Perkembangan Studi Mukjizat Al Quran Sepanjang Zaman (9)



تطور دراسة الإعجاز القرآني على مر العصور

Perkembangan Studi Mukjizat Al Quran Sepanjang Zaman (Bagian Kesembilan)

أ.د / عبد الغني محمد بركة

Prof. Dr. Abdul Ghani Muhammad Barakah

(Profesor di Fakultas Bahasa Arab dan Mantan Dekan Fakultas tersebut di Universitas Al-Azhar)

Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu

Artikel Perkembangan Studi Mukjizat Al Quran Sepanjang Zaman ini kami masukkan ke Kategori Ilmu al Quran

يرى بعض الباحثين أن فكرة الصرفة قد تسربت إلى الفكر الإسلامي من الثقافة الهندية، وأن بعض المثقفين من علماء المسلمين اطلعوا على أقوال ـ البراهمة ـ رجال الدين في الديانة الهندية في كتابهم المسمى ـ الفيدا ـ، وهو يشتمل على مجموعة من الأشعار ليس في كلام الناس ما يماثلها في زعمهم.

Beberapa peneliti berpendapat bahwa gagasan “ash sharfah” (pembelokan) telah menyusup ke dalam pemikiran Islam melalui pengaruh budaya India. Mereka menyebut bahwa beberapa cendekiawan Muslim telah mempelajari pandangan-pandangan para Brahmana — pemuka agama Hindu — dalam kitab mereka yang disebut Veda. Kitab tersebut berisi kumpulan syair yang, menurut klaim mereka, tidak ada kata-kata manusia yang dapat menandinginya.

ويقول جمهور علمائهم: إن البشر يعجزون عن أن يأتوا بمثلها لأن ـ براهماً ـ صرفهم عن أن يأتوا بمثلها، وعندما دخلت الأفكار الهندية في عهد أبي جعفر المنصور ومن وليه من حكام بني العباس، تلقفها الذين يحبون كل وافد من الأفكار فدفعتهم الفلسفة إلى أن يعتنقوا ذلك القول، ويطبقوه على القرآن الكريم وإن كان لا ينطبق،

Mayoritas ulama mereka mengatakan bahwa manusia tidak mampu menciptakan sesuatu yang serupa dengan syair-syair itu karena Brahmana telah “menghalangi” mereka untuk melakukannya. Ketika gagasan-gagasan India ini masuk pada masa pemerintahan Abu Ja’far Al-Mansur dan para penguasa Dinasti Abbasiyah berikutnya, ide tersebut diterima oleh sebagian pihak yang tertarik dengan berbagai pemikiran asing. Dorongan filsafat membuat mereka mengadopsi gagasan tersebut dan mencoba menerapkannya pada Al-Qur’an, meskipun sebenarnya gagasan itu tidak relevan.

فقال قائلهم

Salah satu pendukung teori ini menyatakan:

: …. إن العرب إذا عجزوا عن أن يأتوا بمثل القرآن، ما كان عجزهم لأمر ذاتي من ألفاظه ومعانيه ونظمه، بل كان عجزهم لأن الله صرفهم عن أن يأتوا بمثله.

“Jika bangsa Arab tidak mampu menciptakan sesuatu yang serupa dengan Al-Qur’an, maka ketidakmampuan mereka bukanlah karena keistimewaan intrinsik dari kata-kata, makna, atau susunan Al-Qur’an itu sendiri, melainkan karena Allah telah ‘membelokkan’ mereka sehingga mereka tidak mampu membuat sesuatu yang serupa dengannya.”

ويقال: أن أول من جاهر بهذا القول وأعلنه ودعا إليه ودافع عنه هو إبراهيم ابن سيار الشهير بالنظام، المتوفى سنة ٢٢٤.

Dikatakan bahwa orang pertama yang secara terbuka mengemukakan, mengumumkan, mengajak, dan membela pendapat ini adalah Ibrahim bin Sayyar, yang terkenal dengan nama An Nazham, yang wafat pada tahun 224.

والنظام هذا هو رأس المعتزلة وعمدة المتكلمين، وأستاذ الجاحظ.

An Nazham ini adalah pemimpin aliran Mu’tazilah, tokoh utama para ahli kalam, dan guru dari Al Jahizh.

والواقع: أن مفهوم الصرفة كما ذكره النظام لم يكتب له الرواج، نظراً لأنه يسلب النص القرآني إعجازه الذاتي، ويدعى أنه في طوق العرب لو لم يصرفهم الله عن معارضته.

Namun kenyataannya, konsep ash sharfah sebagaimana yang dijelaskan oleh An Nazham tidak mendapat penerimaan luas, karena konsep ini menghilangkan mukjizat intrinsik dari teks Al Quran dan mengklaim bahwa sesungguhnya bangsa Arab dapat melawan Al Quran jika bukan karena Allah yang membelokkan kemampuan mereka.

وقد قال غيره من العلماء بالصرفة لكن مفهومها عندهم مغاير لمفهومها عند النظام، فقد نسب القوة بالصرفة إلى الشريف المرتضى، وهو من علماء الشيعة الذي يشار إليهم بالبنان.

Beberapa ilmuwan lain juga berbicara tentang ash sharfah, tetapi konsep mereka berbeda dengan konsep yang diusulkan oleh An Nazham. Salah satu ilmuwan yang menyatakan gagasan ini adalah Asy Syarif Al Murtadha, seorang ulama Syiah yang terkenal dan dihormati.

ومفهوم الصرفة عند الشريف المرتضى: أن العرب قادرون على النظم والعبارات المماثلة لما جاء في القرآن الكريم، لكن عجزهم أنه كان بسبب أنهم لم يعطوا العلم الذي يستطيعون به محاكاة القرآن.

Menurut Asy Syarif Al Murtadha, konsep ash sharfah adalah bahwa bangsa Arab sebenarnya mampu menyusun kalimat dan ungkapan yang serupa dengan yang terdapat dalam Al Quran. Namun, ketidakmampuan mereka muncul karena mereka tidak diberikan ilmu yang memungkinkan mereka untuk meniru Al Quran.

وهذا القول ينافيه أن الله سبحانه وتعالى طالبهم بأن يأتوا بعشر سور مثله مفتريات… وأعفاهم من أن يكون كلامهم مشتملاً على ما في القرآن من علم، واقتصر على التحدي بالنظم والعبارة واللفظ.

Pendapat ini bertentangan dengan kenyataan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menantang mereka untuk mendatangkan sepuluh surah yang serupa dengan Al Quran, meskipun berupa kebohongan (mufthariyat). Allah bahkan membebaskan mereka dari keharusan mencakup ilmu-ilmu yang ada dalam Al Quran dan hanya menantang mereka dalam hal susunan, ungkapan, dan kata-katanya saja.

Bersambung ke bagian berikutnya in sya Allah

Sumber : Quran-M



Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.