Pengaruh Bacaan al Quran pada Orang Muslim dan Orang Kafir (Bagian 2)
Kompilasi dan Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu
Artikel Pengaruh Bacaan al Quran pada Orang Muslim dan Orang Kafir ini masuk dalam Kategori Tadabbur al Quran
وقال ابن كثير أيضا في تفسير آية الزمر:
Ibnu Katsir juga berkata dalam tafsirnya mengenai ayat dalam surah Az Zumar (ayat 22 dan 23):
هذه صفة الأبرار عند سماع كلام الجبار، المهيمن العزيز الغفار، لما يفهمون منه من الوعد والوعيد، والتخويف والتهديد، تقشعر منه جلودهم من الخشية والخوف. ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ، لما يرجون ويُؤمِّلون من رحمته ولطفه، فهم مخالفون لغيرهم من الكفار من وجوه:
“Ini adalah sifat orang-orang yang baik ketika mendengar Firman Allah, Penguasa yang Maha Kuasa lagi Maha Perkasa, yang mereka pahami darinya adalah janji, ancaman, ketakutan, dan ancaman-ancaman. Maka kulit mereka merinding karena takut, lalu kulit dan hati mereka menjadi tenang mengingat Allah. Mereka berbeda dengan orang-orang kafir dalam beberapa hal:
أحدها: أن سماع هؤلاء هو تلاوة الآيات، وسماع أولئك نَغَمات لأبيات، من أصوات القَيْنات.
Pertama, orang-orang ini mendengar tilawah ayat, sedangkan orang-orang kafir hanya mendengar nyanyian.
الثاني: أنهم إذا تليت عليهم آيات الرحمن خروا سجدا وبكيا، بأدب وخشية، ورجاء ومحبة، وفهم وعلم، كما قال:
Kedua, ketika ayat-ayat Allah dibacakan kepada mereka, mereka tunduk dan menangis dengan sopan, takut, berharap, mencintai, memahami, dan mengerti, sebagaimana Firman Allah :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ * الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ * أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ ـ وقال تعالى: وَالَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ لَمْ يَخِرُّوا عَلَيْهَا صُمًّا وَعُمْيَانًا
‘Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, hati mereka bergetar, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, iman mereka bertambah dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakkal.’ (Al-Anfal: 2-4). ‘Dan orang-orang yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah tersungkur di atasnya dalam keadaan tuli dan buta.’ (Surah Al Furqan ayat 73).
أي: لم يكونوا عند سماعها متشاغلين لاهين عنها، بل مصغين إليها، فاهمين، بصيرين بمعانيها، فلهذا إنما يعملون بها، ويسجدون عندها عن بصيرة لا عن جهل ومتابعة لغيرهم.
Yakni : Mereka tidak mengalihkan perhatian atau sibuk dengan hal lain saat mendengarnya, melainkan mendengarkan dengan seksama, memahami, dan mengerti maknanya. Oleh karena itu, mereka mengamalkannya dan bersujud dengan pemahaman yang jelas, bukan karena kebodohan atau sekadar mengikuti orang lain
الثالث: أنهم يلزمون الأدب عند سماعها، كما كان الصحابة ـ رضي الله عنهم ـ عند سماعهم كلام الله من تلاوة رسول الله صلى الله عليه وسلم تقشعر جلودهم، ثم تلين مع قلوبهم إلى ذكر الله.
Ketiga, mereka menjaga adab ketika mendengarnya, sebagaimana para sahabat—semoga Allah meridhai mereka—ketika mendengarkan firman Allah dari bacaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kulit mereka merinding, kemudian menjadi tenang bersama hati mereka ketika mengingat Allah.
لم يكونوا يتصارخُون، ولا يتكلّفون ما ليس فيهم، بل عندهم من الثبات والسكون، والأدب، والخشية ما لا يلحقهم أحد في ذلك، ولهذا فازوا بالقِدح المُعَلّى في الدنيا والآخرة. انتهى.
