Hukum Mencukur Jenggot Karena Alasan Politik



حكم حلق اللحية لمن له ظروف سياسية تجبره على ذلك

Hukum Mencukur Jenggot Karena Alasan Politik

Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu

Artikel Hukum Mencukur Jenggot Karena Alasan Politik ini termasuk dalam Kategori Tanya Jawab

السؤال

Pertanyaan:

ما حكم حلق اللحية لأسباب سياسية؟ جزاكم الله خيرًا.

Apa hukum mencukur jenggot karena alasan politik? Semoga Allah membalas kalian dengan kebaikan.

الإجابــة

Jawaban:

الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله، وصحبه، أما بعد:

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarga, dan para sahabatnya, amma ba’du:

فإعفاء اللحية من الأوامر الشرعية الأكيدة التي يجب على المسلم امتثالها، ففي الصحيحين، وغيرهما عن ابن عمر أن النبي -صلى الله عليه وسلم- قال:

Membiarkan (memanjangkan) jenggot termasuk perintah syariat yang tegas dan wajib ditaati oleh seorang Muslim. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim, serta selain keduanya, dari Ibnu Umar bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

خالفوا المشركين، وفروا اللحى، وأحفوا الشوارب. 

“Selisihilah orang-orang musyrik, biarkanlah jenggot dan cukurlah kumis.”

وقد تكرر هذا الأمر منه -صلى الله عليه وسلم- في عدة أحاديث في الصحيحين، وغيرهما، والأمر يقتضي الوجوب على الراجح عند الأصوليين.

Perintah ini diulangi oleh beliau dalam beberapa hadits di Shahihain dan lainnya. Perintah tersebut menunjukkan kewajiban menurut pendapat mayoritas ahli ushul.

وقد اجتمع في ذلك قول النبي -صلى الله عليه وسلم- وفعله، وهو هدي النبيين كافة، كما أنه فعل الصحابة، والتابعين لهم بإحسان، لا يعرف منهم مخالف.

Perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini bersesuaian pula dengan perbuatan beliau, dan merupakan petunjuk seluruh para nabi. Ini juga merupakan praktik para sahabat dan tabi’in yang mengikuti mereka dengan baik, tidak diketahui adanya perbedaan dari mereka.

لكن أوامر العزيز الحكيم الرحيم مبنية على رفع الحرج، ودفع الضرر، قال تعالى:

Namun, perintah-perintah dari Allah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana, dan Maha Penyayang dibangun di atas prinsip menghilangkan kesulitan dan menolak bahaya. Allah Ta’ala berfirman :

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا {البقرة: ٢٨٦}،

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Surah al-Baqarah ayat 286).

وقال تعالى:

Dan Allah Ta’ala juga berfirman :

فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ {البقرة: ١٧٣}. 

“Barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa atasnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Surah al-Baqarah ayat 173).

وقال النبي -صلى الله عليه وسلم-: 

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

ما نهيتكم عنه فاجتنبوه، وما أمرتكم به، فأتوا منه ما استطعتم. أخرجه مسلم.

“Apa yang aku larang, jauhilah. Dan apa yang aku perintahkan, lakukanlah semampu kalian.” (Hadits Riwayat Imam Muslim).

وعلى هذا؛ فإذا كان إعفاء اللحية يسبب للمرء ضرراً مجحفا محققا، كالقتل، أو التشريد، أو الحبس، أو التعذيب، ولم يستطع دفع ذلك الضرر، إلا بالتخفيف من لحيته، أو حلقها، فإنه يجوز له اللجوء إلى الأخف، وهو التخفيف، ولا يصير إلى الحلق، إلا إذا ثبت أن ما دونه لا يدفع عنه الأذى؛ لأنه فعل ذلك ضرورة، والضرورة تقدر بقدرها، وضابطها ماجاء في قوله -سبحانه-: 

Dengan demikian, jika memelihara jenggot menyebabkan seseorang tertimpa bahaya besar dan nyata seperti dibunuh, diusir, dipenjara, atau disiksa, dan ia tidak mampu menghindari bahaya tersebut kecuali dengan mengurangi atau mencukur jenggotnya, maka diperbolehkan baginya mengambil yang lebih ringan, yaitu menguranginya. Dan tidak boleh langsung mencukurnya kecuali jika benar-benar terbukti bahwa selain mencukur tidak bisa menghindarkan dirinya dari gangguan. Karena tindakan ini dilakukan dalam kondisi darurat, dan darurat itu diukur sesuai kebutuhannya. Pedoman umumnya adalah Firman Allah Ta’ala :

مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ {النحل: ١٠٦}، 

“Barang siapa yang kafir kepada Allah setelah beriman, kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam keimanan, maka tidak ada dosa baginya. Tetapi orang yang lapang dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah akan menimpanya dan ia akan mendapat azab yang besar.” (Surah an-Nahl ayat 106),

وقوله -سبحانه-:

dan firman-Nya:

فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ {البقرة: ١٧٣} فمن ظلم، أو تعدى فهو آثم.

“Barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa atasnya.” (Surah al-Baqarah ayat 173). Maka siapa yang melampaui batas atau berbuat zalim, ia berdosa.

