Progress Donasi Kebutuhan Server — Your Donation Urgently Needed — هذا الموقع بحاجة ماسة إلى تبرعاتكم
Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000
c. la tidak mengeluarkan zakatnya baik untuk bertahun-tahun maupun untuk setahun saja. Ini adalah pendapat Abu Hanifah dan kawan-kawannya. Kekayaan itu bagi mereka sama dengan kekaya- an yang baru mulai digunakan oleh pemiliknya pada tahun itu.! Demikianlah Imam Abu Ubaid, dalam hal piutang masih bisa diharap- kan kembali, lebih senang memakai hadis-hadis positif yang disebutkannya bersumber dari Umar, Usman, Jabir, dan Ibnu Umar, yaitu bahwa ia mengeluarkan zakatnya setiap tahun bersamaan dengan kekayaannya yang konkret berada di tangannya, apabila piutangnya itu berada di tangan orang-orang yang berada. Hal itu oleh karena status piutang itu sama dengan status kekayaan yang ada di tangannya atau di dalam rumahnya. Abu Ubaid memandang boleh hukumnya menangguhkan pembayaran zakat piutang sampai berada kembali di tangan pemiliknya. Bila orang itu sudah menerima sedikit saja, maka orang itu harus mengeluarkan zakatnya untuk masanya yang lewat, apabila hal itu tidak mengakibatkan pemborosan. Tetapi apabila piutang itu tidak ada harapan untuk kembali atau dianggap tidak ada harapan untuk kembali, maka ia lebih setuju memperlakukannya berdasarkan pendapat Ali dan Ibnu Abbas yaitu bahwa zakat yang dibayar di muka itu tidaklah ada. Bila ia sudah menerimanya Sebagai zakat dari selama tahun-tahun yang dilewati dan menegaskan bahwa kekayaan itu adalah miliknya, maka tidaklah mungkin hak Allah hilang dari kekayaan itu sedangkan pemilikannya tetap berada pada tangannya.? Kita setuju dengan pendapat Abu Ubaid tentang piutang yang masil diharapkan kembali, tetapi kita tidak setuju dengan pendapatnya tentang piutang yang tidak diharapkan lagi bisa kembali, sekalipun tetap berstatus milik orang tersebut, tetapi tidak bisa dikuasainya. Kekayaan seperti itu bukanlah pemilikan penuh dan pemilikan yang tidak penuh bukanlah - nikmat sempurna, sedangkan zakat hanya diwajibkan untuk kompens nikmat sempurna yang diterima itu. Pemilikan sempurna, sebagaimana sudah kita tegaskan, adalah pemilikan yang dikuasai di tangan, tidak bersangkut-paut dengan hak orang lain, dan dapat dipergunakannya dengan bebas untuk kepentingannya.” Konsekuensi pemilikan sempurna itu adalah bahwa ia sendiri atau wakilnya mempunyai kemampuan