Pakaian Wanita yang Menyeret Najis dan Penjelasannya



Pakaian Wanita yang Menyeret Najis dan Penjelasannya

Artikel Pakaian Wanita yang Menyeret Najis dan Penjelasannya masuk dalam Kategori Tanya Jawab

السؤال

Pertanyaan

جزاكم الله خيراً وبارك الله فيكم وجعل ما تقومون به في ميزان حسناتكم،

Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan, memberkahi Anda, dan menjadikan apa yang Anda lakukan sebagai timbangan kebaikan

فقديما كانت الطرقات من تراب و لم تكن هناك مجاري، أما الآن فالطرقات معبدة و في فصل الشتاء كثيرا ما تفيض بعض المجاري مما يعسر المشي في الطريق،  علما بأن هذه المجاري إنما تحمل مياه الصرف الصحي التي تغير لونها ورائحتها جراء النجاسة، 

Kalau dahulu jalanan terbuat dari tanah dan tidak ada saluran air, sementara sekarang jalanan sudah beraspal dan pada musim dingin sering kali beberapa saluran air meluap sehingga menyulitkan berjalan di jalan. Saluran air tersebut membawa air limbah yang berubah warna dan baunya karena najis.

 وإنما نسأل عن المرأة التي تجر ذيلها: كيف تفعل في هذه الحالة؟ وهل يمكنها أن ترفع قليلا من جلبابها مما يمكنها من تجاوز الطريق ؟ علما بأنها تلبس حجابها الكامل وترتدي جوربين.

Pertanyaan kami adalah tentang wanita yang menyeret ujung pakaiannya saat berjalan. Apa yang harus dia lakukan dalam keadaan ini ? Apakah dia boleh sedikit mengangkat pakaiannya agar tidak kotor saat melewati jalanan yang terkenal air limbah tadi ? Pakaian yang dia kenakan adalah hijab lengkap dan memakai kaus kaki.

أفيدونا جزاكم الله خيرا.

Mohon penjelasannya, semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan.

الإجابــة

Jawaban

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه، أما بعـد:

فإذا مرت المرأة التي تجر ثوبها على نجاسة يابسة في الطريق، فإن ما بعده يطهر، كما بيناه في المقال الأخرى في الرابط التالي

Jika seorang wanita yang menyeret pakaiannya melewati najis yang kering di jalan, maka bagian setelahnya akan dianggap suci, sebagaimana telah dijelaskan dalam artikel yang lain pada link berikut ini 

وأما إذا كانت النجاسة مائعة كمياه المجاري التي يظهر فيها لون ورائحة النجاسة، فقد اختلف العلماء في تطهير ذلك، 

Namun, jika najis itu berupa cairan seperti air limbah yang jelas terlihat warna dan baunya, para ulama berbeda pendapat mengenai cara mensucikannya.

فذهب أكثرهم إلى أنه لا يطهره إلا غسل الموضع الذي تنجس من الثوب،

Mayoritas ulama berpendapat bahwa tidak ada yang dapat menyucikannya kecuali dengan mencuci bagian yang terkena najis dari pakaian tersebut.

وذهب بعض المحققين إلى التسوية بين النجاسة اليابسة والرطبة في تطهير الذيل بما بعده،

Sementara sebagian ulama ahli berpendapat bahwa tidak ada perbedaan antara najis kering dan basah dalam mensucikan ujung pakaian dengan bagian setelahnya.

قال النووي: قال الشيخ أبو حامد في تعليقه: ويدل على التأويل الإجماع أنها لو جرت ثوبها على نجاسة رطبة فأصابته لم يطهر بالجر على مكان طاهر وكذا نقل الإجماع ـ في هذا ـ أبو سليمان الخطابي. المجموع شرح المهذب.

Imam Nawawi berkata: “Syekh Abu Hamid dalam ta’liq (komentar) nya mengatakan bahwa ada ijma’ (kesepakatan ulama) bahwa jika ujung pakaian wanita mengenai najis yang basah, maka pakaian itu tidak akan menjadi suci hanya dengan menyeretnya di tempat yang bersih,” seperti yang diriwayatkan oleh Abu Sulaiman al Khaththabi. (Al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab).

