تطور دراسة الإعجاز القرآني على مر العصور
Perkembangan Studi Mukjizat Al Quran Sepanjang Zaman (Bagian Kedua puluh)
أ.د / عبد الغني محمد بركة
Prof. Dr. Abdul Ghani Muhammad Barakah
(Profesor di Fakultas Bahasa Arab dan Mantan Dekan Fakultas tersebut di Universitas Al-Azhar)
Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu
Artikel Perkembangan Studi Mukjizat Al Quran Sepanjang Zaman ini kami masukkan ke Kategori Ilmu al Quran
وإذا كانت المزية التي توجب تقدم الكلام على غيره، لا تعود إلى شيء مما ذكر، فلا شك أنها تقود إلى النظم وصياغة العبارة، فذلك هو الجانب الوحيد الذي يحتاج إلى الفكر وبذل الجهد
Jika keunggulan yang menjadikan suatu ucapan lebih tinggi dari yang lain tidak berasal dari hal-hal yang disebutkan sebelumnya, maka tidak diragukan lagi bahwa keunggulan itu berujung pada nazhm (penyusunan) dan cara merangkai ungkapan. Sebab, itulah satu-satunya aspek yang membutuhkan pemikiran dan usaha keras.
ثم أننا نعلم أن تفضيل الكلام على غيره، ووصفه بالفصاحة والبلاغة، إنما يعود لأمر أحدثه في الكلام، وشيء كان له جهد فيه، وإذا كان كذلك فينبغي أن ننظر إلى المتكلم، هل يستطيع أن يزيد من عند نفسه شيئاً في اللفظ ليس في اللغة، حتى يجعل من صنيعه مزية يعبر عنها بالفصاحة.
Kita juga mengetahui bahwa keunggulan suatu ucapan atas yang lain, serta sifatnya yang fasih dan baligh, berasal dari sesuatu yang baru dihadirkan dalam ucapan itu, yaitu suatu usaha yang dilakukan oleh pembicara. Jika demikian, kita perlu mempertimbangkan: apakah mungkin pembicara menambahkan sesuatu pada kata-kata di luar yang sudah ada dalam bahasa, sehingga dengan usahanya itu muncul keunggulan yang dapat disebut kefasihan?
إذا نظرنا وجدنا أنه لا يستطيع أن يصنع باللفظ شيئاً أصلاً، ولا أن يحدث فيه وصفاً، كيف وإنه أفسد على نفسه وأبطل أن يكون متكلماً، لأنه لا يكون متكلماً حتى يعمل أوضاع اللغة على ما وضعت عليه
Jika kita menelaah, kita mendapati bahwa hal itu tidak mungkin dilakukan oleh pembicara. Ia tidak dapat menciptakan sesuatu yang baru dalam kata-kata itu, juga tidak dapat memberikan sifat baru padanya. Jika ia mencoba melakukan hal itu, ia akan merusak dirinya sendiri dan menggugurkan kemampuannya sebagai seorang pembicara. Sebab, seorang pembicara hanya bisa berbicara dengan menggunakan aturan-aturan bahasa sebagaimana telah ditetapkan.
فلم يبق للمتكلم شيء ينسب إليه سوى طريقة نظم العبارة، أو صياغة الفكرة في ألفاظ، عن طريق تعليق الكلمات ببعضها البعض، وفق معاني النحو، لتصبح صورة للمعنى في نفسه. وهذا يجيء الدور على بيان مفهوم النظم وماهيته.
Maka, tidak ada lagi hal yang dapat disandarkan kepada pembicara selain cara ia menyusun ungkapannya atau merangkai pikirannya dalam kata-kata, dengan menyambungkan kata-kata tersebut satu sama lain sesuai dengan makna tata bahasa, sehingga menjadi cerminan dari makna yang ada dalam pikirannya.
وجوهر النظم عند عبد القاهر، أن تصاغ العبارة بطريقة تفصح تماماً عما في نفس قائلها، وتكشف عما يريد أن يوصله إلى مخاطبة،
Esensi nazhm menurut Abdul Qahir adalah bahwa ungkapan disusun sedemikian rupa sehingga sepenuhnya menggambarkan makna yang ada dalam pikiran pembicara dan menyampaikan dengan jelas apa yang ingin ia sampaikan kepada pendengarnya.
ولا يتم ذلك إلا إذا كانت عبارته صورة للمعنى القائم في نفسه فالمتكلم في صياغته للعبارة، إنما يقتفي أثر المعنى في نفسه، ويرتب عبارته حسب ترتيب المعنى،
Hal ini hanya dapat dicapai jika ungkapannya benar-benar menjadi cerminan dari makna yang ada dalam dirinya. Maka, dalam merangkai ungkapannya, seorang pembicara mengikuti alur makna yang ada dalam pikirannya, dan menyusun ungkapannya berdasarkan urutan makna tersebut.
فالبليغ صانع، له من صناعته بمقدار ما بذل من جهد في سبيل صناعة أسلوب جميع، وعليه أن يختار أسلوب العرض المناسب، الذي يتضمن من الخواص ما يكون مطابقاً للمعنى القائم في نفسه،
Seorang pembicara yang fasih adalah seorang pengrajin, dan kualitas karyanya tergantung pada sejauh mana usaha yang ia lakukan untuk menyempurnakan gaya ungkapannya. Ia harus memilih gaya penyampaian yang sesuai, yang memiliki ciri-ciri khusus yang mencerminkan makna yang ada dalam dirinya.
بدءاً من اختيار الألفاظ التي هي ألصق بالمعنى من حيث معناها اللغوي، ودلالاتها المتعددة بجرسها وإيحاءاتها التي اكتسبها طوال استعمالها في أذهان مستمعيها،
Pemilihan ini dimulai dari memilih kata-kata yang paling sesuai dengan makna, baik dari segi arti leksikalnya maupun berbagai konotasi yang diperoleh kata-kata tersebut selama penggunaannya di benak para pendengarnya.
ومروراً باختيار الصيغة لمطابقتها بخواصها لدقائق جوانب المعنى وخرافية، وانتهاء بإبراز في الصورة المناسبة لما يقتضيه المقام، ومن هنا كان اختلاف الأدباء في عرض المعاني والتعبير عنها.
Kemudian, ia harus memilih bentuk kata yang sesuai dengan karakteristik makna yang paling halus dan mendalam. Akhirnya, ia harus menghadirkan ungkapan tersebut dalam bentuk yang paling sesuai dengan situasi dan kondisi. Dari sini, muncullah perbedaan antara para sastrawan dalam menyampaikan dan mengekspresikan makna.
ذلك لأن المعنى الواحد تتعاقب عليه الصور، ويصوغه كل أديب في صورة فيها من السمات والخصائص ما يبرر نسبتها إليه دون سواه، وإن كان أصل المعنى أو الغرض العام واحداً في الجميع، وتتفاوت هذه الصور في الجمال بمقدار التوفيق في المآخاة بين المعنى والصورة الدالة عليه.
Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa satu makna dapat disajikan dalam berbagai bentuk, dan setiap sastrawan akan mengekspresikan makna tersebut dalam bentuk yang memiliki ciri khas yang membedakan karyanya dari yang lain. Meski makna atau tujuan umum itu sama, bentuk-bentuk tersebut dapat bervariasi dalam tingkat keindahannya, tergantung pada keberhasilan dalam menyelaraskan antara makna dan bentuk yang menggambarkannya.
Bersambung ke bagian berikutnya in sya Allah
Sumber : Quran-M
Leave a Reply