Hukum Orang Kafir Masuk Masjid



Hukum Orang Kafir Masuk Masjid

Alih Bahasa dan Kompilasi : Reza Ervani bin Asmanu

Artikel Hukum Orang Kafir Masuk Masjid ini masuk Kategori Aqidah dan Tanya Jawab

السؤال

Pertanyaan

ما هو حكم دخول الكافر إلى المسجد؟

Apa hukum orang Kafir masuk ke masjid ?

 

الإجابــة

Jawaban

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أما بعد:

فقد اختلف الفقهاء في حكم دخول الكافر المسجد والراجح الجواز إذا كان هناك مصلحة راجحة وإليك الأقوال مختومة بأدلته :

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum orang Kafir masuk ke masjid. Pendapat yang lebih kuat adalah boleh, jika ada kemaslahatan yang jelas. Berikut ini adalah beberapa pendapat yang dipilih oleh para ulama dengan dalil-dalilnya :

القول الأول: أنه يجوز للكافر دخول جميع المساجد حتى المسجد الحرام، وإلى هذا ذهب الحنفية.

Pendapat pertama : Orang Kafir boleh masuk ke semua masjid, termasuk Masjidil Haram. Ini adalah pendapat madzhab Hanafi.

قالوا: لأن النبي صلى الله عليه وسلم أنزل وفد ثقيف في مسجده وهم كفار، ولأن الخبث في اعتقاهم فلا يؤدي إلى تلويث المسجد، وحملوا قوله تعالى:

Mereka berargumen bahwa Nabi Muhammad ﷺ pernah menempatkan delegasi Tsaqif di masjidnya sementara delegasi Tsaqif tersebut masih kafir. Selain itu, madzhab ini berpendapat bahwa najis itu terletak pada keyakinan mereka, bukan pada tubuh mereka, sehingga tidak mengotori masjid. Madzhab ini menafsirkan Firman Allah Ta’ala :

(يا أيها الذين آمنوا إنما المشركون نجس فلا يقربوا المسجد الحرام بعد عامهم هذا….) [التوبة:٢٨]

 “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram setelah tahun ini…” (Surah at Taubah ayat 28),

على أن المراد: دخولهم استيلاء واستعلاء أو طائفين عراة كما كانت عادتهم في الجاهلية.

bahwa yang dimaksud adalah mereka tidak boleh masuk dalam keadaan berkuasa dan angkuh, atau dalam keadaan thawaf telanjang seperti kebiasaan mereka di masa jahiliyah.

القول الثاني: أنه يجوز للكفار دخول المساجد بإذن المسلمين إلا المسجد الحرام وكل مسجد في الحرم.

Pendapat kedua : Orang Kafir boleh masuk masjid dengan izin Kaum Muslimin, kecuali Masjidil Haram dan semua masjid di tanah haram.

وإلى هذا ذهب الشافعية، انظر روضة الطالبين للنووي(١/٢٩٦) وهو إحدى الروايتين عن أحمد، وصرح بعض الحنابلة بأنها المذهب.

Ini adalah pendapat madzhab Syafi’i, lihat Raudhatut Thalibin karya Imam Nawawi (1/296), dan juga merupakan salah satu riwayat dari Imam Ahmad. Beberapa ulama Hanbali menyebutkan bahwa ini adalah madzhab mereka.

قال المرداوي في الانصاف: ليس لهم دخوله مطلقاً وهو المذهب

Al Mardawi dalam kitab Al Inshaf mengatakan: “Mereka (orang kafir) tidak diizinkan untuk masuk ke dalamnya secara mutlak, dan ini adalah madzhab (Hanbali)

والرواية الثانية: يجوز بإذن مسلم كاستئجار لبنائه، ذكره المصنف في المغني والمذهب، قال في الشرح: جاز في الصحيح من المذهب.

Dan riwayat kedua adalah bahwa diperbolehkan dengan izin dari seorang Muslim, seperti untuk tujuan pekerjaan, sebagaimana disebutkan oleh penulis dalam Al Mughni dan Al Madzhab, dan ini adalah yang benar dari madzhab ini (Hanbali)

قال في الكافي وتبعه ابن منجا: هذا الصحيح من المذهب وجزم به في الوجيز ومنتخب الأدمي وصححه في التصحيح).

