Progress Donasi Kebutuhan Server — Your Donation Urgently Needed — هذا الموقع بحاجة ماسة إلى تبرعاتكم
Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000
5. Analogi (gias) merupakan salah satu sumber hukum menurut Jumhur ulama, sekalipun tidak diterima oleh Ibnu Hazm dan kawan- kawannya semazhab Zahiri. Oleh karena itu kita memandang perlu dianalogikannya semua kekayaan yang berkembang dengan kekayaan yang ditarik zakatnya oleh Rasulullah s.a.w. dan sahabat-sahabat beliau. Kita tegas berpendirian bahwa syariat Islam tidak memperbeda- bedakan dua hal yang sama dan sebaliknya tidak memandang sama dua hal yang berbeda. Bagi kita ditetapkannya hukum zakat wajib dengan berdasarkan gias (analogi) tersebut merupakan ketentuan syara" itu sendiri, bukan mengada-adakan sesuatu yang tidak dibenarkan oleh Allah di dalam agama. Hal itu terutama bila kita ingat apa yang telah kita kemukakan dalam pendahuluan bahwa zakat bukanlah hanya ibadat murmi, tetapi adalah juga bagian dari lembaga keuangan dan sosial dalam Islam. 6. Kita tidak mengingkari kesucian kekayaan Orang Muslim dan hak pemilikan pribadinya, tetapi kita berpendapat bahwa hak Allah, atau dengan kata-kata lain hak masyarakat, dalam kekayaan itu dan demikian juga hak orang-orang yang memerlukannya seperti fakir . juga tegas terdapat di dalamnya. Ibnu Hazm sendiri menegaskan hal itu, yang mewajibkan adanya hak-hak lain selain z2akat dalam kekayaan dan menetapkan bahwa penguasa berhak memaksa orang-orang kaya mem- bayar hak-hak itu kepada orang-orang miskin dan sebaliknya orang-orang miskin berhak ikut mengangkat senjata dan tidak menghancurkan diri sendiri dengan membiarkan zakat tidak dibayarkan kepada mereka. Tetapi yang penting diperhatikan dalam mewajibkan hak-hak lain selain zakat, adalah yang pertama sekali bahwa kekayaan itu harus memenuhi syarat wajib 2akat sehingga semua orang kaya terkena kewajiban itu. Kemudian apabila ada satu kebutuhan yang tidak terpenuhi, kita pun menoleh kepada orang-orang kaya itu dan mengatakan bahwa kekayaan ' mereka mengandung hak lain selain zakat. Masih terdapat keragu-raguan oleh karena Rasulullah s.a.w. tidak mengutip zakat dari kekayaan-kekayaan yang berkembang pada zaman beliau. Saya menjawab persoalan ini dari dua segi, pertama bahwa pertumbuhan kekayaan itu sangat rendah, yang oleh karena itu Rasulullah tidak menarik zakatnya sebagai keringanan dan untuk lebih menggairah- kan orang-orang itu berusaha. Kedua, oleh karena Nabi menyerahkan hal itu kepada keimanan dan perasaan orang-orang itu, tetapi tidak ditariknya zakat oleh beliau tidak berarti bahwa mereka samasekali tidak mengeluar- kan sesuatu sebagai pembersih kekayaan dan diri mereka sendiri, oleh karena mereka menyadari bahwa di dalam kekayaan mereka terkandung hak orang lain dan bahwa tidak boleh membiarkan kekayaan tidak dibersihkan. ,