جلسة الاستراحة بين السنة والحاجة
Duduk Istirahat antara Sunnah dan Kebutuhan (Bagian Kedua)
Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu
Artikel Duduk Istirahat antara Sunnah dan Kebutuhan ini masuk dalam Kategori Tanya Jawab
والجواب عن حديث المسيء صلاته: أن النبي إنما علمه الواجبات دون المسنونات, وهذا معلوم سبق ذكره مرات,
Jawaban terhadap hadits tentang orang yang shalatnya keliru (Hadits al-Musi’ fi Shalatihi): Nabi ﷺ hanya mengajarkan hal-hal yang wajib tanpa menyebutkan sunnah-sunnahnya. Hal ini sudah diketahui dan telah disebutkan berkali-kali sebelumnya.
وأما حديث وائل فلو صح وجب حمله على موافقة غيره في إثبات جلسة الاستراحة ; لأنه ليس فيه تصريح بتركها, ولو كان صريحا لكان حديث مالك بن الحويرث وأبي حميد وأصحابه مقدما عليه لوجهين .
Adapun hadits Wa’il bin Hujr, seandainya hadits tersebut shahih, maka harus dipahami bahwa hadits itu sejalan dengan hadits lain yang menetapkan adanya duduk istirahat. Karena dalam hadits tersebut tidak ada pernyataan tegas yang menunjukkan bahwa Nabi ﷺ meninggalkan duduk istirahat. Jika memang hadits tersebut secara eksplisit menunjukkan hal itu, maka hadits Malik bin al-Huwairits, Abu Hamid, dan hadits para sahabat lainnya lebih diutamakan atasnya karena dua alasan:
( أحدهما ): صحة أسانيدها ،
Pertama, Sanad hadits-hadits tersebut lebih shahih.
والثاني: كثرة رواتها,
Kedua, Jumlah perawi hadits-hadits tersebut lebih banyak.
ويحتمل حديث وائل أن يكون رأى النبي صلى الله عليه وسلم في وقت أو أوقات تبيينا للجواز , وواظب على ما رواه الأكثرون ,
Hadis Wa’il juga mungkin menunjukkan bahwa Nabi ﷺ pernah melakukan shalat pada suatu waktu atau dalam keadaan tertentu sebagai penjelasan akan kebolehan (tidak melakukannya), namun kebiasaan beliau yang diikuti mayoritas perawi adalah tetap melakukan duduk istirahat.
ويؤيد هذا: أن النبي صلى الله عليه وسلم قال لمالك بن الحويرث بعد أن قام يصلي معه ويتحفظ العلم منه عشرين يوما , وأراد الانصراف من عنده إلى أهله:
Hal ini diperkuat oleh sabda Nabi ﷺ kepada Malik bin al-Huwairits, setelah Malik shalat bersama beliau dan mempelajari ilmunya selama dua puluh hari. Ketika Malik ingin kembali ke keluarganya, Nabi ﷺ berkata:
اذهبوا إلى أهليكم ومروهم وكلموهم وصلوا كما رأيتموني أصلي.
“Pergilah kepada keluarga kalian, ajarkanlah mereka, berbicaralah dengan mereka, dan shalatlah sebagaimana kalian melihat aku shalat.”
وهذا كله ثابت في صحيح البخاري من طرق , فقال له النبي: صلى الله عليه وسلم هذا وقد رآه يجلس الاستراحة, فلو لم يكن هذا هو المسنون لكل أحد لما أطلق صلى الله عليه وسلم قوله:
Semua ini tercantum dalam Sahih al-Bukhari melalui berbagai jalur periwayatan. Nabi ﷺ mengatakan hal tersebut kepada Malik bin al-Huwairits setelah Malik melihat beliau duduk istirahat. Jika duduk istirahat ini bukanlah amalan sunnah yang disyariatkan bagi setiap orang, Nabi ﷺ tidak akan menyatakan secara umum,
صلوا كما رأيتموني أصلي .
