Mengikuti Empat Madzhab dan Hukum Menyelisihinya (4)



Mengikuti Empat Madzhab dan Hukum Menyelisihinya (Bagian 4)

Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu

Artikel Mengikuti Empat Madzhab dan Hukum Menyelisihinya ini masuk ke Kategori Tanya Jawab dan Fatwa Dar Ifta Mesir

Seluruh Serial Mengikuti Empat Madzhab dan Hukum Menyelisihinya dapat dibaca di Link Ini

Perbedaan Antara Para Mujtahid adalah Rahmat Allah Ta’ala

ويعتبر اختلاف المجتهدين رحمة من الله تعالى بالعباد وتوسعة عليهم حتى لا يقعوا في الحرج بالتزام مذهب واحد في كل الأمور، ولهذا يسع العوام الأخذ بالرأي الأيسر ليدفع عنهم المشقة والحرج ويحقق لهم المصالح الراجحة،

Perbedaan di antara para mujtahid dianggap sebagai rahmat dari Allah Ta’ala bagi hamba-hamba-Nya dan kemudahan bagi mereka, agar mereka tidak terjebak dalam kesulitan dengan mengikuti satu madzhab saja dalam semua hal. Oleh karena itu, orang awam diizinkan untuk mengikuti pendapat yang lebih ringan guna menghindari kesulitan dan mencapai manfaat yang lebih besar.

قال العلامة ابن رسلان في منظومته صفوة الزبد في الفقه الشافعي:

Al ‘Allamah Ibnu Ruslan berkata dalam nazhamnya “Shafwatuz Zubad” dalam fiqh Syafi’i:

والشافعي ومالك والنعمان       وأحمد بن حنبل وسفيان

 وغيرهم من سائر الأئمة      على هدى والاختلاف رحمة

Syafi’i, Malik, An-Nu’man, Ahmad bin Hanbal dan Sufyan

Dan selain mereka dari kalangan imam lainnya. Mereka semua berada di atas petunjuk, dan perbedaan itu adalah rahmat.

وفي شرح غاية البيان شرح زبد ابن رسلان يقول العلامة الرملي «ص٢٠ – ٢١، ط. دار الكتب العلمية]: 

Dalam syarah “Ghayah Al Bayan” terhadap “Zubad Ibnu Ruslan”, Al-‘Allamah Ar-Ramli berkata [hal. 20-21, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah] :

(وغيرهم من سائر الأئمة) كابن عيينة والليث بن سعد والأوزاعي وإسحاق بن راهويه وداود الظاهري (على هدى) من ربهم في العقائد وغيرها…

(Dan selain mereka dari kalangan imam lainnya), seperti Ibnu ‘Uyainah, Al-Laits bin Sa’d, Al Auza’i, Ishaq bin Rahawaih, dan Dawud Az Zhahiri (berada di atas petunjuk) dari Tuhan mereka dalam akidah dan lainnya…

(والاختلاف) بينهم فيما طريقه الاجتهاد (رحمة)؛ لقوله صلى الله عليه وسلم:

(Dan perbedaan) di antara mereka dalam hal yang menjadi bidang ijtihad (adalah rahmat); berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam :

اختلاف أصحابي رحمة

‘Perbedaan di antara shahabatku adalah rahmat,’ 1

والمراد بهم المجتهدون، وقيس بهم غيرهم فلو اختلف جواب مجتهدين متساويين فالأصح أن للمقلد أن يتخير فيعمل بقول من شاء منهما اهـ.

dan yang dimaksud dengan mereka adalah para mujtahid, serta orang-orang yang serupa dengan mereka dapat di-qiyas-kan. Jadi, jika dua mujtahid yang setara memberikan jawaban yang berbeda, maka orang awam boleh memilih dan mengikuti salah satu dari mereka. Demikianlah menurut pendapat yang lebih kuat.

