تطور دراسة الإعجاز القرآني على مر العصور
Perkembangan Studi Mukjizat Al Quran Sepanjang Zaman (Bagian Keenam Belas)
أ.د / عبد الغني محمد بركة
Prof. Dr. Abdul Ghani Muhammad Barakah
(Profesor di Fakultas Bahasa Arab dan Mantan Dekan Fakultas tersebut di Universitas Al-Azhar)
Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu
Artikel Perkembangan Studi Mukjizat Al Quran Sepanjang Zaman ini kami masukkan ke Kategori Ilmu al Quran
ننتقل الآن إلى جهود علماء هذه المرحلة الزمنية في إبراز السمات الموضوعية للأسلوب القرآني التي وصلت به إلى درجة الإعجاز، ونكتفي هنا بما جاء في كتاب ( إعجاز القرآن ) للباقلاني، فقد تضمن كل ما نقله عمن سبقه وأضافه هو إليه ما هداه إليه اجتهاده في الموضوع.
Sekarang kita beralih kepada upaya para ulama pada periode ini dalam menonjolkan ciri-ciri objektif dari gaya bahasa Al Quran yang membawanya ke tingkat mukjizat. Di sini, kita cukupkan dengan apa yang disebutkan dalam kitab I’jaz al Quran karya Al Baqillani. Kitab ini memuat semua yang telah ia kutip dari para pendahulunya, ditambah dengan hasil ijtihadnya sendiri dalam masalah ini.
يرى الباقلاني أن السمات المميزة للأسلوب القرآني وانفرد بها متعددة منها:
Al Baqillani berpendapat bahwa ciri-ciri khas gaya bahasa Al Quran yang menjadikannya unik terdiri dari beberapa hal, di antaranya:
أولاً :
Pertama :
مغايرة الأسلوب القرآني لجميع أنماط التعبير المعروفة عند العرب فالقرآن الكريم ليس شعراً أو سجعاً ولا مرسلاً إرسالاً، كما هو الشأن في صور التعبير عند العرب، لكنه نمط فريد، لا يشبه شيئاً من أنماط تعبيرهم عن المعاني.
Perbedaan gaya bahasa Al Quran dari semua bentuk ekspresi yang dikenal di kalangan bangsa Arab. Al Quran bukanlah puisi (Sya’ir), bukan pula prosa berirama (saj’u), dan bukan pula prosa bebas (irsaal) seperti yang dikenal dalam bentuk-bentuk ekspresi bahasa Arab. Sebaliknya, Al Quran memiliki pola yang unik dan tidak menyerupai pola-pola ekspresi mereka dalam menyampaikan makna.
وقد بذل الباقلاني جهداً مضنياً في إثبات فكرته هذه، وقد أصاب في بعض ما قال، ولم يسلم له بعضه مما لا يتسع المقام لتفصيله.
Al-Baqillani telah mengerahkan upaya besar untuk membuktikan gagasan ini. Ia berhasil dalam sebagian dari apa yang ia sampaikan, namun sebagian lainnya tidak sepenuhnya dapat diterima, meskipun tidak memungkinkan untuk merinci hal tersebut di sini.
ثانياً :
Kedua :
عدم التفاوت الفني في الأسلوب القرآني، ويعني بذلك: أن القرآن الكريم في جميع سوره وآياته على درجة واحدة من البلاغى، ولا يتدنى عن شيء، وتلك سمة لا طاقة للبشر بها، ويتضح ذلك في جوانب كثيرة، فالقرآن الكريم لا يتفاوت على كثرة ما يتصرف فيه من الأعراض من قصص ومواعظ، واحتجاج وحكم وأحكام، ووعد ووعيد، وتبشير وتخويف، إلى آخر الأغراض التي تضمنها القرآن الكريم.
