Kunuuz Riyadhus Shalihin : Hadits ke-27



Kunuuz Riyadhus Shalihin : Hadits ke-27 – Syarh Adabi

Alih Bahasa oleh : Reza Ervani bin Asmanu

Kunuuz Riyadhus Shalihin : Hadits ke-27 adalah bagian dari Kategori Riyadhus Shalihin

وعن أبي يحيى صهيب بن سنان رضي الله عنه قال‏:‏ قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ‏ “‏عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ”‏ ‏(‏‏(‏رواه مسلم‏)‏‏)‏‏.‏

27. Dari Shuhaib bin Sinan, ia berkata: “Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh kepribadian seorang mukmin menakjubkan, semua permasalahannya baik, dan ini hanya dimiliki orang beriman, jika ia mendapat karunia dan kelapangan, ia bersyukur dan itu sangat baik bagi dirinya, dan jika ia ditimpa musibah dan kesusahan, ia bersabar, hal itu sangat baik baginya”. Hadits Riwayat Imam Muslim

إن للمؤمن في المنظور الإسلامي صفات وأمارات تشهد بصدق إيمانه، وتؤكد رسوخ عقيدته، لأنه يمتثل في أقواله وأفعاله بكل ما يتطلبه الإيمان من أركان 

Dalam perspektif Islam, seorang mukmin mestilah memiliki sifat dan tanda-tanda yang menjadi bukti kebenaran imannya serta kekokohan akidahnya. Hendaklah ia senantiasa menampakkan keimanan dalam setiap perkataan dan perbuatannya.

فالإيمان كما يقول العلماء هو : التصديق بالجنان، والإقرار باللسان، والعمل بالأركان.

Iman, sebagaimana dikatakan oleh para ulama, adalah: meyakini dengan hati, mengakui dengan lisan, dan beramal dengan anggota badan.

والمصطفى ة يؤكد حقيقة السلوك الإيماني في مصاحبته للأمور الحياتية ، وفي مواجهته واستقباله للأحداث، والمؤمن في كل هذه الحالات ينبض قلبه بالشكر في السراء، وبالصبر في الضراء؛ فالخير دائماً مكافآته، لأنه لا يجحد النعمة، ولا يقنط ولا ييأس أمام المصائب.

Dalam hadits ini, Rasulullah ﷺ menegaskan hakikat keimanan dalam menghadapi urusan kehidupan, juga saat menyikapi peristiwa-peristiwa dalam hidup. Dalam semua keadaan ini, hati seorang mukmin mestilah selalu dipenuhi dengan rasa syukur saat dia dalam keadaan senang, serta kesabaran saat dia dalam keadaan sulit. Jika itu tercapai, maka kebaikan akan selalu menjadi balasannya, karena ia senantiasa mensyukuri kenikmatan, tidak pernah berputus asa, dan juga tidak hilang harapan saat menghadapi musibah.

Merenungkan Keindahan Bahasa Hadits

ولنتأمل جماليات الأداء الأسلوبي في هذا البيان النبوي،

Mari kita renungkan keindahan gaya bahasa dalam pernyataan Nabi ini.

ويبدأ الحديث بشعاع من بلاغة المصطفى في قوله : “عجباً لأمر المؤمن

Hadits ini dimulai dengan cahaya kebijaksanaan Rasulullah ﷺ saat beliau memulai sabdanya dengan kalimat : “Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin.”

فالرسول لا يتعجب عن استغراب ولكنه يقدر قيمة هذه الصفة في المؤمن فحياته كلها خير،

Rasulullah ﷺ tidak sedang terkejut karena keheranan, tetapi beliau sedang memberikan penghargaan terhadap karakter yang ada dalam diri seorang mukmin karena seluruh hidup seorang mu’min adalah kebaikan.