Mereka tidak menjerit-jerit, dan tidak berpura-pura melakukan sesuatu yang tidak ada pada mereka, melainkan mereka memiliki ketenangan, ketetapan, dan adab, serta rasa takut yang tidak bisa ditandingi oleh siapa pun dalam hal ini. Oleh karena itu, mereka memenangkan kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat.” (Tafsir Ibnu Katsir).
وقد حضنا الله عز وجل على تدبر القرآن في أكثر من موضع، فقال جل من قائل:
Allah telah mendorong kita untuk merenungkan Al Quran di banyak tempat, sebagaimana Firman-Nya:
أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلافاً كَثِيراً {النساء:٨٢}.
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an? Kalau sekiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (Surah An Nisa ayat 82).
وقال تعالى :
Allah Ta’ala juga berfirman :
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ {صّ:٢٩}.
“Ini adalah kitab yang kami turunkan kepadamu penuh berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (Surah Shad ayat 29).
واللام التي في قوله تعالى: لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ ـ تدل على أن القرآن ما نزل لمجرد تلاوة حروفه فقط، وإنما نزل من أجل التدبر في معانيه، والتفكر في مضمونها لأخذ العبر من قصصه، وللاستفادة من مواعظه، وامتثال أمره، والكف عن نهيه.
Terkandung dalam firman-Nya: “Supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya” menunjukkan bahwa Al-Qur’an tidak diturunkan hanya untuk dibaca huruf-hurufnya saja, melainkan diturunkan untuk direnungkan maknanya, dipikirkan isinya, diambil pelajaran dari kisah-kisahnya, memanfaatkan nasihatnya, mengikuti perintahnya, dan menjauhi larangannya.
قال الطبري في تفسيره: يقول تعالى ذكره لنبيه محمد صلى الله عليه وسلم: وهذا القرآن كتاب أنزلناه إليك يا محمد مبارك ليدبروا آياته، يقول: ليتدبروا حجج الله التي فيه، وما شرع فيه من شرائعه، فيتعظوا ويعملوا به. اهـ.
Imam Ath Thabari dalam Tafsirnya mengatakan : Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Dan Al-Qur’an ini adalah kitab yang Kami turunkan kepadamu, wahai Muhammad, penuh berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya, yaitu supaya mereka merenungkan hujjah-hujjah Allah yang ada di dalamnya, dan hukum-hukum-Nya, supaya mereka mengambil nasihat dan mengamalkannya.” (Tafsir Ath Thabari).
وقد أكد أهل العلم على أهمية تدبر القرآن عند تلاوته.
Para ulama juga menekankan pentingnya merenungkan Al-Qur’an ketika membacanya.
فقال النووي رحمه الله: فإذا شرع في القراءة فليكن شأنه الخشوع والتدبر عند القراءة، والدلائل عليه أكثر من أن تحصر، وأشهر وأظهر من أن تذكر، فهو المقصود المطلوب، وبه تنشرح الصدور، وتستنير القلوب، قال الله عز وجل:
Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Ketika mulai membaca, hendaklah ia bersikap khusyu’ dan merenungkan isi bacaannya, karena dalil-dalilnya sangat banyak dan lebih terkenal dari yang dapat disebutkan, dan itulah yang diinginkan dan dituntut. Dengan demikian, dada akan menjadi lapang dan hati menjadi bercahaya. Allah Ta’ala berfirman :
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآَنَ
‘Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an?’ (Surah An Nisa ayat 82)
وقال تعالى :
Juga Frman Allah Ta’ala :
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آَيَاتِهِ
‘Ini adalah kitab yang kami turunkan kepadamu penuh berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya’ (Shad 29)
والأحاديث فيه كثيرة، وأقاويل السلف فيه مشهورة، وقد بات جماعة من السلف يتلون آية واحدة يتدبرونها ويرددونها إلى الصباح، وقد صعق جماعة من السلف عند القراءة، ومات جماعة حال القراءة. اهـ.
Banyak hadits tentang ini, dan perkataan salaf sangat terkenal. Ada banyak dari mereka yang membaca satu ayat dan merenungkannya serta mengulanginya hingga pagi. Ada juga yang terkesima dan meninggal ketika membaca.” (Kitab Riyadhus Shalihin).