Dalam Al Kaafi dan diikuti oleh Ibnu Munja, ini adalah yang benar dari madzhab ini (Hanbali), dan ditegaskan dalam Al Wajiz dan Mukhtashar Al Adami, dan dipastikan dalam At Tashih.”

انتهى.

— Selesai semua kutipan terutama dari Madzhab Syafi”’i dan Hanbali —

وقال ابن قدامة في المغني: (فأما مساجد الحل فليس لهم دخولها إلا بإذن المسلمين

Ibnu Qudamah dalam Al Mughni mengatakan: “Adapun masjid-masjid di luar Haram, mereka tidak diizinkan masuk kecuali dengan izin dari kaum Muslimin

فإن أذن لهم في دخولها جاز في الصحيح من المذهب لأن النبي صلى الله عليه وسلم قدم عليه وفد أهل الطائف فأنزلهم المسجد قبل إسلامهم.

Jika mereka diizinkan masuk, maka hal tersebut diperbolehkan menurut pendapat yang kuat dari madzhab ini, karena Nabi ﷺ menerima delegasi dari penduduk Thaif dan menempatkan mereka di dalam masjid sebelum mereka masuk Islam.

وقال سعيد بن المسيب: قد كان أبو سفيان يدخل مسجد المدينة وهو على شركه، وقدم عمير بن وهب فدخل المسجد والنبي صلى الله عليه وسلم فيه ليفتك به فرزقه الله الإسلام). أهـ.

Sa’id bin Al Musayyib berkata : Abu Sufyan biasa masuk ke dalam masjid di Madinah dalam keadaan masih musyrik, dan Umair bin Wahb juga masuk ke dalam masjid ketika Nabi ﷺ berada di dalamnya. Dia masuk dengan niat jahat, namun Allah Ta’ala memberinya hidayah kepada Islam.”

— Selesai semua kutipan —

القول الثالث : لا يجوز للكافر دخول شيء من المساجد. وإلى هذا ذهب أحمد في رواية 

Pendapat ketiga : Tidak diperbolehkan bagi orang kafir masuk ke dalam masjid mana pun. Ini adalah salah satu riwayat dari Imam Ahmad

ووجهها كما قال ابن قدامة: أن أبا موسى دخل على عمر ومعه كتاب قد كتب فيه حساب عمله، فقال له عمر ادع الذي كتبه ليقرأه. قال: إنه لا يدخل المسجد، قال: ولم؟ قال: إنه نصراني، وفيه دليل على شهرة ذلك بينهم وتقرره عندهم. ولأن حدث الجنابة والحيض والنفاس يمنع المقام في المسجد، فحدث الشرك أولى.أهـ.

Argumennya, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Qudamah, adalah bahwa Abu Musa pernah menemui Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu dengan membawa sebuah kitab yang berisi laporan kerjanya. Lalu Umar meminta orang yang menulisnya untuk membacakannya. Abu Musa menjawab, “Dia tidak bisa masuk ke masjid.” Umar bertanya, “Mengapa?” Abu Musa menjawab, “Dia seorang Nasrani.” Ini menunjukkan kebiasaan dan ketetapan di kalangan mereka. Selain itu, seperti halnya orang yang junub, haid, dan nifas dilarang berdiam di dalam masjid, maka orang musyrik lebih utama untuk dilarang.

