Sejarah Singkat Imam Ibnu Al Jazari



Sejarah Singkat Imam Ibnu Al Jazari

Tulisan Tangan Imam Ibnu Al Jazari
Tulisan Tangan Imam Ibnu Al Jazari

Sejarah Singkat Imam Ibnu Al Jazari – Imam ibnu Al-Jazari; syaikhul qurra’ dan muhadditsin pada zamannya; ‘Bukhari’ di kalangan qari’; banyak melakukan perjalanan dalam belajar, mengajar, serta menelurkan karya tulis yang mencukupi perbendaharaan ilmu qiro’at; menyebarkan qiro’at dan hadits ke setiap negeri yang didatanginya.

Nama lengkap beliau adalah Abu Al-Khair Syamsuddin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin `Ali bin Yusuf Al-Jazari Asy-Syafi`i. Lahir di Damaskus pada malam Sabtu setelah shalat tarawih tanggal 25 Ramadhan 751H. Ayahnya adalah seorang pedagang shalih yang giat menuntut ilmu, mengagungkan serta bertalaqqi Al-Qur’an. Syaikh Hasan As-Saruji adalah guru Al-Qur’an ayahnya yang sekaligus kelak Ibnu Al-Jazari juga berguru kepada guru dari ayahnya tersebut. Diceritakan bahwa selama empat puluh tahun ayahnya tidak dikaruniai anak, kemudian ketika menunaikan haji memanjatkan do`a saat meminum zamzam agar dikaruniai anak yang `alim. Lebih kurang dalam jangka sembilan bulan (haji bulan Dzulhijjah 750H – Ramadhan 751H), lahirlah Ibnu Al-Jazari sebagai bukti terkabulnya do`a.

Ibnu Al-Jazari berhasil menghafal seluruh Al-Qur’an pada usia 13 tahun kemudian menjadi imam shalat pada usia 14 tahun. Setelah itu beliau melanjutkan belajar ilmu qiro’at kepada beberapa guru di Syam sehingga rampung membaca qiro’at sab`ah pada tahun 768H. Setelah itu, beliau beranjak melakukan perjalanan ilmiah untuk mencari sanad yang tinggi serta menyempurnakan bacaan.

Sampailah di negeri Hijaz pada tahun 768H untuk belajar kepada Imam Madinah (Masjid Nabawi), Syaikh Muhammad bin `Abdullah Al-Khatib. Padanya Ibnu Al-Jazari bertalaqqi qiro’at dengan kitab Al-Kafi dan At-Taisir. Setelah selesai, beliau kembali ke Kota Damaskus untuk meng-update ilmunya di hadapan gurunya. Kemudian beliau berniat pergi lagi ke Andalusia untuk belajar, akan tetapi orangtuanya melarang sehingga Ibnu Al-Jazari hanya berhenti sampai Qahirah (Cairo), Mesir, pada tahun 769H. Disana beliau belajar qiro’at kepada ulama-ulama besar Mesir, diantaranya Abu Bakar Al-Jundi, Muhammad bin Ash-Sha’igh dan `Abdurrahman bin Ahmad Al-Baghdadi. Sesudah menamatkan pelajarannya, Ibnu Al-Jazari kembali pulang ke Damaskus. Selang beberapa lama, beliau pergi ke Mesir pada kali kedua untuk belajar lagi kepada Ibnu Ash-Sha’igh dan Ibnu Al-Baghdadi berdasarkan beberapa kitab qiro’at. Setelah itu beliau kembali pulang ke Damaskus untuk menyempurnakan pelajaran qira’at sab`ah kepada Al-Qadhi Ahmad bin Al-Husain. Pada tahun 778H, Ibnu Al-Jazari pergi ke Mesir untuk yang ketiga kalinya dalam rangka belajar ilmu qira’at kepada `Abdul Wahhab Al-Qarawi di Kota Iskandariah. Setelah mendapatkan ijazah dari para syaikh Mesir, beliau pulang ke Damaskus dengan membawa segudang ilmu.

Selain memperdalam ilmu qira’at, beliau juga mempelajari ilmu hadits, fikih, ushul fikih, ma`ani, bayan, dan disiplin ilmu yang lain kepada masyayikh yang berada di Mesir. Ibnu Al-Jazari juga diberi izin untuk mengeluarkan fatwa oleh beberapa orang syaikh, diantaranya oleh Syaikhul Islam Al-Mufassir Ibnu Katsir (774H). Di Kota Damaskus beliau mengajarkan Al-Qur’an di bawah kubah Nasr Masjid Jami` Umawi selama beberapa tahun. Tempat di bawah kubah Nasr adalah majelis mulia yang mana hanya ulama berkaliber saja yang ‘layak’ mengajar di tempat itu. Ibnu Al-Jazari juga menjadi guru di beberapa madrasah Al-Qur’an dan hadits sebagai penerus ulama-ulama sebelumnya. Beliau pun menggagas dibangunnya Darul Qur’an di Damaskus.