— Selesai Kutipan Syarh Ghayah al Bayan —

وفي مطالب أولي النهى في شرح غاية المنتهى [٥/ ٣١٦، ط. المكتب الإسلامي] :

Dalam “Mathalib Ulin Nuha” syarah “Ghayat Al Muntaha” [5/316, Dar Al-Maktab Al-Islami] dikatakan :

(وفي واضح ابن عقيل: يستحب إعلام) المفتي (المستفتي) أي: طالب الفتيا (بمذهب غيره) أي: غير المفتي (إن كان) المستفتي (أهلا للرخصة كطالب التخلص من) الوقوع في (الربا) ولم يجد له وجها في مذهبه (فيدله على من يرى التحيل للخلاص منه) أي: الربا (والخلع) فيفتيه ذلك الغير بصحة الخلع (وعدم وقوع الطلاق) لئلا يضطر فيقع في المحظور المنهي عنه؛

(Dan dalam ‘Wadhih Ibn Aqil’ dianjurkan bagi mufti (pemberi fatwa) untuk (memberitahukan) kepada orang yang meminta fatwa (tentang madzhab lain) selain madzhab yang dipegang oleh muftinya. Jika orang yang meminta fatwa itu layak untuk menerima dispensasi, seperti seseorang yang mencari cara untuk menghindari jatuh dalam riba dan tidak menemukan cara untuk melakukan hal tersebut dalam madzhabnya, maka ia diarahkan kepada madzhab yang membolehkan cara tertentu untuk menghindari riba dan perceraian (khul’) dan tidak jatuhnya talak, sehingga ia tidak terjerumus dalam hal yang dilarang.”

إذ لا يجب على الإنسان التزام مذهب بعينه بحيث إنه يعتقد صوابه وخطأ غيره، وإلا لضاق الأمر على الناس، والله سبحانه وتعالى لم يكلف عباده ما لا يطيقونه، وإنما جعل اختلاف المذاهب رحمة لهذه الأمة

Seseorang tidak diwajibkan untuk mengikuti satu madzhab tertentu dengan keyakinan bahwa madzhab tersebut selalu benar dan yang lainnya salah. Jika demikian, maka hal itu akan menyulitkan banyak orang, sedangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak membebani hamba-Nya dengan sesuatu yang di luar kemampuan mereka. Sebaliknya, Allah menjadikan perbedaan madzhab sebagai rahmat bagi umat ini.

(و) مما يؤيد ذلك ما نقله القاضي أبو الحسين في فروعه أن أناسا (جاءوا) الإمام (أحمد بفتوى) سألوه عنها (فلم تكن على مذهبه، فقال: عليكم بحلقة المدنيين)

Salah satu yang mendukung pendapat ini adalah riwayat dari Qadhi Abu al Husain dalam kitabnya “al-Furu’,” yang menyebutkan ada sekelompok orang datang kepada Imam Ahmad meminta fatwa tentang suatu masalah yang tidak sesuai dengan madzhabnya. Lalu, beliau berkata: “Pergilah kalian ke halaqah para ulama Madinah.”

ففي هذا دليل على أن المفتي إذا جاءه المستفتي، ولم يكن عنده رخصة يدل على مذهب له فيه رخصة اهـ.

Ini menunjukkan bahwa jika seorang mufti didatangi oleh orang yang meminta fatwa dan ia tidak memiliki pandangan yang lebih ringan, maka ia dapat mengarahkan mereka ke mazhab lain yang memiliki kelonggaran dalam masalah tersebut.

— Selesai Kutipan dari Mathalib Ulin Nuhaa —

Pembatasan Fatwa Pada Empat Madzhab

وقد قيل بحصر جواز الإفتاء والقضاء -دون عمل النفس- في دائرة المذاهب الأربعة، لانتشارها وثقة عامة الناس فيها؛ 

Dikatakan bahwa pemberian fatwa dan keputusan (hakim) dibatasi pada empat mazhab, karena keempatnya telah dikenal luas dan dipercaya oleh orang banyak.

لما حظيت به دون غيرها من انضباط قواعدها وتحرير أصولها وتضافر الجهود على خدمتها والاعتناء بتحقيق وتوثيق كتب كل مذهب منها وتراجم علمائه وطبقاتهم ومراتبهم وبيان المعتمد فيه

Juga Karena madzhab-madzhab ini telah mendapatkan perhatian khusus dibandingkan yang lainnya dalam hal penataan kaidah, penyusunan prinsip-prinsipnya, dan usaha bersama dalam merawatnya, melalui verifikasi dan pendataan kitab-kitab setiap madzhab, juga biografi ulama madzhab, tingkatan mereka, serta penjelasan pendapat-pendapat yang mu’tamad padanya.

