Mengaitkan Diri ke Ahlus Sunnah & Mengurangi Perselisihan (2)



الانتساب لأهل السنة وتقليل النزاع

Mengaitkan Diri ke Ahlus Sunnah & Mengurangi Perselisihan (Bagian Kedua)

Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu

Artikel Mengaitkan Diri ke Ahlus Sunnah & Mengurangi Perselisihan ini termasuk dalam Kategori Aqidah

ثم إن أهل السنة هم من فهم النصوص الشرعية ظاهراً وباطناً، وحقق الاتباع لنصوص الوحيين ظاهراً وباطناً.

Selain itu, Ahlus Sunnah adalah mereka yang memahami nash-nash syar’i, baik lahir maupun batin, serta merealisasikan ittiba’ kepada nash-nash dari Al Quran dan As Sunnah, baik lahir maupun batin.

فالعناية بإصلاح السرائر، والقيام بتزكية النفوس وفق الهدي النبوي، والتخفف من الأهواء والحظوظ، وضبط الشهوات وإلجامها؛ لهو أعظم سبيل في إصلاح ذات البين بين طوائف أهل السنة، فإن الناظر إلى أهل السنة في الوقت الراهن قد يلحظ علماً بالشريعة، ودراية بالأحكام الظاهرة، واتفاقاً في مصادر التلقي والاستدلال.. لكن النفرة قائمة والشحناء قائمة.. وإنما ذاك لأجل شهوات خفية، وحظوظ وأثرة.

Maka perhatian untuk memperbaiki hati, melaksanakan tazkiyatun nufus sesuai dengan tuntunan Nabi, mengurangi hawa nafsu dan kepentingan pribadi, serta mengendalikan syahwat dan mengekangnya adalah jalan terbesar dalam memperbaiki hubungan di antara kelompok Ahlus Sunnah. Sebab, orang yang memandang Ahlus Sunnah pada masa kini mungkin melihat ilmu syariat, pengetahuan tentang hukum-hukum lahir, dan kesepakatan dalam sumber penerimaan dan istidlal. Namun, tetap saja permusuhan ada dan kebencian masih ada. Itu semua disebabkan oleh syahwat yang tersembunyi, kepentingan pribadi, dan sifat egois.

«إن الاختلاف من لوازم النشأة الإنسانية، فالشهوات والشبهات لازمة للنوع الإنساني، كما قال تعالى:

Sesungguhnya perbedaan adalah sesuatu yang niscaya dalam tabiat manusia. Syahwat dan syubhat adalah sesuatu yang melekat pada jenis manusia. Sebagaimana Firman Allah :

{وَحَمَلَهَا الإنسَانُ إنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولاً}

“Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (Surah Al-Ahzab: 72).

فلا بد من مدافعة الشبهات بالعلم واليقين، ولا بد من معالجة الشهوات بالصبر والترويض، فغالب الاختلاف الواقع بين الأمة هو جحد للحق الذي مع المخالف.. وهذا أقرب للشهوات والغي منه إلى الشبهات والجهل.

Karena itu, syubhat harus dilawan dengan ilmu dan keyakinan, dan syahwat harus diatasi dengan kesabaran dan pengendalian diri. Kebanyakan perbedaan yang terjadi di tengah umat adalah bentuk pengingkaran terhadap kebenaran yang ada pada pihak lain. Ini lebih dekat kepada dorongan syahwat dan kesesatan daripada sekadar syubhat dan kebodohan.

يقول ابن تيمية في هذا الشأن: “واعلم أن أكثر الاختلاف بين الأمة الذي يورث الأهواء تجد من هذا الضرب، و هو أن يكون كل واحد من المختلفين مصيباً فيما يثبته أو في بعضه، مخطئاً في نفي ما عليه الآخر.. فإن أكثر الجهل إنما يقع في النفي الذي هو الجحود والتكذيب..”.

Ibnu Taimiyah berkata dalam hal ini: “Ketahuilah bahwa kebanyakan perbedaan di tengah umat yang menimbulkan hawa nafsu berasal dari jenis ini, yaitu masing-masing pihak yang berbeda benar dalam apa yang ia tetapkan (atau sebagian darinya), namun salah dalam menafikan apa yang ada pada pihak lain. Sesungguhnya kebodohan yang paling banyak terjadi justru dalam penafian, yang berupa pengingkaran dan pendustaan.”

إن التخوّف والهلع من الذوبان في محيط المخالفين، قد يكون عجزاً وضعفاً، ولا يكون مسوغاً في تهويل الخلاف، وإيثار المناكفة والنزاع.. وإنما تكون المدافعة للزلات بالعلم بالحق والرحمة بالخلق، فالرسوخ في العلم بالله وأحكامه يحفظ أهل السنة من الانفلات والذوبان، ويحقق لهم النفع والقبول والإصلاح.

