Ibnu al Jauzi



ابْنُ الْجَوْزِيِّ

Ibnu al Jauzi 1

Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu

Artikel Ibnu al Jauzi ini Bagian dari Artikel tentang Tokoh dan Ulama, juga di Kategori Siyar A’lam an Nubala

الصَّاحِبُ الْعَلَّامَةُ أُسْتَاذُ دَارِ الْخِلَافَةِ مُحْيِي الدِّينِ يُوسُفُ بْنُ الشَّيْخِ جَمَالِ الدِّينِ أَبِي الْفَرَجِ بْنِ الْجَوْزِيِّ الْقُرَشِيُّ الْبَكْرِيُّ الْحَنْبَلِيُّ .

Pemilik gelar Al ‘Allāmah, Ustadz di Dār al Khilāfah, Muḥyī ad Dīn Yūsuf bin Syaikh Jamāl ad Dīn Abū al Faraj bin al Jawzī al Qurasyī al Bakri al Hanbalī.

وُلِدَ فِي ذِي الْقَعْدَةِ سَنَةَ ثَمَانِينَ وَخَمْسِمِائَةٍ .

Beliau lahir pada bulan Dzulqa’dah tahun 580 H (1184 M).

وَسَمِعَ مِنْ أَبِيهِ ، وَيَحْيَى بْنِ بَوْشٍ ، وَأَبِي مَنْصُورٍ عَبْدِ السَّلَامِ ، وَذَاكَرَ ابْنَ كَامِلٍ ، وَابْنَ كُلَيْبٍ ، وَعِدَّةً . وَتَلَا بِوَاسِطَ لِلْعَشَرَةِ عَلَى ابْنِ الْبَاقِلَّانِيِّ بِحَضْرَةِ أَبِيهِ عِنْدَمَا أُطْلِقَ مِنَ الْحَبْسِ .

Beliau belajar dari ayahnya, Yaḥyā bin Bawsy, Abū Manṣūr ‘Abd al-Salām, dan berdiskusi dengan Ibn Kāmil, Ibn Kulayb, serta beberapa orang lainnya. Beliau juga membaca Al Quran di Wāsiṭh untuk sepuluh qiroat di hadapan Ibn al Bāqillānī dengan disaksikan oleh ayahnya setelah beliau dibebaskan dari penjara.

رَوَى عَنْهُ الدِّمْيَاطِيُّ ، وَالرَّشِيدُ بْنُ أَبِي الْقَاسِمِ ، وَجَمَاعَةٌ . وَدَرَّسَ ، وَأَفْتَى ، وَنَاظَرَ ، وَتَصَدَّرَ لِلْفِقْهِ ، وَوَعَظَ . وَكَانَ صَدْرًا كَبِيرًا وَافِرَ الْجَلَالَةِ ذَا سَمْتٍ وَهَيْبَةٍ وَعِبَارَةٍ فَصِيحَةٍ ، رُوسِلَ بِهِ إِلَى الْمُلُوكِ ، وَبَلَغَ أَعْلَى الْمَرَاتِبِ ، وَكَانَ مَحْمُودَ الطَّرِيقَةِ مُحَبَّبًا إِلَى الرَّعِيَّةِ ، بَقِيَ فِي الْأُسْتَاذِ دَارِيَةَ سَائِرَ أَيَّامِالْمُسْتَعْصِمِ .

Beberapa murid yang meriwayatkan dari beliau antara lain: ad Dimyāṭī, al Rashīd bin Abī al Qāsim, dan sekelompok orang lainnya. Beliau mengajar, memberikan fatwa, berdiskusi, dan terkemuka dalam bidang fikih serta menyampaikan khutbah. Beliau adalah tokoh besar yang memiliki kehormatan, kharisma, serta gaya bahasa yang fasih. Beliau sering diutus untuk berhubungan dengan para raja dan mencapai puncak karir yang tertinggi. Beliau dikenal sebagai orang yang baik, dicintai oleh rakyatnya, dan menghabiskan hari-hari terakhirnya di Dārīyah pada masa pemerintahan al Musta’shim.

قَالَ الدِّمْيَاطِيُّ : قَرَأْتُ عَلَيْهِ كِتَابَ ” الْوَفَا فِي فَضَائِلِ الْمُصْطَفَى ” لِأَبِيهِ ، وَأَنْشَدَنَا لِنَفْسِهِ ، وَوَصَلَنِي بِذَهَبٍ .

