Menyelaraskan Kewajiban Menuntut Ilmu



التوفيق بين كون طلب العلم فرض كفاية وحديث: “طلب العلم فريضة على كل مسلم”

Menyelaraskan Kewajiban Menuntut Ilmu sebagai Fardhu Kifayah dan Hadits: “Menuntut Ilmu adalah Wajib bagi Setiap Muslim”

Artikel tentang Menyelaraskan Kewajiban Menuntut Ilmu ini Masuk dalam Kategori Tanya Jawab Ilmu

السؤال

Pertanyaan

كيف نوفق بين قول الرسول صلى الله عليه وسلم: “طلب العلم فريضة على كل مسلم” وبين كون العلم فرض كفاية، كما هو مبين في بيان العلم الذي هو فرض كفاية في كتاب إحياء علوم الدين، حيث بين أنه كل علم لا غنى عنه في قوام أمور الدنيا – كالطب وغيره -؟

Bagaimana menyelaraskan antara sabda Rasulullah ﷺ: “Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap Muslim” dan kenyataan bahwa ilmu merupakan fardhu kifayah, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Ihya Ulumuddin tentang ilmu yang merupakan fardhu kifayah, yaitu ilmu yang tidak bisa diabaikan dalam menjaga kelangsungan urusan dunia seperti kedokteran dan lainnya?

الإجابــة

Jawaban

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه، أما بعد:

فإن العلم نوعان:

Ilmu itu terbagi menjadi dua jenis:

أحدهما: واجب عيني، وهو ما لا يسع المكلف جهله, كأحكام العقائد, والطهارة, والصلاة, ونحوها؛ لما روى ابن ماجه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: طلب العلم فريضة على كل مسلم. 

Pertama: Wajib ‘ain, yaitu ilmu yang tidak boleh diabaikan oleh setiap mukallaf untuk mengetahuinya, seperti hukum-hukum yang berkaitan dengan akidah, thaharah (bersuci), shalat, dan semisalnya. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Majah, bahwa Nabi ﷺ bersabda: “Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap Muslim.

وثانيهما: واجب كفائي، وهو تحصيل ما لا بد للناس منه من إقامة دينهم من العلوم الشرعية, كالقرآن, والأحاديث, وعلومهما, والأصول, والفقه, والنحو, واللغة, وغيرها، قال الرازي في تفسيره عند قول الحق سبحانه:

Kedua: Wajib kifayah, yaitu ilmu yang harus dikuasai oleh sebagian orang demi memenuhi kebutuhan umat dalam menjalankan agama mereka. Contohnya adalah ilmu-ilmu syar’i seperti Al-Qur’an, hadits, dan ilmu-ilmu yang terkait dengannya seperti ushul (prinsip-prinsip fiqih), fiqih, nahwu (tata bahasa Arab), bahasa, dan lainnya. Al-Razi dalam tafsirnya saat menafsirkan firman Allah Ta’ala:

فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ {التوبة: الآية ١٢٢}

“Maka mengapa tidak pergi dari setiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama?” (Surah At Taubah ayat 122),

في هذه الآية دلالة على وجوب طلب العلم، وأنه مع ذلك فرض على الكفاية؛ لما تضمنت من الأمر بنفر الطائفة من الفرقة, وأمر الباقين بالقعود؛ لقوله:

Ayat ini menyatakan tentang kewajiban menuntut ilmu. Namun, kewajiban ini bersifat fardhu kifayah, sebagaimana ditunjukkan oleh perintah kepada sekelompok orang untuk berangkat dan sebagian lainnya tetap tinggal, sebagaimana firman-Nya:

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً {التوبة: الآية ١٢٢}. اهـ.

Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu pergi semuanya.” (Surah At Taubah ayat 122).

— Selesai Kutipan dari Tafsir ar Razi —

وقال ابن أبي زيد القيرواني: طلب العلم فريضة عامة يحملها من قام بها إلا ما يلزم الرجل في خاصة نفسه.

Ibn Abi Zaid Al-Qairawani berkata: “Menuntut ilmu adalah kewajiban umum yang dipikul oleh sebagian orang untuk mewakili lainnya, kecuali ilmu yang wajib diketahui secara pribadi oleh setiap individu.”

قال شارحه: كالتوحيد, والوضوء, والصلاة، والصوم، والحج، والبيع والشراء، فإنه فرض عين لا يحمله أحد عن أحد. اهـ

Dalam syarah (penjelasan) perkataan tersebut disebutkan, contoh ilmu yang wajib secara pribadi adalah tauhid, wudhu, shalat, puasa, haji, jual beli, karena hal ini merupakan kewajiban ‘ain yang tidak bisa diwakilkan oleh orang lain.

والله أعلم.

Sumber : IslamWeb



Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.