Mengaitkan Diri ke Ahlus Sunnah & Mengurangi Perselisihan (1)



الانتساب لأهل السنة وتقليل النزاع

Mengaitkan Diri ke Ahlus Sunnah & Mengurangi Perselisihan (Bagian Pertama)

Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu

Artikel Mengaitkan Diri ke Ahlus Sunnah & Mengurangi Perselisihan ini termasuk dalam Kategori Aqidah

طاف اثنان من الخوارج بالبيت الحرام، فقال أحدهما لصاحبه: جنة عرضها كعرض السماء والأرض لا يدخلها غيري وغيرك؟! فقال الآخر: نعم. فقال الأول: هي لك! وترك رأيه.

Dua orang dari kaum Khawarij thawaf di Baitullah al-Haram. Lalu salah satunya berkata kepada temannya: “Surga yang luasnya seluas langit dan bumi itu, tidak akan dimasuki kecuali oleh aku dan engkau?!” Maka yang lain menjawab: “Ya.” Lalu yang pertama berkata: “Surga itu untukmu saja!” dan ia meninggalkan pendapatnya.

مسألة الانتساب لأهل السنة والجماعة كسائر المسائل التي تجاذبها إفراط وتفريط، فهناك من حجّر واسعاً، وحصر أهل السنة في اتباعه، وقصرهم على أصحابه،

Masalah mengaitkan diri kepada Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah seperti masalah lain yang sering ditarik oleh dua kutub berlawanan: sikap berlebihan dan sikap meremehkan. Ada yang mempersempit sesuatu yang luas, lalu membatasi Ahlus Sunnah hanya pada pengikutnya dan mengurungnya hanya pada kelompoknya saja.

كما قال ابن تيمية: “كثير من الناس يخبر عن هذه الفرق بحكم الظن والهوى، فيجعل طائفته والمنتسبة إلى متبوعه الموالية له هم أهل السنة والجماعة، ويجعل من خالفها أهل البدع، وهذا ضلال مبين؛ فإن أهل الحق والسنة لا يكون متبوعهم إلا رسول الله صلى الله عليه وسلم الذي لا ينطق عن الهوى”.

Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Taimiyah: “Banyak orang yang berbicara tentang kelompok-kelompok ini berdasarkan dugaan dan hawa nafsu. Ia menjadikan kelompoknya, dan orang-orang yang mengikuti tokoh yang diikutinya serta mendukungnya, sebagai Ahlus Sunnah wal Jamaah. Lalu menjadikan selain mereka sebagai ahli bid’ah. Padahal ini adalah kesesatan yang nyata. Sesungguhnya Ahlul Haq dan Ahlus Sunnah tidaklah menjadikan tokoh yang mereka ikuti kecuali Rasulullah ﷺ yang tidak pernah berbicara dari hawa nafsunya.”

وفي المقابل نجد أقواماً لا يميّزون بين أهل السنة وأهل القبلة، ويلحقون أهل البدع والأهواء بأهل السنة والجماعة.

Sebaliknya, kita juga mendapati sekelompok orang yang tidak membedakan antara Ahlus Sunnah dengan sekadar ahli kiblat, sehingga mereka memasukkan ahli bid’ah dan ahli hawa nafsu ke dalam kelompok Ahlus Sunnah wal Jamaah.

ومما يقلل الاختلاف الجاثم بين طوائف من المتسنّنة: التذكير بضرورة الاجتماع والائتلاف، والنهي عن الفرقة والاختلاف، وأن ذلك لا يتحقق إلا بلزوم السنة ظاهراً وباطناً، والاعتصام بنصوص الوحيين،

Di antara hal yang dapat mengurangi perselisihan yang membelenggu sebagian kelompok yang menisbatkan diri pada Sunnah adalah dengan mengingatkan pentingnya persatuan dan kebersamaan, serta larangan berpecah belah. Itu semua tidak mungkin tercapai kecuali dengan berpegang teguh pada Sunnah, lahir maupun batin, serta berpegang kepada nash-nash dari Al Quran dan As Sunnah.