Ad Dimyāṭī berkata, “Saya membaca kepadanya kitab Al Wafā fī Faḍā’il al Muṣṭafā karya ayahnya, dan beliau membacakan syair dari dirinya sendiri kepada kami, serta menghadiahi saya dengan emas.”

قَالَ شَمْسُ الدِّينِ بْنُ الْفَخْرِ : أَمَّا رِيَاسَتُهُ وَعَقْلُهُ فَتُنْقَلُ بِالتَّوَاتُرِ حَتَّى قَالَ السُّلْطَانُ الْمَلِكُ الْكَامِلُ : كُلُّ أَحَدٍ يَعُوزُهُ عَقْلٌ سِوَى مُحْيِي الدِّينِ فَإِنَّهُ يُعَوزُهُ نَقْصُ عَقْلٍ ! وَذَلِكَ لِشِدَّةِ مُسْكَتِهِ وَتَصْمِيمِهِ وَقُوَّةِ نَفْسِهِ ; تُحْكَى عَنْهُ عَجَائِبُ فِي ذَلِكَ : مَرَّ بِبَابِ الْبَرِيدِ فَوَقَعَ حَانُوتٌ فِي السُّوَيْقَةِ ، وَضَجَّ النَّاسُ وَسَقَطَتْ خَشَبَةُ  عَلَى كِفْلِ الْبَغْلَةِ فَمَا الْتَفَتَ وَلَا تَغَيَّرَ . وَكَانَ يُنَاظَرُ وَلَا يُحَرَّكُ لَهُ جَارِحَةٌ .

Syamsuddin Ibnu al Fakhr berkata: “Adapun kepemimpinan dan kecerdasannya telah terkenal melalui periwayatan yang mutawatir, hingga Sultan al Malik al Kāmil berkata, ‘Setiap orang membutuhkan akal, kecuali Muḥyīddīn, ia hanya membutuhkan kekurangan akal!’ Hal ini dikatakan karena kekuatan diamnya, keteguhannya, dan kekuatan jiwanya. Banyak kisah luar biasa diceritakan tentang dirinya dalam hal ini: Suatu ketika ia melewati pintu Barīd, sebuah toko di pasar kecil runtuh, orang-orang berteriak, dan sepotong kayu jatuh ke punggung bighalnya, namun ia tidak menoleh atau berubah ekspresi. Ia juga sering berdebat, namun tidak satu pun dari anggota tubuhnya bergerak.”

أَنْشَأَ بِدِمَشْقَ مَدْرَسَةً كَبِيرَةً ، وَقَدِمَ رَسُولًا غَيْرَ مَرَّةٍ ، وَحَدَّثَ بِأَمَاكِنَ .

Ia mendirikan sebuah madrasah besar di Damaskus, dan beberapa kali dikirim sebagai utusan. Ia juga memberikan ceramah di berbagai tempat.

ضُرِبَتْ عُنُقُهُ صَبْرًا عِنْدَ هُولَاكُو فِي صَفَرٍ سَنَةَ سِتٍّ وَخَمْسِينَ وَسِتِّمِائَةٍ فِي نَحْوٍ مَنْ سَبْعِينَ صَدْرًا مِنْ أَعْيَانِ بَغْدَادَ مِنْهُمْ أَوْلَادُهُ الْمُحْتَسِبُ جَمَالُ الدِّينِ عَبْدُ الرَّحْمَنِ ، وَشَرَفُ الدِّينِ عَبْدُ اللَّهِ ، وَتَاجُ الدِّينِ عَبْدُ الْكَرِيمِ رَحِمَهُمُ اللَّهُ .

Lehernya dipenggal dengan tenang oleh Hulagu pada bulan Ṣafar tahun 656 H (1258 M), bersama sekitar tujuh puluh tokoh penting Baghdad, di antaranya adalah anak-anaknya: al Muḥtasib Jamaluddin Abdurrahman, Syarafuddin Abdullah, dan Tajuddin Abdul Karim. Semoga Allah merahmati mereka.”

 

Catatan Kaki

  1. Berbeda dengan Abul Faraj Ibnu al Jauzi


Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.