ونسب القرطبي هذا القول إلى أهل المدينة وقال

Al Qurthubi menisbatkan pendapat ini kepada penduduk Madinah dan berkata :

وبذلك كتب عمر بن عبد العزيز إلى عماله ونزع في كتابه بهذه الآية ,يعني قوله تعالى:

“Dengan alasan yang sama, maka Umar bin Abdul Aziz menulis surat kepada para pejabatnya, dan dalam surat tersebut ia merujuk pada ayat ini, yakni Firman Allah Ta’ala :

فلا يقربوا المسجد الحرام

‘Maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram’

ويؤيد ذلك قوله تعالى:

Selain itu, Firman Allah Ta’ala yang juga menguatkan pendapat ini adalah :

 ( في بيوت أذن الله أن ترفع ويذكر فيها اسمه) [النور:٣٦]

‘di dalam rumah-rumah Allah yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya’ [Surah An Nur ayat 36]

ودخول الكفار فيها مناقض لترفيعها،

sementara masuknya orang-orang kafir ke dalamnya bertentangan dengan perintah untuk memuliakannya.

وفي صحيح مسلم وغيره 

Dalam hadits shahih Muslim dan lainnya, disebutkan :

“إن هذا المساجد لا تصلح لشيء من البول والقذر…” الحديث.

‘Sesungguhnya masjid-masjid ini tidak boleh digunakan untuk sesuatu yang kotor…’.

والكافر لا يخلو عن ذلك، وقال صلى الله عليه وسلم :

Orang kafir tidak terbebas dari hal tersebut. Rasulullah ﷺ bersabda :

لا أحل المسجد لحائض ولا لجنب

Aku tidak mengizinkan masjid untuk perempuan yang sedang haid atau orang yang junub,

والكافر جنب،

dan orang kafir adalah junub.

وقوله تعالى: 

Firman Allah Ta’ala :

إنما المشركون نجس

Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis,

فسماه الله تعالى نجساً فلا يخلو أن يكون نجس العين أو مبعداً من طريق الحكم، وأي ذلك كان فمنعه من المسجد واجب، لأن العلة وهي النجاسة موجودة فيهم، والحرمة موجودة في المسجد. انتهى كلام القرطبي

Allah menyebut mereka najis. Maka, baik itu najis fisik maupun najis secara hukum, keduanya mengharuskan mereka dilarang masuk ke dalam masjid, karena alasan najis ada pada diri mereka, dan kesucian ada di masjid.

— Selesai kutipan dari Imam al Qurthubi —

القول الرابع: أن الكافر يمنع من دخول المسجد إلا لضرورة عمل وهذا مذهب المالكية.

Pendapat keempat: Orang Kafir dilarang masuk masjid kecuali untuk keperluan pekerjaan. Ini adalah pendapat madzhab Maliki.

قال الصاوي في حاشيته على الشرح الصغير،( تنبيه: يمنع دخول الكافر المسجد أيضاً وإن أذن له مسلم إلا لضرورة عمل ومنها قلة أجرته عن المسلم وإتقانه، على الظاهر) انتهى . 

Ash Shawi dalam komentarnya pada Asy Syarh Ash Shaghir berkata, “Perlu diperhatikan : orang kafir juga dilarang masuk ke masjid meskipun diizinkan oleh seorang Muslim, kecuali dalam keadaan darurat pekerjaan, seperti lebih rendahnya upah atau lebih bagusnya keterampilan mereka dibandingkan dengan Muslim, secara zhahir.”

— Selesai Kutipan dari ash Shawi —

وقال الآبي في جواهر الإكليل ١/٢٣ :

Al Abiy dalam Jawahir Al Iklil (1/23) mengatakan :

(كشخص كافر ذكر أو أنثى فيحرم عليه دخوله إن لم يأذن له فيه مسلم، بل وإن أذن له فيه شخص مسلم إلا لضرورة كعمارة لم تمكن من مسلم أو كانت من الكافر أتقن). انتهى. ونحوه في حاشية الدسوقي ١/١٣٨.

“Seorang kafir, baik laki-laki maupun perempuan, dilarang masuk ke dalamnya kecuali jika diizinkan oleh seorang Muslim, atau jika dalam keadaan darurat seperti untuk memperbaiki bangunan yang tidak bisa dilakukan oleh Muslim atau yang lebih mahir dilakukan oleh orang kafir.”

— Selesai kutipan dari Al Abiy — Demikian juga yang disebutkan dalam Hasyiyah Ad Dusuqi (1/138).

ومن الفقهاء من فرق بين الكافر الحربي، والذمي، وهو قول لبعض الحنابلة.