فسبب الاجتماع والألفة: العمل بالدين كله، وسبب الفرقة: ترك حظّ مما أُمر العبدُ به، ومتى ترك الناس بعض ما أمرهم الله به، وقعت بينهم العداوة والبغضاء، كما قال:

Sebab utama dari persatuan dan kasih sayang adalah mengamalkan agama secara menyeluruh, sedangkan sebab utama perpecahan adalah meninggalkan sebagian kewajiban yang diperintahkan kepada hamba. Setiap kali manusia meninggalkan sebagian dari apa yang Allah perintahkan kepada mereka, akan timbul permusuhan dan kebencian di antara mereka.

 {وَمِنَ الَّذِينَ قَالُوا إنَّا نَصَارَى أَخَذْنَا مِيثَاقَهُمْ فَنَسُوا حَظًّا مِّمَّا ذُكِّرُوا بِهِ فَأَغْرَيْنَا بَيْنَهُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ إلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ}.

Sebagaimana firman Allah: “Dan dari orang-orang yang mengatakan: Sesungguhnya kami ini orang-orang Nasrani, telah Kami ambil perjanjian mereka, tetapi mereka melupakan sebagian dari apa yang diperingatkan kepada mereka; maka Kami timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai hari kiamat.” (Surah Al-Maidah: 14).

كل من كان عن السنة أبعد، كان التنازع والاختلاف في مقولاتهم أعظم.

Maka setiap orang yang semakin jauh dari Sunnah, perselisihan dan perbedaan dalam ucapan mereka akan semakin besar.

فلن تجد اتفاقاً واجتماعاً إلا بأخذ الدين كله، والدخول في السلم كافة، عكس ما يتوهمه بعضهم من أن الاجتماع لا يحصل إلا بالتخلّي عما يجب التمسّك به، والتنازل عما يتعيّن الاعتصام به من أصول وقواعد لأجل مجاملات وتراجعات، أو مصالح موهومة.

Karena itu, tidak akan ditemukan persatuan dan kebersamaan kecuali dengan mengambil agama secara utuh dan masuk ke dalam Islam secara menyeluruh. Berbeda dengan anggapan sebagian orang yang menyangka bahwa persatuan hanya bisa terwujud dengan meninggalkan hal-hal yang wajib dipegang teguh, atau dengan mengorbankan pokok-pokok prinsip dan kaidah agama demi basa-basi, kompromi, atau kepentingan semu.

وهذا يؤكد ضرورة التفقّه في دين الله، والرسوخ في العلم، والتمييز بين ما كان معلوماً من الدين بالضرورة فلا تصح مخالفته، ولا تصلح معارضته؛ وما كان محل اجتهاد تسع مخالفته، ويثاب مخطئه؛

Hal ini menegaskan pentingnya mendalami agama Allah, kokoh dalam ilmu, serta membedakan antara perkara yang sudah diketahui dari agama secara pasti (ma’lum minad-din bid-dharurah), sehingga tidak boleh menyelisihinya dan tidak sah menentangnya, dengan perkara yang memang menjadi ranah ijtihad, yang jika salah pun pelakunya tetap mendapat pahala.

فهناك أصول كبيرة قد هوّن من شأنها بعض متسننة العصر – مثل: الحكم بما أنزل الله وما يناقضه – لأجل جهل مشوب بهوى، وردود أفعال، 

Ada pokok-pokok besar yang justru diremehkan oleh sebagian orang yang menisbatkan diri kepada Sunnah pada zaman ini – seperti hukum berhukum dengan apa yang Allah turunkan dan lawannya – karena kebodohan yang bercampur dengan hawa nafsu, serta reaksi emosional.

ويقابل ذلك: مسائل اجتهادية فروعية اختلف فيها العلماء قديماً، ولم يتفرّقوا ولم يبدّعوا.. لكنها صارت الآن محل تهويل وتبديع وتضليل لدى بعض المنتسبين للسنة.

Sebaliknya, ada masalah-masalah cabang yang bersifat ijtihadiyah, yang para ulama dahulu memang berbeda pendapat di dalamnya, namun mereka tidak berpecah belah dan tidak saling membid’ahkan. Tetapi kini, masalah-masalah itu justru menjadi bahan pembesaran, pembid’ahan, dan penyesatan di kalangan sebagian orang yang menisbatkan diri kepada Sunnah.

Bersambung ke bagian Berikutnya in sya Allah

Sumber : IslamWeb

Aqidah | Ahlus Sunnah | Persatuan | Perbedaan | Bid’ah



Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.