Loading...

Maktabah Reza Ervani




Judul Kitab : Tafsir al Mishbah Jilid 1- Detail Buku
Halaman Ke : 79
Jumlah yang dimuat : 623

S5: Kelompok II ayat 5 Surah al-Fatihah (1) ba ta serta sanksi dan ganjaran-Nya, serta mengingatkan pula mereka akan perjalanan hidupnya hingga menemui Allah kelak — dalam rangka itulah antara lain — Allah mensyariatkan ibadah. Tanpa mengingat Allah, dan mengingat sanksi dan ganjaran-Nya, serta tanpa takwa yakni upaya menghindari siksa-Nya, hidup manusia sebagai individu dan masyarakat akan sangat terganggu dan diliputi oleh rasa tidak aman. Demikian itu ibadah merupakan kebutuhan individu dan masyarakat. Perlu diingat bahwa ibadah atau pengabdian yang, dimaksud dalam ayat kelima ini tidak terbatas pada hal-hal yang diungkapkan oleh ahli hukum Islam (fiqh) yakni shalat, puasa, zakat dan haji, tetapi mencakup segala macam aktivitas manusia, baik pasif maupun aktif, sepanjang tujuan dari setiap gerak dan langkah itu adalah Allah, sebagaimana tercermin dalam pernyataan yang diajarkan Allah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku (kesemuanya), demi karena Allah Pemelihara seluruh alam” (9S. al-An'am (OJ: 162). Penggalan ayat ini menggunakan bentuk jamak “Hanya kepada-Mu Kami mengabdi dan hanya kepada-Mu Kami meminta pertolongan.” Kata kami atau kekamian dan kebersamaan yang digunakan oleh ayat ini mengandung beberapa pesan. Pertama, untuk menggambarkan bahwa ciri khas ajaran Islam adalah kebersamaan. Seorang muslim harus selalu merasa bersama orang lain, tidak sendirian, atau dengan kata lain setiap muslim harus memiliki kesadaran sosial. Nabi saw. bersabda: “Hendaklah kamu selalu bersama-sama (bersama jamaah) karena serigala hanya menerkam domba yang sendirian.” Keakuan seorang muslim harus lebur secara konseptual bersama akuaku lainnya, sehingga setiap muslim menjadi seperti yang digambarkan oleh Nabi saw: “Bagaikan satu jasad yang merasakan keluhan, bila satu organ merasakan penderitaan.” Kesadaran akan kebersamaan ini tidak terbatas hanya antar sesama muslim atau sebangsa, tetapi mencakup seluruh manusia. Kesadaran tersebut ditanamkan dalam diri setiap pribadi, atas dasar prinsip bahwa: seluruh manusia adalah satu kesatuan, “Semua kamu berasal dari Adam sedang Adam diciptakan dari tanah.” Rasa inilah yang menghasilkan “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, sehingga pada akhirnya, sebagaimana dikatakan oleh sementara ahli, “Seseorang yang diperkaya dengan kesadaran menyangkut keterikatannya dengan sesamanya, tidak akan merasakan apa pun kecuali derita umat manusia, serta tidak akan berupaya kecuali mewujudkan kesejahteraan manusia. Ia akan berkawan dengan sahabat manusia, seperti pengetahuan,


Beberapa bagian dari Terjemahan di-generate menggunakan Artificial Intelligence secara otomatis, dan belum melalui proses pengeditan

Untuk Teks dari Buku Berbahasa Indonesia atau Inggris, banyak bagian yang merupakan hasil OCR dan belum diedit


Belum ada terjemahan untuk halaman ini atau ada terjemahan yang kurang tepat ?