Bolehkah Mengutip Al Quran dalam Puisi dan Nasyid ? (1)



هل يجوز الاقتباس من القرآن في الشعر عامة ، وفي الأناشيد خاصة ؟

Apakah Diperbolehkan Mengutip Al Quran dalam Puisi Secara Umum dan dalam Nasyid Khususnya ? (Bagian Pertama)

Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu

Atikel Bolehkah Mengutip Al Quran dalam Puisi dan Nasyid ? ini masuk dalam Kategori Tanya Jawab

السؤال

Pertanyaan

ما حكم الأناشيد التي يكون فيها قصة دينية ولكنها تكون على شكل أناشيد ، وفيها أحياناً كلمات من القرآن الكريم ؟ . هذه الأناشيد الموجودة حاليّاً بالأسواق

Apa hukum nasyid yang mengandung cerita agama tetapi disajikan dalam bentuk nasyid, dan kadang-kadang terdapat kata-kata dari Al-Qur’an? Nasyid semacam ini banyak ditemukan di pasaran saat ini.

الجواب

Jawaban

الحمد لله.

أولاً:

Pertama :

الأناشيد هي كلام ملحَّن ، وفيه الغث والسمين ، وفيه الطيب والخبيث ، وهو وإن كان في الأصل جائزاً لكن قد طرأ عليه ما أفسده ، من الانشغال به أكثر الوقت ، ومن تأثيره على المنشغلين به بما يؤدي إلى قلة أو انعدام حفظ القرآن والسنة ، ومن التشبه بالفسَّاق في اللباس ، والهيئات ، والألحان ، ومن التكسر والتغنج في الألفاظ ، وغير ذلك من المفسدات .

Nasyid adalah ucapan yang dinyanyikan dengan nada tertentu. Di dalamnya terdapat hal-hal yang baik maupun buruk, mulia maupun tercela. Meskipun pada dasarnya nasyid itu diperbolehkan, tetapi ada hal-hal yang dapat merusaknya, seperti :

  • Menghabiskan terlalu banyak waktu untuk itu.
  • Mempengaruhi pendengarnya sehingga mengurangi atau bahkan menghilangkan hafalan Al-Qur’an dan sunnah.
  • Meniru perilaku orang-orang fasik dalam hal pakaian, penampilan, dan melodi.
  • Menggunakan ungkapan yang menggoda atau penuh kepalsuan.
  • Dan berbagai bentuk kerusakan lainnya.

وعليه : فما كان من الأناشيد جادّاً ، يحتوي على كلمات لها هدف سامٍ ، وما كان يسمع منه بقدر معيَّن من غير إفراط ، وكان يخلو من المعازف ، كالدفوف والطبول : فلا بأس به ، إن شاء الله .

Oleh karena itu, nasyid yang serius, berisi kata-kata yang memiliki tujuan mulia, didengarkan dalam batasan tertentu tanpa berlebihan, dan bebas dari alat musik seperti rebana atau genderang, diperbolehkan, Insya Allah.

وللوقوف على الضوابط الشرعية للنشيد المباح ، وللوقوف على المفاسد التي وُجدت في أناشيد زماننا هذا : نرجو الاطلاع على جوابي السؤالين : هنا و هنا ، ففيهما كفاية للمستفيد .

Untuk mengetahui batasan syar’i terkait nasyid yang diperbolehkan dan berbagai kerusakan yang ditemukan dalam nasyid masa kini, silakan merujuk pada Tanya Jawab lainnya berikut ini :

  1. Bahaya Nasyid Modern dan Syarat Nasyid yang Diperbolehkan
  2. Hukum Nasyid Islamiy

Keduanya cukup untuk memberi manfaat.

ثانياً:

Kedua :

وأما بخصوص اقتباس كلمات من القرآن الكريم لوضعها في تلك الأناشيد : فهو داخل في حكم الاقتباس من القرآن في الشِّعر ، وقد اختلف العلماء في أصل الاقتباس من القرآن ، فالجمهور على الجواز ، ومنهم من منع منه مطلقاً ، وذهبت طائفة من العلماء إلى المنع من الاقتباس في الشعر ، دون النثر .

Adapun terkait pengutipan kata-kata dari Al-Qur’an dalam nasyid, hal ini termasuk dalam hukum pengutipan Al-Qur’an dalam puisi. Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Mayoritas ulama memperbolehkan, sementara sebagian melarangnya secara mutlak. Ada pula kelompok ulama yang melarang pengutipan dalam puisi, tetapi memperbolehkan dalam prosa.

وفي ” الموسوعة الفقهية ” ( 6 / 17 ) :

Dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah (6/17) disebutkan:

يرى جمهور الفقهاء جواز الاقتباس في الجملة ، إذا كان لمقاصد لا تخرج عن المقاصد الشرعية ، تحسيناً للكلام ، أما إن كان كلاماً فاسداً : فلا يجوز الاقتباس فيه من القرآن ، وذلك ككلام المبتدعة ، وأهل المجون والفحش . – انتهى

Mayoritas ulama memperbolehkan pengutipan secara umum jika tujuannya tidak bertentangan dengan syariat, seperti untuk memperindah ucapan. Namun, jika digunakan dalam ucapan yang buruk, maka tidak diperbolehkan mengutip Al-Qur’an, seperti dalam ucapan orang-orang sesat, pelawak, atau yang penuh dengan keburukan.”

— Selesai Kutipan dari al Mausu’ah al Fiqhiyyah —

وفيها – أيضاً – ( 6 / 18 ) :

Juga disebutkan dalam Al-Mausu’ah (6/18):

وقد اشتهر عند المالكية تحريمه – أي : الاقتباس – ، وتشديد النكير على فاعله ، لكن منهم من فرَّق بين الشِّعر فكره الاقتباس فيه ، وبين النثر فأجازه ، وممن استعمله في النثر من المالكية : القاضي عياض ، وابن دقيق العيد ، وقد استعمله فقهاء الحنفية في كتبهم الفقهية . – انتهى

“Mazhab Maliki dikenal melarang pengutipan, bahkan mereka sangat keras terhadap pelakunya. Namun, sebagian ulama Maliki membedakan antara puisi—yang mereka makruhkan untuk mengutip—dengan prosa yang mereka perbolehkan. Di antara yang menggunakan pengutipan dalam prosa dari kalangan Maliki adalah Qadhi Iyadh dan Ibnu Daqiq Al-‘Id. Para ulama Hanafi juga menggunakannya dalam kitab-kitab fikih mereka.”

وقد نقل السيوطي رحمه الله الإجماع على جواز الاقتباس في النثر ، فقال :

Imam As-Suyuthi rahimahullah menukil adanya ijma’ (kesepakatan) tentang bolehnya pengutipan dalam prosa. Beliau berkata:

ولا أعلم بين المسلمين خلافاً في جوازه في النثر ، في غير المجون ، والخلاعة ، وهزل الفساق ، وشربة الخمر ، واللاطة ، ونحو ذلك .

“Saya tidak mengetahui adanya perselisihan di kalangan kaum muslimin tentang bolehnya pengutipan dalam prosa, selama tidak digunakan untuk keburukan, seperti candaan, kekejian, gaya hidup fasik, minum khamar, atau homoseksual, dan semacamnya.”

Bersambung ke bagian berikutnya in sya Allah

Sumber : IslamQA



Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.