Mengaitkan Diri ke Ahlus Sunnah & Mengurangi Perselisihan (3)



الانتساب لأهل السنة وتقليل النزاع

Mengaitkan Diri ke Ahlus Sunnah & Mengurangi Perselisihan (Bagian Ketiga)

Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu

Artikel Mengaitkan Diri ke Ahlus Sunnah & Mengurangi Perselisihan ini termasuk dalam Kategori Aqidah

ومما يحقق الاجتماع، ويقلّص دائرة الفرقة والنزاع؛ أن يحرر ويظهر ضابط المفارقة لأهل السنة والجماعة، سواء في المسائل أو الدلائل، ومتى يحكم على الفرقة أو الطائفة بأنها خارج أهل السنة.

Di antara hal yang mewujudkan persatuan dan mempersempit lingkaran perpecahan serta pertikaian adalah dengan menjelaskan dan menampakkan batasan perbedaan dari Ahlus Sunnah wal Jamaah, baik dalam masalah maupun dalam dalil, serta kapan suatu kelompok atau golongan dihukumi keluar dari Ahlus Sunnah.

وقد بيّن ذلك ابن تيمية -في غير مواطن – فقال: “وشعار هذه الفرق مفارقة الكتاب والسنة والإجماع، فمن قال بالكتاب والسنة والإجماع كان من أهل السنة والإجماع”.

Ibnu Taimiyah telah menjelaskan hal itu di banyak tempat. Ia berkata: “Ciri kelompok-kelompok tersebut adalah menyelisihi Al Quran, As Sunnah, dan ijma’. Maka barangsiapa yang berpegang kepada Al Quran, As Sunnah, dan ijma’, ia termasuk Ahlus Sunnah wal Ijma’.”

فهذا ضابط المفارقة في الدلائل، فمن كان يتلقى دينه من العقل والقياس – مثل المعتزلة ونحوهم من المتكلمة-، أو يتلقى دينه من الذوق والوجد – كحال المتصوفة -؛ فليس هذا سبيل أهل السنة.

Inilah batasan perbedaan dalam sisi dalil. Barangsiapa yang mengambil agamanya dari akal dan qiyas – seperti kaum Mu’tazilah dan kelompok mutakallimin sejenisnya – atau mengambil agamanya dari dzauq (perasaan batin) dan pengalaman spiritual – sebagaimana kondisi sebagian kaum sufi – maka itu bukanlah jalan Ahlus Sunnah.

وأما ضابط المفارقة في المسائل، فقد حرره الشاطبي بقوله:

Adapun batasan perbedaan dalam masalah, maka telah dijelaskan oleh Asy-Syathibi dengan perkataannya:

“هذه الفرق إنما تصير فرقاً بخلافها للفرقة الناجية في معنى كلي في الدين، وقاعدة من قواعد الشريعة، لا في جزئي من الجزئيات؛ إذ الجزئي والفرع الشاذ لا ينشأ عنه مخالفة يقع بسببها التفرّق شيعاً.. ويجري مجرى القاعدة الكلية كثرة الجزئيات، فإن المبتدع إذا كثّر من إنشاء الفروع المخترعة، عاد ذلك على كثير من الشريعة بالمعارضة”.

“Kelompok-kelompok itu baru disebut sebagai firqah (sekte) karena perbedaan mereka dengan al-firqah an-najiyah (golongan yang selamat) dalam suatu perkara besar dan menyeluruh dalam agama, atau dalam suatu kaidah pokok dari syariat, bukan dalam perkara parsial yang bersifat cabang. Karena perkara cabang yang terpencil tidaklah melahirkan perbedaan yang menyebabkan perpecahan menjadi golongan-golongan. Namun, perkara cabang itu bisa menyerupai kaidah pokok apabila jumlahnya banyak. Sebab, apabila seorang ahli bid’ah banyak menciptakan cabang-cabang baru yang diada-adakan, maka hal itu pada akhirnya akan menentang banyak bagian dari syariat.”

وقرر ابن تيمية قريباً من ذلك، فقال: “والبدعة التي يعدّ الرجل من أهل الأهواء ما اشتهر عند أهل العلم بالسنة مخالفتها للكتاب والسنة، كبدعة الخوارج والروافض والقدرية والمرجئة”.

Ibnu Taimiyah menetapkan hal yang dekat dengan itu. Ia berkata: “Bid’ah yang menyebabkan seseorang dihitung sebagai ahlul ahwa’ (pengikut hawa nafsu) adalah bid’ah yang telah dikenal oleh para ulama Ahlus Sunnah sebagai sesuatu yang menyelisihi Al Quran dan As Sunnah, seperti bid’ah Khawarij, Rafidhah, Qadariyah, dan Murji’ah.”

واستصحاب أن أهل السنة يعلمون الحق ويرحمون الخلق.. مما يحجّم النزاع ويقلل الخلاف، وكلما ازداد العلم واليقين، كلما عظمت الرحمة والإشفاق،

Keyakinan bahwa Ahlus Sunnah itu mengetahui kebenaran dan menyayangi makhluk akan mempersempit perselisihan dan mengurangi perbedaan. Semakin bertambah ilmu dan keyakinan, semakin besar pula kasih sayang dan kepedulian.