وقد أخبر النبي صلى الله عليه وسلم بأنه سيخرج ناس يقرؤون القرآن دون تدبر، فقال صلى الله عليه وسلم: سيخرج أقوام من أمتي يشربون القرآن كشربهم اللبن. رواه الطبراني.
Nabi Muhammad ﷺ telah memberitahukan bahwa akan muncul orang-orang yang membaca Al-Qur’an tanpa merenungkannya. Beliau ﷺ bersabda: ‘Akan muncul kaum dari umatku yang meminum Al-Qur’an seperti mereka meminum susu.’ Hadis ini diriwayatkan oleh Ath Thabrani.
قال المناوي في فيض القدير في شرح هذا الحديث: أي يسلقونه بألسنتهم من غير تدبر لمعانيه، ولا تأمل في أحكامه، بل يمر على ألسنتهم كما يمر اللبن المشروب عليها بسرعة. اهـ.
Al-Munawi dalam kitab Fayd al-Qadir saat menjelaskan hadits ini mengatakan: ‘Artinya, mereka mengucapkannya dengan lisan tanpa merenungkan maknanya, tanpa memikirkan hukum-hukumnya, melainkan hanya lewat di lisan mereka sebagaimana susu yang diminum lewat dengan cepat.’
و قال ابن القيم -رحمه الله- عند تفسيره لقوله تعالى :
Ibnu Qayyim rahimahullah ketika menjelaskan Firman Allah Ta’ala :
إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ {ق:٣٧}
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya (Surah Qaf ayat 37)
[وقوله: (أو ألقى السمع) أي وجه سمعه، وأصغى حاسة سمعه إلى ما يقال له، وهذا شرط التأثر بالكلام،
berkata: ‘Firman Allah Ta’ala : (atau yang menggunakan pendengarannya) artinya dia menghadapkan pendengarannya, dan memperhatikan dengan telinga apa yang dikatakan kepadanya. Ini adalah syarat untuk dapat terpengaruh oleh ucapan (bacaan al Quran).
وقوله: (وهو شهيد) أي شاهد القلب حاضر غير غائب.
Dan Firman Allah Ta’ala : (sedang dia menyaksikannya) artinya hatinya hadir, tidak lalai.
قال ابن قتيبة: استمع كتاب الله وهو شاهد القلب، والفهم ليس بغافل، ولا ساه، وهو إشارة إلى المانع من حصول التأثير وهو سهو القلب، وغيبته عن تعقل ما يقال له، والنظر فيه وتأمله،
Ibnu Qutaibah mengatakan: ‘Dia mendengarkan kitab Allah dengan hati yang hadir, memahami, tidak lalai, dan tidak bermain-main.’ Karena hal-hal tersebut adalah penyebab terhalangnya dari pengaruh bacaan al Quran, yaitu lalainya hati dan ketidakhadiran hati dalam memahami apa yang dibacakan/dikatakan kepadanya, juga lalai dalam merenungkannya.
فاذا حصل المؤثر وهو القرآن، والمحل القابل وهو القلب الحي، ووجد الشرط وهو الإصغاء، وانتفى المانع وهو اشتغال القلب وذهوله عن معنى الخطاب، وانصرافه عنه إلى شيء آخر، حصل الأثر وهو الانتفاع والتذكر]. انتهى.
Maka jika yang ingin disampaikan adalah al Quran, kemudian tempat penerimanya adalah hati yang hidup, lalu syaratnya juga terpenuhi, yakni mendengarkannya dengan baik. Kemudian penghalangnya juga sudah dihilangkan yakni kesibukan hati dan kealpaan terhadap makna pesan tersebut serta teralihnya perhatian ke hal lain, maka Al Quran dapat memberikan pengaruh, manfaat dan peringatan kepada yang mendengarkannya.
والله أعلم.
— Alhamdulillah selesai seri ke-2 dari rangkaian 2 tulisan —
Sumber Utama : IslamWeb.Net
Leave a Reply