Fase kedua dari perjalanan Ibnu Al-Jazari adalah rihlah untuk mengajarkan ilmu. Tahun 788H beliau pergi lagi ke Mesir, menuju Kota Iskandariah pada 798H, disambung menuju negeri Rum (Turki). Latar belakang berlabunya ke Turki diawali ketika Ibnu Al-Jazari berhaji dan bertemu seorang jama`ah. Ia bercerita kepada beliau, bahwa di negeri Turki tepatnya di Kota Bursah, terdapat beberapa pelajar yang sangat ingin belajar kepada Ibnu Al-Jazari akan tetapi mereka tidak memiliki biaya untuk melakukan perjalanan mendatangi tempat Ibnu Al-Jazari berada. Mendengar cerita itu, Ibnu Al-Jazari segera meniatkan untuk datang ke Bursah. Dalam perjalanannya, beliau singgah di Antakya. Di lain pihak, salah seorang pelajar dari Bursah tadi nekat, tanpa bekal biaya, ber-safar untuk menemui dan belajar ke tempat Ibnu Al-Jazari (sepengetahuan si pelajar, Ibnu Al-Jazari masih di Hijaz). Dalam perjalanannya si pelajar pun singgah di Antakya. Suatu malam, si pelajar yang hendak menginap di masjid, dihampiri oleh seorang penduduk yang menawarkan untuk bermalam di rumahnya. Ketika berbincang-bincang, penduduk tersebut bercerita bahwa seorang ulama besar bernama Muhammad ibnu Al-Jazari sedang berada di Antakya. Mendengar hal itu, si pelajar serta-merta terkejut dan malam itu juga segera mendatangi rumah tempat Ibnu Al-Jazari singgah. Setelah mengutarakan niatnya, dipertemukan atas takdir Allah, si pelajar kemudian belajar Al-Qur’an pada Ibnu Al-Jazari selama di Antakya hingga khatam. Setelah itu Ibnu Al-Jazari melanjutkan perjalanan ke Bursah untuk mengajari pelajar-pelajar lainnya.

Sesampainya di Kota Bursah, sultan kerajaan `Utsmani bernama Bayazid menyambut beliau dan menyediakan segala fasilitas untuk pengajaran Al-Qur’an. Selama tujuh tahun menetap, banyak murid datang untuk belajar kepada beliau. Di kota itulah Ibnu Al-Jazari menyusun karya di bidang ilmu qira’at, dan yang paling fenomenal adalah judul An-Nasyr fi Al-Qira’at Al-`Asyr. Kitab tersebut mengumpulkan kaidah sepuluh qiro’at beserta seribu jalur periwayatannya dengan kualitas sanad seperti kriteria yang diterapkan Imam Al-Bukhari dalam menyusun kitab Jami`ush Shahih. Karya Ibnu Al-Jazari tersebut merupakan rujukan utama para ahli qiro’at dan ditahbiskan sebagai kitab qiro’at paling valid hingga sekarang.

Pasca wafatnya Sultan Bayazid, kekuasaan beralih ke Taymur Lank (penakluk dari Mongol Muslim), pada 805H Ibnu Al-Jazari didatangkan ke Samarkand (tetap dimuliakan sebagai ulama), lalu ke Khurasan pada tahun 807H, kemudian menetap di Isfahan sampai bulan Ramadhan 808H. Kemudian beliau datang ke Syiraz untuk mengajarkan qiro’at. Beliau dipaksa oleh penguasa Syiraz untuk menduduki jabatan sebagai qadhi di daerah tersebut. Selama empat belas tahun beliau menetap disana dan juga menggagas pembangunan Darul Qur’an. Pada 821H, Ibnu Al-Jazari pergi menuju Iraq ke Kota Bashrah dimana beliau juga mengajarkan qiro’at. Begitu selesai urusan disana, Ibnu Al-Jazari bersama seorang muridnya meninggalkan Bashrah menuju Madinah dan singgah di sebuah tempat bernama `Unaizah. Ketika melanjutkan perjalanan tidak jauh meninggalkan daerah tersebut, orang-orang Arab badui menyandera mereka berdua. Namun Allah menyelamatkan keduanya, sehingga mereka dilepaskan tanpa bekal dan kembali ke daerah `Unaizah untuk berlindung. Di tempat itulah beliau menggubah nazham Ad-Durrah Al-Mudhiyyah fil Qiro’at Ats-Tsalats. Kejadian itu beliau tulis pada akhir bait kitab tersebut:

غَرِيْبَةُ أَوْطَانٍ بِنَجْدٍ نَظَمْتُهَا …

Terasing di sebuah negeri Nejad, kutulis nazham ini…

Di Kota `Unaizah itulah salah seorang qadhi’ memulai membaca qiro’at pada Ibnu Al-Jazari dan meneruskan belajar sembari menempuh perjalanan hingga selesai sesampainya mereka di Madinah. Beberapa waktu kemudian, Ibnu Al-Jazari menunaikan ibadah haji dan akhirnya tinggal di Haramain untuk mengajar. Usai tahun 826H, beliau datang kembali ke Qahirah, Mesir. Disanalah beliau bertemu dengan seorang puteranya setelah dua puluh tahun berpisah. Saat musim haji tiba, beliau datang ke Makkah dan tinggal selama sebulan. Kemudian beliau pergi mengajar ke Yaman. Ketika datang lagi musim haji, beliau pergi ke Makkah bersama puteranya. Pada Jumadil Akhir 829H mereka bermaksud pulang ke Damaskus, dan disana mereka berpisah; sang putera melanjutkan ke negeri Turki sedangkan Ibnu Al-Jazari menuju Syiraz untuk meneruskan pengajaran. Beliau menetap di Syiraz dan tidak lagi melakukan perjalanan sampai akhirnya wafat di kota tersebut pada Hari Jum’at siang Bulan Rabi`ul Awal 833H pada usia 82 tahun. Jenazah beliau dimakamkan di komplek madrasah Darul Qur’an yang beliau dirikan.

Referensi:
1. Muhammad Muthi` Al-Haqith, Syakhul Qurra’ Al-Imam ibnu Al-Jazari
2. Khairuddin Al-Zirkili, Al-A`lam li Asyhar Ar-Rijal wa An-Nisa min Al-`Arab wa Al-Musta`ribin wa Al-Musytasyriqin
3. Muhammad bin Al-Jazari, Ghayatun Nihayah fi Thabaqatil Qurra’
4. Asy-Syaukani, Al-Badr Ath-Thali` bi Mahasin Man Ba`d Al-Qarn As-Sabi`



Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.