pemerintah- pemerintah sekarang dan dipergunakan untuk menutupi belanja-belanja rutin negara serta mencapai beberapa maksud sosial, bagaimanakah hubungan pajak itu dengan zakat? Apakah segi-segi persamaan dan perbedaan keduanya dalam hal sumber, sasaran pengeluaran, asas-asas, dan tujuan-tujuan? Mungkinkah pajak itu menggantikan zakat? Bila tidak mungkin bolehkah menurut agama pajak ditetapkan di samping juga zakat? Semuanya sekarang merupakan pertanyaan-pertanyaan yang me- merlukan jawaban-jawaban dan perlu kita fikirkan. Mungkin ada Orang pada zaman kita ini yang merasa tidak mungkin mengeluarkan satu hukum tentang masalah yang belum pernah terfikirkan oleh ahli-ahli fikih pada masa lalu. Hal itu adalah karena pengaruh pendapat yang diterima secara luas pada suatu masa bahwa pintu ijtihad tertutup. Pendapat ini sudah jelas sekali salah dan sesat, oleh karena tidak akan ada seorang pun yang bisa menutup pintu yang dibuka lebar sendiri oleh Rasulullah 5.2.w. Kendatipun demikian, ada ahlirahli ushul fikih yang berpendapat bahwa ijtihad itu dapat dilakukan sebagian-sebagian. Para ulama boleh melakukan ijtihad dalam bidang-bidang atau masalah-masalah tertentu. Hal itu tidak menjadi persoalan dan tidak begitu sulit dilakukan oleh orang