وقال الإمام أحمد: حديث أم سلمة يطهره ما بعده. ليس هذا عندي على أنه إذا أصابه بول ثم مر بعده على الأرض أنها تطهره، ولكن يمر بالمكان يتقذره فيمر بعده بمكان هو أطيب منه فيطهره الطيب. مسائل الإمام أحمد رواية ابنه أبي الفضل صالح.

Imam Ahmad berkata: “Hadits Ummu Salamah menyatakan bahwa yang menyucikannya adalah apa yang datang setelahnya. Menurut saya (Imam Ahmad), hal tersebut tidak berarti bahwa jika pakaian tersebut terkena air kencing kemudian melewati tanah, pakaian itu menjadi suci, tetapi maksudnya adalah melewati tempat yang kotor kemudian melewati tempat yang lebih bersih sehingga yang kotor menjadi suci oleh tempat yang bersih.” (Masail Imam Ahmad Riwayat Putranya, Abu al Fadhl Shalih).

وقال الحطاب: فإذا قصدت بالإطالة الستر ثم مشت في المكان القذر، فإن كانت النجاسة يابسة فمعفو عن الذيل الواصل إليها، وفي الرطبة قولان: المشهور: لا يعفى، والثاني: أنه يعفى. انتهى. مواهب الجليل لشرخ مختصر خليل.

Al Haththab berkata : “Jika niat memanjangkan pakaian adalah untuk menutup aurat, kemudian berjalan di tempat yang kotor, maka jika najis tersebut kering, ujung pakaian yang mengenainya dimaafkan, sedangkan jika basah, ada dua pendapat: yang masyhur adalah tidak dimaafkan, dan pendapat yang kedua adalah dimaafkan.” (Mawahib al Jalil Syarah Mukhtashar Khalil).

وقال الزرقاني: وذهب بعض العلماء إلى حمل القذر في الحديث على النجاسة ولو رطبة وقالوا يطهر الأرض اليابسة، لأن الذيل للمرأة كالخف والنعل للرجل. شرح الزرقاني.

Az Zarqani berkata: “Sebagian ulama berpendapat bahwa kotoran dalam hadits tersebut adalah najis, meskipun basah, dan mereka mengatakan tanah yang kering menyucikannya, karena ujung pakaian wanita seperti sepatu atau sandal bagi pria.” (Syarh az Zarqani).

وقال ابن القيم: فصل: وكذلك ذيل المرأة على الصحيح، وقد رخص النبي عليه الصلاة والسلام للمرأة أن ترخي ذيلها ذراعاً، ومعلوم أنه يصيب القذر ولم يأمرها بغسل ذلك، بل أفتاهن بأنه تطهره الأرض. إغاثة اللهفان.

Ibnu al Qayyim berkata: “Pasal: Demikian pula ujung pakaian wanita menurut pendapat yang benar, Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam memberikan keringanan kepada wanita untuk memanjangkan ujung pakaian mereka sepanjang satu hasta, dan diketahui bahwa pakaian tersebut akan terkena kotoran, namun beliau tidak memerintahkan mereka untuk mencucinya, bahkan beliau memfatwakan bahwa tanah yang akan menyucikannya.” (Ighatsat al Lahfan).

وما دامت المرأة تلبس كامل حجابها وتستر قدميها بجورب أو غيره، فلا يجب عليها إطالة ذيلها ويمكنها رفعه حتى لا تصيب ثوبها النجاسة.

Selama seorang wanita mengenakan hijab lengkap dan menutupi kakinya dengan kaus kaki atau yang lainnya, maka tidak wajib baginya untuk memanjangkan ujung pakaiannya, dan dia bisa mengangkatnya agar tidak terkena najis.

والله أعلم.

Sumber Utama : IslamWeb



Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.