Beberapa ulama membedakan antara kafir harbi (yang memerangi) dan kafir dzimmi (yang berada di bawah perlindungan Muslim), ini adalah pendapat sebagian ulama Hanbali.

والراجح جواز دخول الكافر جميع المساجد إلا المسجد الحرام إذا دعت الحاجة لذلك، أو كان في دخوله مصلحة كدعوته إلى الإسلام

Pendapat yang lebih kuat adalah bahwa orang Kafir boleh masuk ke semua masjid kecuali Masjidil Haram jika ada keperluan mendesak, atau jika ada manfaat dalam hal tersebut, seperti mengajak mereka kepada Islam. 

، لما في الصحيحين أن النبي صلى الله عليه وسلم بعث خيلاً قبل نجد فجاءت برجل من بني حنيفة يقال له ثمامة بن أثال، فربطوه بسارية من سواري المسجد… الحديث.

Dalam hadits di shahihain, Nabi ﷺ pernah mengirim pasukan kuda ke arah Najd, dan mereka membawa seorang laki-laki dari Bani Hanifah bernama Tsamamah bin Utsal. Mereka lalu mengikatnya di salah satu tiang masjid

ولفظ مسلم: فتركه رسول الله صلى الله عليه وسلم حتى كان بعد الغد فقال: “ما عندك يا ثمامة”؟ قال: ما قلت لك: إن تنعم تنعم على شاكر وإن تقتل تقتل ذا دم، وإن كنت تريد المال فسل تعط منه ماشئت.

Dalam lafazh yang diriwayatkan oleh Imam Muslim: Nabi ﷺ membiarkannya hingga keesokan harinya, lalu berkata, “Apa yang kau miliki, wahai Tsamamah ?” Tsamamah menjawab, “Apa yang aku katakan padamu : Jika engkau membebaskanku, engkau akan membebaskan orang yang bersyukur; jika engkau membunuhku, engkau akan membunuh seseorang yang berdarah; dan jika engkau menginginkan harta, mintalah, engkau akan diberi.”

فتركه رسول الله صلى الله عليه وسلم حتى كان في الغد فقال: ” ما ذا عندك يا ثمامة” ؟ فقال: عندي ما قلت لك، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “أطلقوا ثمامة” فانطلق إلى نخل قريب من المسجد، فاغتسل ثم دخل المسجد فقال أشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمداً عبده ورسوله… الحديث

Nabi ﷺ kemudian membiarkannya hingga keesokan harinya lagi, dan berkata, “Apa yang kau miliki, wahai Tsamamah ?” Tsamamah menjawab, “Apa yang aku katakan padamu.” Nabi ﷺ berkata, “Bebaskan Tsamamah.” Lalu Tsamamah pergi ke pohon kurma yang dekat dengan masjid, mandi, dan masuk ke masjid serta bersyahadat, “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah…” (Hadits)

والحاصل أن كل من رجي دخوله الإسلام أوتألف قلبه لدفع شره عن المسلمين أو أن يساعد دخوله المسجد في تبديد تصوره السلبي للإسلام فلا ينبغي أن يكون دخوله محل خلاف فقصة ثمامة نص في الموضوع وهي واردة في صحيحي البخاري ومسلم وهما أصح الكتب بعد كتاب الله فلا قول لأحد بعد قول وفعل رسول الله صلى الله عليه وسلم .

Kesimpulannya, jika diharapkan seseorang akan masuk Islam, atau untuk melunakkan hatinya agar tidak memusuhi kaum Muslimin, atau untuk menghilangkan pandangan negatifnya tentang Islam, maka masuknya ke dalam masjid seharusnya tidak menjadi masalah. Kisah Tsamamah adalah dalil yang kuat mengenai hal ini, dan terdapat dalam shahih Bukhari dan Muslim, yang merupakan kitab paling shahih setelah Al-Qur’an. Maka, tidak ada pendapat yang dapat mengalahkan pendapat dan perbuatan Rasulullah ﷺ.

والله أعلم.

Sumber Utama : IslamWeb



Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.