Larangan Berlebihan Saat Makan (3)



Larangan Berlebihan Saat Makan (Bagian Ketiga)

Alih Bahasa dan Kompilasi : Reza Ervani bin Asmanu

Artikel Larangan Berlebihan Saat Makan ini Masuk dalam Kategori Akhlaq

Semua Artikel dalam Serial ini dapat dibaca di link berikut ini

رابعا :

Keempat :

أما الأحاديث المذكورة في السؤال فلم يصح منها شيء :

Adapun hadits-hadits yang disebutkan dalam pertanyaan, tidak ada satupun yang shahih.

الحديث الأول :

Hadits pertama :

قالت عائشة رضي الله عنها :

Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata

إن أول بلاء حدث في هذه الأمة بعد قضاء نبيها صلى الله عليه وسلم : الشبع ، فإن القوم لما شبعت بطونهم سمنت أبدانهم، فتصعبت قلوبهم ، وجمحت شهواتهم

“Sesungguhnya awal malapetaka yang menimpa umat ini setelah wafatnya Nabi mereka adalah kekenyangan. Ketika suatu kaum kenyang, tubuh mereka menjadi gemuk, hati mereka menjadi keras, dan syahwat mereka meluap”

رواه البخاري في “الضعفاء” – كما عزاه إليه الذهبي في “ميزان الاعتدال” (٣/٣٣٥)

Hadits ini diriwayatkan oleh al Bukhari dalam kitab adh Dhu’afaa – sebagaimana dinisbatkan oleh adz Dzahabi dalam Mizan al I’tidal (3/335)

ورواه ابن أبي الدنيا في “الجوع” (رقم/٢٢) من طريق غسان بن عبيد الأزدي الموصلي ، قال : 

Juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi ad Dunya dalam kitab al Ju’ (Hadits Nomor .22) dari jalur Ghassan bin Ubaid al Azdi al Mausuli, yang berkata :

حدثنا حمزة البصري ، عن هشام بن عروة ، عن أبيه ، عن عائشة به .

“Kami diceritakan oleh Hamzah al Basri, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah dengan sanad ini.”

قلت : وهذا السند ضعيف جدا بسبب غسان بن عبيد ، جاء في ترجمته في “لسان الميزان” (٤/٤١٨) : ” قال أحمد بن حنبل : كتبنا عنه ، قدم علينا ههنا ثم حرقت حديثه . 

Ibnu Abi ad Dunya berkata: “Sanad ini sangat lemah karena adanya Ghassan bin Ubaid. Dalam biografinya di kitab Lisan al Mizan (4/418) disebutkan : “Ahmad bin Hanbal berkata: Kami menulis hadits darinya, ia datang kepada kami di sini, lalu haditsnya terbakar”

قال ابن عدي : الضعف على حديثه بين . – وفي رواية عن يحيى بن معين – ضعيف …- ثم عد حديث عائشة الذي معنا من مناكيره – ” انتهى بتصرف .

Ibnu ‘Adi berkata: ‘Kelemahan dalam haditsnya sangat jelas.’ — Dalam riwayat dari Yahya bin Ma’in — ia berkata: “Dha’if” – Kemudian ia menyebutkan bahwa hadis ‘Aisyah yang kita miliki termasuk salah satu hadits yang diingkari dari Ghassan bin Ubaid.’

— Selesai kutipan dengan beberapa penyesuaian —

ولذلك قال الشيخ الألباني في “ضعيف الترغيب” (١٢٣٩) : ” منكر موقوف ” انتهى .

Oleh karena itu, Syaikh al Albani dalam Dha’ifut Targhib (Hadits Nomor 1239) mengatakan: “Hadits ini mungkar dan mauquf.”

تنبيه : جاء في السؤال نسبة هذا الحديث إلى البخاري ، وهذا خطأ كبير ؛ لأن إطلاق القول بـ : ” رواه البخاري ” ، ينصرف عادة إلى الصحيح ، والبخاري له كتب أخرى كثيرة ، يروي فيها الأحاديث بأسانيده ، ولا يشترط فيها الصحة.