والكلام فيه إيجاز واختصار والتقدير أعجب عجباً ، وهذا ما يسميه البلغاء : بلاغة الحذف، 

Ucapan beliau “Sungguh mengherankan …” singkat dan padat, tetapi memiliki maksud yang dalam. Inilah yang disebut oleh para ahli balaghah sebagai “al hadzfu” (penghilangan sebagian kata untuk memberikan penguatan makna)

ولفظ “أمر” يعني الشأن وهو لفظ قليل الحروف متعدد الدلالات، لأنه يختصر آلاف الحالات التي تتلبث بها حياة المؤمن في كل مراحل حياته؛ في أفراحها وأتراحها.

Kata “Amr” (urusan) berarti keadaan/kondisi, sebuah kata yang terdiri dari sedikit huruf tetapi memiliki banyak makna, karena kata ini merangkum ribuan keadaan/kondisi yang menyertai kehidupan seorang mukmin di setiap tahap kehidupannya, baik dalam suka maupun duka.

واختيار لفظ “المؤمن” والعدول به عن لفظ “المسلم” فيه إرشاد وتنبيه إلى أن مرتبة الإيمان أعلى من مرتبة الإسلام، وخير دليل على ذلك قول الله عز وجل: 

Pemilihan kata “mukmin” dan tidak menggunakan kata “muslim” dalam sabda ini merupakan petunjuk dan pengingat bahwa tingkatan iman lebih tinggi daripada tingkatan Islam. Bukti terbaik untuk ini adalah Firman Allah Ta’ala :

قَالَتِ الْأَعْرَابُ ءَامَنَّا قُل لَّمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِن قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ

“Orang-orang Arab Badui itu berkata, ‘Kami telah beriman.’ Katakanlah (kepada mereka), ‘Kalian belum beriman, tetapi katakanlah, ‘Kami telah berserah diri (berislam)’, karena iman belum masuk ke dalam hati kalian.”

وللعلماء في هذه القضية أقوال وآراء نابعة من تقديرهم لقيمة البيان النبوي، وتعدد آرائهم حول بيان المراد من البيان الجامع المانع لرسول الله ، فقد أُعطي جوامع الكلم،

Para ulama memiliki berbagai pendapat dan pandangan mengenai masalah ini (masalah perbedaan antara mukmin dengan muslim), yang semuanya berakar dari penghargaan mereka terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam sabda-sabda Nabi. Mereka memiliki perbedaan pendapat dalam menjelaskan maksud yang sebenarnya dari pernyataan Nabi yang sangat komprehensif dan mencakup segala aspek, karena Nabi telah diberikan kemampuan untuk menyampaikan pesan-pesan yang sangat padat dan bermakna, walaupun hanya dalam bentuk kalimat yang singkat

والمراد بالمؤمن هنا الكامل الإيمان وهو كما يقول العلماء العالم بالله الراضي بأحكامه، العامل على تصديق موعوده.

Yang dimaksud dengan ‘mukmin’ di sini adalah orang yang imannya sempurna, yaitu sebagaimana dikatakan oleh para ulama bahwa orang beriman adalah orang yang mengenal Allah, ridha dengan hukum-hukum-Nya, dan senantiasa berusaha untuk membenarkan janji-janji-Nya.

ومصدر التعجب هو : جمع المؤمن بين ما يظن أنهما متناقضان: وهما السراء والضراء، فهما في الحقيقة خير لأنهما من تقدير الله عز وجل؛

Sumber rasa takjub adalah kemampuan seorang mukmin untuk menggabungkan dua hal yang tampaknya bertentangan: kebahagiaan dan kesulitan, yang pada kenyataannya semuanya adalah kebaikan karena keduanya merupakan ketetapan Allah Azza wa Jalla.

ولنتأمل تكرار لفظ “المؤمن” في قوله على : : “وليس ذلك لأحد إلا للمؤمن،

Selanjutnya, mari kita perhatikan pengulangan kata “mukmin” dalam sabda Rasulullah ﷺ: “Dan tidak ada hal itu pada siapapun kecuali pada orang mukmin.”