وتأسيسا على ذلك نقول: قد ثبت بالتتبع، والسؤال، وباستقراء أحوال أناس كثيرين أن دعوى الإكراه على حلق اللحية لا يكون، إلا في نطاق ضيق، وأن أكثر الناس يتخوفون من دون سبب حقيقي، ثم يبنون على هذا التخوف أحكاما، ويدعون ضرورات، وليس الأمر كذلك، وكثير منهم لا يريد أن يلحقه أي أذى، أو مضايقة بسبب تدينه والتزامه بالمظهر الإسلامي، والأخذ بالسنة، وهذا مخالف لسنة الله في عباده المؤمنين، قال -تعالى-: 

Berdasarkan hal tersebut, kami katakan: Telah terbukti melalui penelusuran, pertanyaan, dan pengamatan terhadap keadaan banyak orang bahwa klaim dipaksa untuk mencukur jenggot itu hanya terjadi dalam lingkup yang sangat sempit. Kebanyakan orang justru merasa takut tanpa sebab yang nyata, lalu membangun keputusan dan mengklaim adanya darurat atas dasar ketakutan itu. Padahal kenyataannya tidak demikian. Banyak dari mereka sebenarnya hanya tidak ingin mendapatkan gangguan atau kesulitan sedikit pun karena sikap keagamaannya dan komitmennya terhadap penampilan Islami serta sunnah Nabi. Ini bertentangan dengan sunnatullah terhadap hamba-hamba-Nya yang beriman. Allah Ta’ala berfirman :

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ * وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ {العنكبوت:٢، ٣}.

“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan mengatakan: ‘Kami telah beriman,’ sementara mereka tidak diuji? Dan sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui siapa yang benar dan pasti mengetahui siapa yang dusta.” (Surah al-‘Ankabut ayat 2-3).

فالأذى والمضايقة بسبب التدين الصحيح من الأمورالمتوقعة، والسلامة منها على خلاف الأصل.

Maka gangguan dan kesulitan karena berpegang pada agama yang benar adalah sesuatu yang wajar terjadi, sedangkan keselamatan darinya adalah pengecualian dari kebiasaan.

والمقصود أن ما يقع من الأذى هو أمر عادي يجب أن نتقبله ونحتسب عند الله ما نلقى؛ فهذه ضريبة الإيمان، وثمن الجنة، ولو أنا كلما أحسسنا بالأذى تراجعنا في التزامنا لم نلبث أن ننسلخ من شعائر ديننا الظاهرة، وهذا بالضبط ما يريد أعداؤنا أن نصل إليه لتخفى معالم الحق على الناس، وتندرس رسومه، وهذا من أخطر العواقب، فليتنبه لذلك؛ فإنه من مزالق الشيطان.

Yang dimaksud di sini adalah bahwa gangguan yang terjadi merupakan sesuatu yang wajar dan harus kita terima dengan penuh pengharapan kepada Allah atas apa yang kita hadapi. Itu adalah harga dari keimanan dan biaya menuju surga. Jika setiap kali kita merasakan gangguan lalu kita mundur dari komitmen agama, maka tidak butuh waktu lama bagi kita untuk melepaskan syiar-syiar agama kita yang tampak. Dan inilah tepatnya yang diinginkan oleh musuh-musuh kita: agar tanda-tanda kebenaran tersembunyi dari pandangan manusia dan lambang-lambangnya hilang. Ini termasuk dampak yang sangat berbahaya, maka hendaknya kita waspada terhadap hal ini, karena ia termasuk jebakan setan.

وعليه؛ فمن تحقق وقوعه في ضرر يشق احتماله ـ بعد ملاحظة ما قدمنا ـ رجونا أن لا إثم عليه بالترخص -على ما قدمنا تفصيله-، وعليه مع ذلك أن لا يطمئن لما أقدم عليه، ولا تركن إليه نفسه، بل عليه أن يبقى متلهفاً، متعلق القلب، تواقاً إلى أن يفرج الله عنه تلك الضرورة، فيمتثل أمر الله، وأمر رسوله -صلى الله عليه وسلم-، ويعفي لحيته، ويقص شاربه.

Oleh karena itu, siapa yang benar-benar mengalami bahaya yang sangat berat untuk ditanggung — setelah memperhatikan penjelasan sebelumnya — maka kami berharap ia tidak berdosa jika mengambil keringanan (rukhshah), sebagaimana telah kami rinci sebelumnya. Namun demikian, ia tidak boleh merasa tenang dengan perbuatannya itu, dan tidak boleh jiwanya condong kepadanya. Bahkan ia harus tetap merasa rindu, hatinya terpaut, dan berharap agar Allah menghilangkan darurat itu darinya, sehingga ia bisa melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam: membiarkan jenggot dan memotong kumis.

نسأل الله -تعالى- أن يرد المسلمين إلى دينهم رداً جميلاً، وأن يمكن لهم في الأرض، ويهيئ لهم من أمرهم رشداً .

Kami memohon kepada Allah Ta’ala agar mengembalikan kaum Muslimin kepada agama mereka dengan pengembalian yang indah, memberi mereka kekuatan di muka bumi, dan memberikan petunjuk terbaik dalam segala urusan mereka.

والله أعلم.

Wallahu a‘lam.

Sumber: IslamWeb



Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.