ونقل ذلك بالتواتر أو ما يقرب منه جيلا من بعد جيل، قال بعضهم كما هو منقول في حاشية قليوبي وعميرة على شرح المحلي للمنهاج [١/ ١٤، ط. دار إحياء الكتب العربية]:

Hal tersebut dilakukan secara mutawatir dengan teliti dari generasi ke generasi. Seperti yang dikatakan dalam catatan Hasyiah Qalyubi dan Umairah pada penjelasan al Minhaj oleh al Mahalli ” [1/14, Dar Ihya’ Al-Kutub Al Arabiyah] :

وجاز تقليد لغير الأربعة      في حق نفسه ففي هذا سعة

لا في قضاء مع إفتاء ذكر   هذا عن السبكي الإمام المشتهر

“Diperbolehkan untuk mengikuti selain dari empat mazhab dalam urusan pribadi, karena di dalamnya terdapat kelonggaran
namun tidak dalam hal hukum atau fatwa, ini dinyatakan oleh as Subki, Imam yang Masyhur

قال العلامة ابن حجر الهيتمي في الفتاوى الكبرى [٤/ ٣٢٥ – ٣٢٦، ط. المكتبة الإسلامية] :

Menurut ulama Ibn Hajar al Haytami dalam “Fatwa Kubro” [4/325-326] :

«الذي تحرر: أن تقليد غير الأئمة الأربعة رضي الله تعالى عنهم لا يجوز في الإفتاء ولا في القضاء، وأما في عمل الإنسان لنفسه فيجوز تقليده لغير الأربعة ممن يجوز تقليده لا كالشيعة وبعض الظاهرية،

mengikuti fatwa dari madzhab selain empat mazhab utama (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali) tidak diperbolehkan untuk urusan fatwa dan hukum. Namun, jika seseorang mengikuti madzhab selain empat madzhab utama untuk keperluan pribadi, itu diperbolehkan, asalkan madzhab tersebut adalah madzhab yang diterima dan bukan madzhab yang tidak diakui, seperti Syiah atau beberapa kelompok Zhahiri.

ويشترط معرفته بمذهب المقلد بنقل العدل عن مثله وتفاصيل تلك المسألة أو المسائل المقلد فيها وما يتعلق بها على مذهب ذلك المقلَّد،

Syaratnya adalah bahwa seseorang harus memahami madzhab yang diikuti dengan baik, melalui rujukan dari sumber-sumber yang terpercaya, serta mengetahui rincian masalah yang dihadapi sesuai dengan madzhab tersebut.

وعدم التلفيق لو أراد أن يضم إليها أو إلى بعضها تقليد غير ذلك الإمام…. ولا يشترط موافقة اجتهاد ذلك المقلد لأحد المذاهب الأربعة، ولا نقل مذهبه تواترا كما أشرت إليه، ولا تدوين مذهبه على استقلاله، بل يكفي أخذه من كتب المخالفين الموثوق بها المعول عليها» اهـ.

Selain itu, seseorang tidak diperbolehkan mencampuradukkan ajaran dari beberapa madzhab dalam satu masalah. Madzhab yang diikuti tidak harus salah satu dari empat mazhab utama. Juga tidak harus mengikuti ajaran madzhab tersebut secara turun-temurun atau berdasarkan dokumen resmi, melainkan cukup dengan merujuk pada buku-buku yang sudah terverifikasi dalam madzhab tersebut.

والذي نراه أن الحصر والتقييد بالمذاهب الأربعة في الإفتاء والقضاء ليس على إطلاقه في كل عصر ولا في كل ظرف، وإنما يخضع هذا الأمر لإذن ولي الأمر وللعرف ولما يتراضى عليه الناس حكما بينهم ومرجعا لقضاياهم الدينية ومشكلاتهم الحياتية،

Menurut pandangan kami, pembatasan dan penekanan pada empat mazhab utama dalam hal fatwa dan hukum tidak selalu berlaku dalam setiap zaman atau situasi. Hal ini tergantung pada izin dari otoritas yang berwenang, kebiasaan yang berlaku, serta kesepakatan di kalangan masyarakat mengenai aturan dan rujukan dalam masalah agama dan kehidupan sehari-hari mereka.

فالأصل أن كل مجتهد يجوز تقليده سواء كان من الصحابة الكرام أو التابعين أو الأئمة الأربعة أو غيرهم، شريطة أن يتلقى عنه المقلد معرفة أحكام الشريعة بالسماع المباشر أو من خلال نقل الثقات الضابطين عنه.