ولم يقل إلا له: حيث وضع الظاهر موضع المضمر بدافع الإعلاء من شأن كل مؤمن يتسم بهذه السمة الإيمانية في استقباله لأحداث الحياة،

Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam tidak mengatakan “Illa Lahu” (menggunakan kata ganti orang ketiga), melainkan mengulang kata ‘mukmin’. Hal ini untuk menegaskan keutamaan dari setiap mukmin yang memiliki sifat keimanan ini dalam menghadapi peristiwa hidup.

وصيغة القصر تغلف هذه الخصوصية التي اختص بها رسول الله المؤمن حين يقصر هذه الصفة على المؤمن  وهي صفة “الخيرية”

Dan bentuk kalimat qasr (pengkhususan) menegaskan kekhususan yang diberikan oleh Rasulullah kepada mukmin ketika beliau membatasi sifat ini (yaitu sifat kebaikan) hanya untuk mukmin.

ولفظ “أحد” عام شامل يحوي كل أصناف البشر الخارجين بعيداً عن دائرة “الخير” والمؤمن صفة تنطبق كذلك على الملايين الذين يتسمون بهذا السلوك الإيجابي،  وهذه الصفة المتوازنة في الحياة؛

Kata “Ahad” (seorang) adalah kata umum yang mencakup semua jenis manusia yang berada di luar lingkaran “kebaikan.” Sementara orang beriman adalah sosok yang dapat mencakup jutaan orang yang memiliki perilaku baik ini (syukur dan sabar). Sifat syukur dan sabar ini memberikan keseimbangan dalam hidup.

 ولنتأمل الجملتين الأخيرتين، فهما قد صيغتا في قالب الشرط والجزاء دلالة على أن المقدمات مهما كانت فإن النتيجة في صالح المؤمن، فهو في السراء شاكر، وهو في الضراء صابر،

Selanjutnya, mari kita perhatikan dua kalimat terakhir. Keduanya disusun dalam bentuk syarat/sebab dan akibat yang menunjukkan bahwa apapun kondisinya, hasilnya selalu menguntungkan bagi seorang mukmin. Dalam keadaan senang, ia bersyukur, dan dalam keadaan susah, ia sabar.

ومن مظاهر الجمال الأسلوبي في هذا الحديث : مراعاة النظير في بناء الجملتين، والتوازي والتوازن في ترتيب عناصرهما ، وكذلك السجع بين سراء وضراء وشكر وصبر

Salah satu keindahan gaya bahasa dalam hadis ini adalah penggunaan pasangan kata yang berlawanan (saraa’ dan dharaa’, syukr dan shabr) secara seimbang.

وهو يحدث إيقاعاً وتناغما يجذب السامع، ويدعو إلى التفكير في كيفية الجمع بين هاتين الحالتين المتناقضتين، وهو ما يسمونه الطباق في بلاغة العرب وهو من مظاهر البديع في الأسلوب،

Hal ini menciptakan irama yang menarik dan mendorong pendengar untuk berpikir tentang bagaimana cara menyatukan dua keadaan yang bertentangan. Gaya bahasa seperti ini disebut sebagai thibaq dalam ilmu balaghah Arab, yaitu salah satu bentuk keindahan gaya bahasa.

وكأن هذه السمات الأسلوبية الجميلة التي تعطي للكلام وهجاً وحسناً وإيقاعاً. وانجذاباً للقارئ ، وهي تمثل صورة ذلك المؤمن بين غيره من البشر فأمره كله خير.. وهم لذلك يحبون أن يكونوا مثله، وأن ينالوا مثل أجره من الثواب والجزاء.

Seolah-olah ciri-ciri bahasa yang indah ini memberikan cahaya, keindahan, dan irama pada kalimat, sehingga menarik pembaca. Ini menggambarkan karakter seorang mukmin dibandingkan dengan orang lain, di mana semua urusannya adalah kebaikan. Karena itu, orang lain ingin menjadi seperti dia dan mendapatkan pahala yang sama.”

Allahu Ta’ala A’lam



Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.