“Shalatlah sebagaimana kalian melihat aku shalat.”
وبهذا يحصل الجواب عن فرق أبي إسحاق المروزي من القوي والضعيف, ويجاب به أيضا عن قول من لا معرفة له: ليس تأويل حديث وائل وغيره بأولى من عكسه .
Dengan ini, dapat dijawab perbedaan pandangan Abu Ishaq al-Marwazi terkait kuat atau lemahnya riwayat, dan juga dijawab pendapat orang yang tidak memahami masalah ini dengan benar, yang menyatakan, “Penafsiran terhadap hadits Wa’il dan selainnya tidak lebih kuat dibandingkan kebalikannya.”
وأما قول الإمام أحمد بن حنبل: إن أكثر الأحاديث على هذا, ومعناه: أن أكثر الأحاديث ليس فيها ذكر الجلسة إثباتا ولا نفيا , ولا يجوز أن يحمل كلامه على أن مراده أن أكثر الأحاديث تنفيها ; لأن الموجود في كتب الحديث ليس كذلك, وهو أجلُّ من أن يقول شيئا على سبيل الإخبار عن الأحاديث , ونجد فيها خلافه ,
Adapun pernyataan Imam Ahmad bin Hanbal, “Kebanyakan hadits menunjukkan hal ini,” yang dimaksud adalah bahwa mayoritas hadits tidak secara eksplisit menyebutkan adanya duduk istirahat, baik dalam bentuk penetapan maupun peniadaan. Pernyataan ini tidak dapat ditafsirkan bahwa beliau bermaksud mengatakan mayoritas hadits menafikan duduk istirahat, karena isi kitab-kitab hadits tidak demikian. Beliau lebih mulia daripada mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan isi kitab hadits yang ada.
وإذا تقرر أن مراده أن أكثر الروايات ليس فيها إثباتها ولا نفيها لم يلزم رد سنة ثابتة من جهات عن جماعات من الصحابة .
Ketika diketahui bahwa maksud Imam Ahmad adalah mayoritas riwayat tidak menetapkan maupun menafikan duduk istirahat, hal ini tidak berarti membatalkan sunnah yang telah ditetapkan melalui berbagai jalur periwayatan yang shahih dari sekelompok sahabat Nabi ﷺ.
وأما قول الطحاوي: إنها ليست في حديث أبي حميد , فمن العجب الغريب فإنها مشهورة فيه في سنن أبي داود والترمذي وغيرهما من كتب السنن والمسانيد للمتقدمين,
Adapun pernyataan al-Tahawi, “Duduk istirahat tidak disebutkan dalam hadits Abu Hamid,” ini adalah hal yang sangat mengherankan, karena duduk istirahat justru disebutkan dalam hadits tersebut yang diriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud, al-Tirmidzi, dan kitab-kitab hadits lainnya yang termasuk dalam kumpulan Sunan dan Musnad para ulama terdahulu.
وأما قوله : لو شرع لكان لها ذكر , فجوابه: أن ذكرها التكبير , فإن الصحيح أنه يمد حتى يستوعبها ويصل إلى القيام كما سبق,
Adapun ucapannya, “Jika itu disyariatkan, maka pasti ada zikir tertentu yang dianjurkan bersamaan dengannya,” maka jawabannya adalah bahwa zikir untuk duduk istirahat adalah takbir. Dalam riwayat yang shahih disebutkan bahwa takbir diperpanjang hingga mencakup keseluruhan duduk istirahat hingga berdiri kembali, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
ولو لم يكن فيها ذكر لم يجز رد السنن الثابتة بهذا الاعتراض.
Jika memang tidak ada zikir tertentu dalam duduk istirahat, maka hal ini tidak dapat dijadikan alasan untuk menolak sunnah yang telah ditetapkan secara jelas dalam hadits-hadits shahih.
والله أعلم .
Bersambung ke bagian berikutnya in sya Allah
Sumber : IslamWeb
Leave a Reply