Pada dasarnya, setiap mujtahid (ahli ijtihad) boleh diikuti, baik itu dari kalangan shahabat, tabi’in, empat madzhab utama, atau selain mereka, dengan syarat bahwa pengikut harus mendapatkan pemahaman tentang hukum syariah melalui pendengaran langsung atau dari sumber yang terpercaya dan dapat diandalkan.

والظاهر -والله تعالى أعلى وأعلم- أن حاجة الناس لانضباط أمر القضاء وسد أبواب التلاعب واستمالة القاضي لاختيار مذهب ما يحقق مصلحة أحد أطراف النزاع كانت هي الدافع الأساسي لأن يشترط على القاضي غير المجتهد التزام مذهب معين من المذاهب الأربعة المتبوعة الموثوق فيها دون غيرها من سائر مذاهب المجتهدين التي هجرها أتباعها،

Yang nampak adalah – Allahu A’lam – adanya kebutuhan masyarakat akan penegakan hukum yang konsisten, upaya untuk menutup celah penyalahgunaan, serta dalam rangka menghindari hal-hal yang mungkin mempengaruhi keputusan hakim dalam memilih madzhab yang menguntungkan salah satu pihak dalam sengketa, merupakan alasan utama mengapa hakim yang tidak memiliki kualifikasi untuk berijitihad diwajibkan untuk mengikuti madzhab tertentu dari empat mazhab yang diterima dan terpercaya, dan bukan madzhab lainnya yang telah ditinggalkan oleh pengikutnya.

وإلا فلو فتح الباب على مصراعيه للانتقاء العشوائي من كل رأي رآه إمام مجتهد لتطرقت الشكوك والاتهامات إلى حكم القاضي، ولما حسمت النزاعات ولا استقر أمر الناس، فكانت المذاهب الأربعة المرتضاة من جماهير المسلمين هي الفيصل الحاسم لكل خصومة.

Jika pintu dibuka lebar untuk memilih secara acak dari setiap pendapat yang dipegang oleh seorang imam mujtahid, maka akan muncul keraguan dan tuduhan terhadap keputusan hakim. Hal ini bisa mengakibatkan ketidakpastian dalam penyelesaian sengketa dan  memicu ketidakstabilan dalam masyarakat. Oleh karena itu, empat madzhab yang diterima secara luas oleh umat Islam menjadi penentu utama dalam setiap sengketa.

وكذلك أمر الإفتاء لما كان يتعلق بالشأن العام وما يعرض لمجموع الأمة وكان مطلب عامة الناس الأخذ في دينهم بمذاهب العلماء المحررة والمخدومة والتي تحظى باهتمام العلماء وطلاب العلم، كانت المذاهب الأربعة هي أقرب مصداق لتحقيق هذا المطلب، 

Begitu juga dalam hal fatwa, karena berhubungan dengan urusan umum dan kepentingan seluruh umat, serta permintaan masyarakat untuk mengikuti madzhab-madzhab yang sudah mapan dan mendapat perhatian dari para ulama dan pelajar, maka empat mazhab tersebut merupakan pilihan utama untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

فقد أنشئت لها المدارس ودونت لها الكتب في الفروع والأصول والقواعد والتراجم والطبقات،

Madzhab-madzhab ini telah memiliki sekolah-sekolah khusus dan beragam kitab yang mendokumentasikan berbagai aspek fiqh, ushul, kaidah-kaidah, biografi ulama, dan tingkatan mereka.

وشارك أتباعها في مختلف العلوم الإسلامية وتصدروا لتعليم الناس وتفقيههم في الدين، فكانت بجدارة مصدر ثقة في الدين والإفتاء والقضاء، وفي الشأن العام والشأن الخاص.

Para pengikutnya juga aktif dalam berbagai bidang ilmu Islam dan menjadi pemimpin dalam mengajarkan serta menjelaskan agama kepada masyarakat. Dengan demikian, madzhab-madzhab ini secara sah menjadi sumber terpercaya dalam agama, fatwa, dan pengadilan, baik dalam urusan umum maupun pribadi.

Bersambung ke bagian berikutnya in sya Allah

Sumber : Dar al Ifta al Mishriyah

Catatan Kaki

  1. الراوي:عبدالله بن عباس المحدث:العراقي المصدر:تخريج الإحياء للعراقي الجزء أو الصفحة:1/47 حكم المحدث:إسناده ضعيف


Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.