Konsistensi artistik dalam gaya bahasa Al Quran. Maksudnya adalah bahwa semua surah dan ayat Al Quran berada pada tingkat kefasihan yang sama, tanpa penurunan sedikit pun. Ini adalah ciri khas yang tidak mampu dicapai oleh manusia. Hal ini terlihat dalam berbagai aspek, karena Al Quran tetap konsisten meskipun mencakup berbagai tema, seperti kisah-kisah, nasihat, argumen, hukum-hukum, janji, ancaman, kabar gembira, peringatan, dan tujuan-tujuan lainnya yang terkandung dalam Al Quran.
والباقلاني: محق في كل ما قاله عن هذه السمة التي انفرد بها القرآن دون غيره، فهذا شيء لا يمكن أن يتحقق لبشر مهما سمت منزلته، وتعاظم اقتداره البياني، وأمامنا آراء النقاد تؤكد ذلك، وتجمع عليه إجماعاً لا يشذ عنه أحد.
Al Baqillani sepenuhnya benar dalam apa yang ia katakan tentang ciri khas ini, yang hanya dimiliki oleh Al Quran. Hal ini tidak dapat dicapai oleh manusia, tidak peduli seberapa tinggi kemampuan mereka atau seberapa besar keahlian bahasa mereka. Para kritikus bahasa pun sepakat akan hal ini tanpa ada perbedaan pendapat.
لقد كان العرب عندما يوازنون بين الشعراء، يضربون المثل في الإجادة، بامرىء القيس إذا ركب، والنابغة إذا رهب، وزهيراً إذا رغب، ومعنى ذلك: أن كلاً من هؤلاء يجود في غرض معين ويشهد له بالتفوق فيه، ومؤدى ذلك: أنه يقصر في غير هذا الغرض.
Bangsa Arab, ketika membandingkan antara para penyair, sering memberikan contoh keunggulan masing-masing penyair dalam tema tertentu. Mereka berkata bahwa Imru’ al Qais unggul dalam tema perjalanan (rakb), An Nabighah unggul dalam tema ketakutan (rahb), dan Zuhair unggul dalam tema keinginan (raghb). Ini berarti bahwa setiap penyair unggul dalam tema tertentu, tetapi lemah dalam tema lainnya.
وعندما حاول صاحب كتاب ( الواسطة بين المتنبي وخصومه )… الدفاع عن المتنبي، كان أقصى ما يريد في دفاعه عنه قوله :
Ketika penulis kitab Al Wasithah bayna al Mutanabbi wa Khasmihi mencoba membela Al-Mutanabbi, puncak dari pembelaannya adalah dengan mengatakan :
ليس بغيتنا فيما قصدنا، الشهادة لأبي الطيب بالعصمة، وإنما غايتنا أن نلحقه بأهل طبقته، وأن نجعله رجلاً من فحول الشعراء، ونمنعك من إحباط حسناته بسيئاته، ولا نسوغ ذلك التحامل على تقدمه في الأكثر بتقصيره في الأقل…
“Tujuan kami bukanlah untuk mengklaim bahwa Abu Thayyib (Al Mutanabbi) tidak pernah melakukan kesalahan. Sebaliknya, tujuan kami adalah untuk menempatkannya pada tingkat yang setara dengan penyair-penyair besar di masanya, dan untuk mencegah kalian meniadakan keunggulannya hanya karena beberapa kekurangannya. Kami juga tidak membenarkan sikap yang terlalu keras dalam mengkritik kekurangannya, sementara ia telah unggul dalam banyak hal.”
وهذا اعتراف من أكبر المدافعين عن المتنبي بما في شعره من تفاوت بين الإجادة والتقصير. وتلك غاية ما يستطيعه المدافع عنه.
Ini adalah pengakuan dari salah satu pembela terkuat Al Mutanabbi bahwa terdapat perbedaan antara keunggulan dan kelemahan dalam puisinya. Dan ini adalah puncak pembelaan yang dapat dilakukan oleh pendukungnya.
Bersambung ke bagian berikutnya in sya Allah
Sumber : Quran-M
Leave a Reply