Syarh ar Risalah at Tadmuriyyah (Bagian 7)
Oleh : Prof. DR. Muhammad Ibnu Abdir Rahman Al Khumais
Kompilasi dan Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu
Semua Syarh ar Risalah at Tadmuriyyah kami tempatkan dibawah kategori Syarh Tadmuriyah DR. Al Khumais
w
ثامناً ـ بَيَّن شيخ الإسلام الأصلَ الثاني من موضوع الرسالة التدمرية ألا وهو الشرع والقدر وذكر الواجب فيه، وهو عبادة الله وحده وما تضمنه العبادة من كمال الذل والخضوع لله، وأن ذلك هو دين الإسلام وأن الأنبياء جميعاً جاؤوا به، وأنه الحكمة التي خلق الله الإنس والجن من أجلها
Kedelapan: Syaikhul Islam menjelaskan pokok kedua dari tema Risalah Tadmuriyyah, yaitu tentang syariat dan takdir. Beliau membahas tentang kewajiban dalam hal ini, yaitu beribadah hanya kepada Allah dan apa yang termasuk dalam ibadah dari kesempurnaan rendah hati dan kepatuhan kepada Allah. Ini adalah inti dari agama Islam dan semua nabi telah membawa ajaran ini. Ini juga merupakan hikmah yang menjadi tujuan Allah menciptakan manusia dan jin.
ثم تحدث عن الصوفية وأخطائهم ومعنى الفناء. وأنه ثلاثة أنواع هي:
Kemudian beliau berbicara tentang sufi, kesalahan-kesalahan mereka, dan makna fana. Fana’ itu terbagi menjadi tiga jenis:
أولاً: الفناء الديني الشرعي، وهو الفناء بعبادته عن عبادة غيره.
Fana dalam pengertian agama syar’i, yaitu fana dalam beribadah hanya kepada Allah dan tidak kepada selain-Nya.
ثانياً: الفناء عن شهود ما سوى الله، وهو الفناء في توحيد الربوبية، وبيّن أن هذا ليس من لوازم الطريق إلى الله، وأن السابقين الأولين لم يكونوا يعرفونه، بل إن المشركين أنفسهم كانوا مقرين به.
Fana dari penglihatan terhadap selain Allah, yaitu fana dalam tauhid rububiyyah. Beliau menjelaskan bahwa ini bukan bagian dari jalan menuju Allah, dan bahwa para salaf tidak mengenalnya, bahkan orang-orang musyrik sekalipun mengakui tauhid rububiyyah.
ثالثاً: الفناء عن وجود السوي بحيث يرى أن وجود المخلوق هو عين وجود الخالق، وهو قول أهل الاتحاد والحلول من الصوفية، وبيّن ما في قول هؤلاء من الباطل.
Fana dari eksistensi selain Allah, yaitu pandangan bahwa keberadaan makhluk adalah sama dengan keberadaan Sang Pencipta, yang merupakan ajaran dari golongan ittihad (kesatuan) dan hulul (penyatuan) dalam tasawuf. Beliau menjelaskan kebatilan dari pandangan ini.
وبيّن العلاقة بين العبادة والاستعانة، وأن إعانة العبد غير واجبة على الله بل هي محض التفضل منه.
Beliau juga menjelaskan hubungan antara ibadah dan isti’aanah (memohon pertolongan kepada Allah). Bantuan Allah kepada seorang hamba bukanlah kewajiban bagi-Nya, melainkan semata-mata bentuk karunia dan anugerah-Nya.
وذكر أقسام الناس في ذلك وما يترتب على هذه الأقسام من قول الحق أو قول الباطل.
Beliau membagi manusia ke dalam beberapa kelompok dalam hal ibadah dan isti’aanah, serta menjelaskan konsekuensi dari masing-masing kelompok ini, apakah berdasarkan kebenaran atau kebatilan.
ثم بيّن الواجب في العبادة والاستعانة، وبيّن أن محاجة آدم لموسى إنما كانت في المصائب ولم تكن محاجة على المعصية، لأنه تاب منها، والتائب من الذنب كمن لا ذنب له.
Kemudian beliau menjelaskan kewajiban dalam ibadah dan memohon pertolongan, serta menjelaskan bahwa perdebatan antara Adam dan Musa sesungguhnya berkaitan dengan musibah, bukan terkait dosa. Hal ini karena Adam telah bertaubat dari dosanya, dan orang yang bertaubat dari dosa adalah seperti orang yang tidak memiliki dosa.
تاسعاً ـ الخاتمة: وبيّن فيها أنه لا بد في العبادة والاستعانة من الإخلاص والمتابعة للشرع، وأن الحق كله فيما كان عليه الصحابة والتابعون لهم بإحسان إلى يوم الدين، وأن الواجب اتباع ما هم عليه؛ لأن ذلك هو صراط الله المستقيم، وما عداه فهو من السبل المخالفة له.
Kesembilan: Penutup, di mana beliau menjelaskan bahwa ibadah dan isti’aanah harus disertai dengan keikhlasan dan upaya mengikuti syariat. al Haqq sepenuhnya adalah apa yang dipegang oleh para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat. Kewajiban setiap Muslim adalah mengikuti apa yang mereka ajarkan, karena itu adalah jalan Allah yang lurus. Segala sesuatu selain itu adalah jalan yang menyimpang darinya.
Bersambung ke bagian berikutnya in sya Allah
Leave a Reply