Catatan : Dalam pertanyaan disebutkan bahwa hadits ini dinisbatkan kepada al Bukhari, dan ini adalah kesalahan besar. Karena pernyataan “diriwayatkan oleh al Bukhari” biasanya mengacu pada Kitab Shahih al Bukhari, padahal al Bukhari memiliki banyak kitab lain di mana beliau meriwayatkan hadits-hadits dengan sanadnya, namun tidak mensyaratkan keshahihannya.

منها كتاب “الضعفاء الصغير” وهو مطبوع ، وله كتاب “الضعفاء الكبير” : ذكره ابن النديم وبروكلمان في “تاريخ الأدب” (ص/٦٥) وأنه ما زال مخطوطا في مكتبة “بتنة” في الهند ؛

Di antaranya adalah kitab adh Dhu’afa ash Shaghir yang sudah dicetak, dan juga kitab adh Dhu’afa al Kabir, yang disebutkan oleh Ibn an Nadim dan Brockelmann dalam Tarikh al Adab (hal. 65) bahwa kitab tersebut masih dalam bentuk manuskrip di perpustakaan Batna di India.

فإذا قدر أن البخاري روى حديثا في شيء من كتبه ، سوى الصحيح الذي هو أعظم دواوين الإسلام ، فينبغي أن يبين عند نسبة الحديث : رواه البخاري في التاريخ ، أو : في الضفعاء ، أو في الأدب المفرد .. ، مثلا ، ثم يبحث في سند الحديث : هل هو صحيح أو لا ، كما هو الحال في الكتب الأخرى .

Jadi, jika ditemukan bahwa al Bukhari meriwayatkan sebuah hadits di salah satu kitabnya selain Kitab Shahih, yang merupakan salah satu kitab terpenting dalam Islam, maka harus dijelaskan di mana hadits itu diriwayatkan, seperti misalnya dalam at Tarikh atau dalam adh Dhu’afa, atau dalam al Adab al Mufrad, kemudian sanad hadits tersebut harus diteliti apakah shahih atau tidak, sebagaimana yang dilakukan dalam kitab-kitab lainnya.

وحديث عائشة هذا لعله في “الضعفاء الكبير” ، فقد بحثنا عنه في “الصغير” فلم أجده ، كما أن الضعفاء الصغير نادرا ما يذكر فيه الأحاديث والأسانيد . والله أعلم .

Hadits Aisyah ini mungkin ada dalam adh Dhu’afa al Kabir, karena kami tidak menemukannya di ash Shaghir, dan adh Dhu’afa ash Shaghir jarang menyebutkan hadits-hadits dan sanadnya. Wallahu a’lam.

الحديث الثاني :

Hadits Kedua

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda :

( إِنَّ مِنْ السَّرَفِ أَنْ تَأْكُلَ كُلَّ مَا اشْتَهَيْتَ )

“Sesungguhnya termasuk pemborosan adalah memakan segala sesuatu yang kamu inginkan.”

رواه ابن ماجه (٣٣٥٢) وأبو يعلى في “المسند” (٥/١٥٤) وأبو نعيم في “الحلية” (١٠/٢١٣) والبيهقي في “شعب الإيمان” (٥/٤٦) وغيرهم من طرق عن بقية بن الوليد

Hadits ini Diriwayatkan oleh Ibn Majah (no. 3352), Abu Ya’la dalam al Musnad (5/154), Abu Nu’aim dalam Hilyatul Awliya’ (10/213), al Baihaqi dalam Syu’abul Iman (5/46), dan yang lainnya dari berbagai jalur dari Baqiyah bin al Walid, yang berkata :

حدثنا يوسف بن أبي كثير عن نوح بن ذكوان عن الحسن عن أنس مرفوعا .