Rasa takut dan cemas yang berlebihan akan larut dalam lingkungan pihak yang menyelisihi bisa jadi hanyalah kelemahan dan ketidakmampuan, dan bukan alasan untuk membesar-besarkan perbedaan, atau lebih memilih pertentangan dan perselisihan. Sesungguhnya kesalahan hanya bisa ditanggulangi dengan ilmu tentang kebenaran dan kasih sayang terhadap manusia. Keteguhan dalam ilmu tentang Allah dan hukum-hukum-Nya akan menjaga Ahlus Sunnah dari keterlepasan dan peleburan, sekaligus mendatangkan manfaat, penerimaan, dan perbaikan bagi mereka.

وإن تحريك الوجدان بما يرضي الرحمن، وإحياء واعظ الله في قلب كل مؤمن، وإزالة سخائم القلوب، والسعي لسلامة الصدور؛ إن ذلك كفيل بالتخلّص من ركام كثير في خلاف مفتعل، لا حظّ له من العلم والتحقيق. ورحم الله الإمام الشافعي القائل: “ألا يستقيم أن نكون إخواناً، وإن لم نتفق في مسألة”.

Membangkitkan perasaan dengan hal-hal yang diridhai oleh Allah, menghidupkan nasihat Allah dalam hati setiap mukmin, membersihkan hati dari penyakit, dan berusaha untuk memiliki dada yang lapang; semua itu akan mampu membersihkan banyak tumpukan perbedaan yang dibuat-buat, yang tidak memiliki bagian dari ilmu dan penelitian. Semoga Allah merahmati Imam asy-Syafi’i yang berkata: “Bukankah lebih baik kita tetap menjadi saudara, meskipun tidak sepakat dalam sebuah masalah?”

إن جملة من الخلاف الواقع في الأمة سببه الذنوب، وإن الاستغفار والتوبة إلى الله يرفع البلاء ويجلب الرحمة.

Sesungguhnya sebagian dari perbedaan yang terjadi di tengah umat disebabkan oleh dosa-dosa. Dan sesungguhnya istighfar serta taubat kepada Allah akan mengangkat bala’ dan mendatangkan rahmat.

وإن الحديث عن لزوم السنة والاتباع ينبغي أن يقترن بالحديث عن ضرورة الألفة والاجتماع، فابن تيمية – مثلاً – كان أعظم الناس دعوة لمنهج أهل السنة تقريراً وتأصيلاً، ونقضاً ونسفاً لأصول البدع والانحراف، ومع ذلك كان يقول: “إن الله أمرنا بالجماعة والائتلاف، ونهانا عن الفرقة والاختلاف، قال تعالى:

Pembicaraan tentang keharusan berpegang kepada Sunnah dan ittiba’ seharusnya disertai dengan pembicaraan tentang pentingnya persatuan dan kebersamaan. Ibnu Taimiyah – misalnya – adalah orang yang paling banyak menyeru kepada manhaj Ahlus Sunnah, baik dalam menetapkan dan menguatkannya, maupun dalam membantah serta meruntuhkan pokok-pokok bid’ah dan penyimpangan. Namun demikian, beliau berkata: “Sesungguhnya Allah memerintahkan kita untuk berjamaah dan bersatu, serta melarang kita dari perpecahan dan perselisihan. Allah Ta’ala berfirman:

{وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إذْ كُنتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إخْوَانًا} 

‘Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai. Dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, maka menjadilah kamu karena nikmat-Nya bersaudara.’ (Surah Ali Imran: 103),

و قال الله تعالى :

dan Firman-Nya :

{إنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَّسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إنَّمَا أَمْرُهُمْ إلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُم بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ}.. 

‘Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka menjadi bergolong-golongan, kamu sekali-kali tidak ada hubungan dengan mereka. Urusan mereka hanyalah kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.’ (Surah Al-An’am: 159).

ربنا واحد، وكتابنا واحد، ونبينا واحد، وأصول الدين لا تحتمل التفرق والاختلاف، وأنا أقول ما يوجب الجماعة بين المسلمين”.

Tuhan kita satu, kitab kita satu, Nabi kita satu, dan pokok-pokok agama ini tidak memungkinkan adanya perpecahan dan perselisihan. Maka aku katakan hal-hal yang mengharuskan adanya persatuan di antara kaum muslimin.”

Bersambung ke bagian Berikutnya in sya Allah

Sumber : IslamWeb

Aqidah | Ahlus Sunnah | Persatuan | Perbedaan | Bid’ah



Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.