“وأئمة السنة والجماعة وأهل العلم والإيمان فيهم العلم والعدل والرحمة، فيعلمون الحق الذي يكونون به موافقين للسنة سالمين من البدعة، ويعدلون على من خرج منها ولو ظلمهم، كما قال تعالى: 

Para imam Ahlus Sunnah wal Jamaah, serta para ulama dan ahli iman, mereka memiliki ilmu, keadilan, dan kasih sayang. Mereka mengetahui kebenaran yang membuat mereka sesuai dengan Sunnah dan selamat dari bid’ah. Mereka berlaku adil terhadap orang yang keluar darinya meskipun orang itu menzhalimi mereka, sebagaimana Firman Allah :

{كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى}،

‘Hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorongmu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.’ (Surah Al-Maidah: 8).

ويرحمون الخلق، فيريدون لهم الخير والهدى والعلم، ولا يقصدون الشرّ لهم ابتداءً، بل إذا عاقبوهم وبيّنوا خطأهم وجهلهم وظلمهم كان قصدهم بذلك بيان الحق ورحمة الخلق”.

Mereka juga menyayangi makhluk, menginginkan kebaikan, petunjuk, dan ilmu untuk mereka. Mereka tidaklah berniat buruk kepada manusia sejak awal. Namun, jika mereka menghukum, menjelaskan kesalahan, kebodohan, atau kezhaliman mereka, maka maksud mereka adalah untuk menjelaskan kebenaran dan kasih sayang terhadap manusia.”

لقد سام المعتصمُ الإمامَ أحمدَ أصناف العذاب من جلد وسجن، لكن الإمام أحمد كان يقول: “كل من ذكرني ففي حلّ إلا مبتدعاً، وقد جعلت أبا إسحاق – المعتصم – في حلّ.. – إلى أن قال – ما ينفعك أن يعذّب الله أخاك المسلم في سبيلك”.

Al-Mu’tashim telah menimpakan berbagai macam siksaan kepada Imam Ahmad, dari mulai cambukan hingga penjara. Namun Imam Ahmad berkata: “Setiap orang yang menyebut-nyebut diriku, maka aku telah memaafkannya, kecuali ahli bid’ah. Dan aku pun telah memaafkan Abu Ishaq – yaitu al-Mu’tashim. Hingga beliau berkata: ‘Apa gunanya bagimu jika Allah mengazab saudaramu sesama muslim demi dirimu?’”

وأمر مهمّ يسهم في تقليص الخلاف، وهو مراعاة عوارض الأهلية كالجهل والتأوّل ونحوهما، فليس كل من زلّ فقارف بدعةً يكون مبتدعاً، وكذا مراعاة اختلاف الأحوال والبلدان، كما حرره ابن تيمية بقوله:

Satu hal penting yang turut membantu memperkecil perselisihan adalah memperhatikan faktor-faktor yang memengaruhi kelayakan seseorang, seperti ketidaktahuan, adanya takwil, dan yang semacamnya. Maka tidak setiap orang yang terjatuh dalam kesalahan dan melakukan suatu bid’ah otomatis dihukumi sebagai ahli bid’ah. Begitu pula penting memperhatikan perbedaan kondisi dan negeri, sebagaimana dijelaskan Ibnu Taimiyah:

“وكثير من مجتهدي السلف والخلف قد قالوا وفعلوا ما هو بدعة، ولم يعلموا أنه بدعة، إما لأحاديث ضعيفة ظنوها صحيحة، وإما لآيات فهموا منها ما لم يرد منها، وإما لرأي رأوه، وفي المسألة نصوص لم تبلغهم”.

“Banyak dari para mujtahid, baik dari kalangan salaf maupun khalaf, yang pernah berkata dan melakukan sesuatu yang hakikatnya adalah bid’ah, namun mereka tidak mengetahuinya. Entah karena hadits dha’if yang mereka kira shahih, atau karena ayat yang mereka pahami tidak sesuai dengan maksudnya, atau karena pendapat yang mereka lihat, sementara nash yang berkaitan dengan masalah tersebut belum sampai kepada mereka.”

وقال – في مراعاة أحوال الأماكن والبلدان -:

Beliau juga berkata dalam konteks memperhatikan keadaan tempat dan negeri :

“فإنهم [الكلابية والأشاعرة] أقرب طوائف أهل الكلام إلى السنة والجماعة، والحديث عند النظر إلى مثل المعتزلة والرافضة ونحوهم، بل هم أهل السنة والجماعة في البلاد التي يكون أهل البدع فيها المعتزلة والرافضة”.

“Sesungguhnya mereka (kalangan Kullabiyah dan Asy’ariyah) adalah kelompok ahli kalam yang paling dekat dengan Sunnah dan Jamaah serta hadits, apabila dibandingkan dengan Mu’tazilah, Rafidhah, dan semisalnya. Bahkan mereka adalah Ahlus Sunnah wal Jamaah di negeri-negeri yang ahli bid’ahnya adalah Mu’tazilah dan Rafidhah.”

فاللهم اجمع على الحق كلمتنا، ولا تجعل في قلوبنا غلّاً للذين آمنوا، ربنا إنك رؤوف رحيم.

Maka ya Allah, satukanlah kalimat kami di atas kebenaran, dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami kedengkian terhadap orang-orang yang beriman. Wahai Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.

والله أعلم.

Wallahu a’lam.

Alhamdulillah selesai rangkaian artikel 3 (tiga) seri

Sumber : IslamWeb

Aqidah | Ahlus Sunnah | Persatuan | Perbedaan | Bid’ah



Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.