“Diceritakan kepada kami oleh Yusuf bin Abi Katsir dari Nuh bin Zakwan dari al Hasan dari Anas dengan sanad marfu’.”

وهذا السند ضعيف جدا ، فيه عدة علل ، منها :

Sanad ini sangat lemah, padanya ada beberapa kecacatan, di antaranya :

١- يوسف بن أبي كثير : قال عنه ابن حجر في “تهذيب التهذيب” (١١/٤٢١) : ” أحد شيوخ بقية الذين لا يعرفون ” انتهى .

Pertama, Yusuf bin Abi Katsir: Ibn Hajar berkata dalam Tahdzibut Tahdzib (11/421) : “Salah satu dari para syaikh Baqiyah yang tidak dikenal.”

2- نوح بن ذكوان : منكر الحديث : 

Kedua, Nuh bin Zakwan: Mungkar haditsnya.

جاء في ترجمته في “تهذيب التهذيب” (١٠/٤٨٤) :

Dalam Tahdzibut Tahdzib (10/484) disebutkan :

قال ابن عدي : أحاديثه غير محفوظة . 

“Ibn Adi berkata: ‘Hadits-haditsnya tidak terjaga.’ I

وقال ابن حبان : منكر الحديث جدا ، يجب التنكب عن حديثه

bn Hibban berkata: ‘Mungkar haditsnya sangat parah, wajib menjauhi haditsnya.’

وقال أبو نعيم : روى عن الحسن المعضلات ، وله صحيفة عن الحسن عن أنس : لا شىء ” انتهى باختصار.

Abu Nu’aim berkata: ‘Dia meriwayatkan dari al Hasan hadits-hadits yang bermasalah, dan memiliki shahifah dari al Hasan dari Anas yang tidak bisa diterima.'”

ولذلك ضعف الحديث غير واحد من أهل العلم : ابن حبان في “المجروحين” (٣/٤٧) ، وابن عدي في “الكامل” (٨/٢٩٩) ، وابن الجوزي في “الموضوعات” (٣/١٨٢) ، والبوصيري في “مصباح الزجاجة” (٢/١٨٨) والسخاوي في “المقاصد الحسنة” (٥١٥) ، وقال الشيخ الألباني في “السلسلة الضعيفة” (رقم/٢٤١) : موضوع .

Oleh karena itu, hadits ini dilemahkan oleh beberapa ulama, di antaranya Ibnu Hibban dalam al Majruhin (3/47), Ibnu Adi dalam al Kamil (8/299), Ibnu al Jauzi dalam al-Maudhu’at (3/182), al Busiri dalam Misbah az Zujajah (2/188), dan as Sakhawi dalam al Maqasid al Hasanah (no. 515). Syaikh al Albani juga menyatakan dalam Silsilah ad Dha’ifah (no. 241) bahwa hadits ini adalah maudhu’

وفيما سبق من الأحاديث الصحيحة غنى عن هذين الحديثين الضعيفين ، ومن أراد التوسع في هذا الموضوع فليرجع إلى كتاب : ” الجوع ” لابن أبي الدنيا ، و “مختصر منهاج القاصدين ” لابن قدامة ، “زاد المعاد” لابن القيم ، و “شرح رياض الصالحين” للشيخ ابن عثيمين .

Dengan hadits-hadits yang shahih sebelumnya, sudah cukup untuk meninggalkan kedua hadits lemah ini. Bagi yang ingin memperdalam masalah ini, silakan merujuk ke kitab al Ju’ dari Ibnu Abi ad Dunya, Mukhtashar Minhaj al Qashidin oleh Ibnu Qudamah, Zadul Ma’ad oleh Ibnul Qayyim, dan Syarh Riyadhush Shalihin oleh Syaikh Ibn Utsaimin.

— Alhamdulillah selesai rangkaian tiga serial tulisan —

والله أعلم .



Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.