تطور دراسة الإعجاز القرآني على مر العصور
Perkembangan Studi Mukjizat Al Quran Sepanjang Zaman (Bagian Kesembilan Belas)
أ.د / عبد الغني محمد بركة
Prof. Dr. Abdul Ghani Muhammad Barakah
(Profesor di Fakultas Bahasa Arab dan Mantan Dekan Fakultas tersebut di Universitas Al-Azhar)
Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu
Artikel Perkembangan Studi Mukjizat Al Quran Sepanjang Zaman ini kami masukkan ke Kategori Ilmu al Quran
وإذا نظرنا في دلائل أحوال العرب الذين نزل فيهم القرآن، وفي أقوالهم حين تلي عليهم، وتحدوا بأن يأتوا بمثله، وجدنا أحوالهم وأقوالهم تفصح بأنهم لم يشكوا في عجزهم عن معارضته، والإتيان بمثله، ولم تحدثهم أنفسهم بأن لهم إلى ذلك سبيلاً على وجه من الوجوه.
Jika kita mengamati bukti keadaan bangsa Arab yang kepada mereka Al Quran diturunkan, serta ucapan mereka ketika Al Quran dibacakan kepada mereka dan mereka ditantang untuk mendatangkan sesuatu yang serupa dengannya, kita mendapati bahwa keadaan dan ucapan mereka dengan jelas menunjukkan bahwa mereka tidak pernah meragukan ketidakmampuan mereka untuk menandinginya, apalagi berpikir bahwa mereka memiliki cara untuk melakukannya dalam bentuk apa pun.
ثم يورد عبد القاهر بعد ذلك من أقوال العرب الذين نزل فيهم القرآن وأحوالهم ما يؤكد هذه الحقيقة. على نحو ما سبق به من أقوال العلماء، التي أشرنا إليها قبل ذلك.
Setelah itu, Abdul Qahir mengemukakan beberapa ucapan dan keadaan bangsa Arab yang kepadanya Al Quran diturunkan, yang semakin menegaskan kebenaran ini. Hal ini sejalan dengan apa yang telah dikemukakan oleh para ulama sebelumnya, sebagaimana telah disinggung sebelumnya.
وبعد أن يصل إلى هدفه من إثبات ذلك بأقوالهم أنفسهم، وبمناقشة من أتى بعدهم، وإبطال دعواهم المشككة في بلاغة القرآن من ادعاء ( الصرافة ) وغيرها، ينتقل إلى النقطة التالية وهي :
Setelah mencapai tujuannya dalam membuktikan kebenaran ini melalui ucapan mereka sendiri, serta dengan mendiskusikan pandangan orang-orang yang datang setelah mereka dan membatalkan klaim mereka yang meragukan balaghah Al Quran, seperti klaim ash sharfah dan lainnya, Abdul Qahir beralih ke poin berikutnya, yaitu:
ـ إن بلاغة القرآن في نظمه، فإعجازه في نظمه.
Balaghah Al Quran terletak pada nazhm-nya, dan mukjizatnya berada dalam nazhm-nya.
وهنا يذكرنا عبد القاهر، بأن المزية التي يعود إليها تقدم كلام على كلام في البلاغة، إنما تدرك بالفكر. ويتوصل إليها بإعمال النظر وبذل الجهد.
Di sini, Abdul Qahir mengingatkan bahwa keunggulan suatu ungkapan dibandingkan ungkapan lainnya dalam hal balaghah hanya dapat dicapai melalui pemikiran yang mendalam. Hal ini memerlukan perenungan dan usaha keras untuk mencapainya.
فهل يمكن أن يكون في الكلمات المفردة ما يدرك ويستنبط بالرؤية والجهد، إن الكلمات إرض مشاع، لكل قائل أن يأخذ منها ما يحقق غرضه.
Apakah mungkin bahwa keunggulan suatu ungkapan hanya dapat ditemukan pada kata-kata tunggal? Tidak, karena kata-kata adalah milik umum, tersedia bagi setiap orang yang ingin menggunakannya untuk tujuan tertentu.
وكذلك لا يجوز أن يكون الإعراب من الوجه التي تظهر بها المزية، وذلك لأن العلم بالإعراب مشترك بين العرب جميعاً، فليس أحدهم أعلم من غيره بأن إعراب الفاعل الرفع، أو المفعول النصب.
Demikian pula, keunggulan tidak mungkin ditemukan pada aspek i’rab (gramatika), karena pengetahuan tentang i’rab adalah sesuatu yang dimiliki oleh semua bangsa Arab. Tidak ada satu pun dari mereka yang lebih tahu daripada yang lain bahwa i’rab subjek adalah rafa’, atau objek adalah nashab.
ومن العجيب: أننا إذا نظرنا في الإعراب، وجدنا وجه التفاضل فيه محالاً، لأنه لا يتصور أن يكون للرفع والنصب في كلام مزية عليهما في كلام آخر، وإنما الذي يتصور، أن يكون معنا كلاماً قد وقع في إعرابهما خلل، ثم كان أحدهما أكثر صواباً من الآخر، وكلاماً قد استمر أحدهما على الصواب ولم يستمر الآخر، ولا يكون هذا تفاضلاً في الإعراب، ولكن تركا له في شيء واستعمالاً له في آخر.
Yang lebih mengherankan adalah, jika kita mengamati i’rab, kita mendapati bahwa keunggulan dalam hal ini tidak mungkin terjadi. Tidak mungkin bahwa rafa’ dan nashab dalam suatu kalimat memiliki keunggulan dibandingkan rafa’ dan nashab dalam kalimat lain. Yang mungkin terjadi hanyalah bahwa ada dua kalimat, salah satunya mengandung kesalahan dalam i’rab, sementara yang lain lebih benar. Dalam hal ini, salah satu kalimat mungkin lebih tepat daripada yang lain, atau salah satu kalimat benar dalam seluruh aspek i’rab-nya, sementara yang lain tidak. Namun, ini bukanlah keunggulan dalam i’rab, melainkan perbedaan antara menjaga i’rab dengan benar di satu sisi, dan meninggalkannya di sisi lain.
وكذلك لا تعود الفضيلة في الكلام بأن يكون المتكلم قد استعمل من اللغتين في الشيء أصحهما وما يقال أنها أفصحهما، ولا بأن يكون قد استعمل الغريب من الألفاظ، لأنه العلم بجميع ذلك لا يعدو أن يكون علماً باللغة، وبأنس الكلم المفردة، وبما طريقة الحفظ، دون أن يستعان عليه بالنظر وإعمال الفكر.
Demikian pula, keunggulan dalam ucapan tidak berasal dari fakta bahwa pembicara menggunakan kata dari dua pilihan yang dianggap lebih benar atau lebih fasih, atau bahwa ia menggunakan kata-kata yang asing. Pengetahuan tentang semua itu hanyalah bagian dari pengetahuan bahasa, penguasaan atas kosakata tunggal, dan cara menghafalnya, tanpa membutuhkan pemikiran mendalam atau refleksi.
Bersambung ke bagian berikutnya in sya Allah
Sumber : Quran-M
Leave a Reply