Dunia Islam Tanpa Kemiskinan (4)



عالم إسلامي بلا فقر

Dunia Islam Tanpa Kemiskinan (Bagian Keempat)

Oleh : Dr. Rif‘at As-Sayyid Al-‘Audhi

Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu

Seluruh buku ini dapat dibaca pada Kategori Buku: Dunia Islam Tanpa Kemiskinan

لذلك نعاود القول : إن النظر إلى المشكلة وقطعها عن سياقها الثقافي الشامل، ومحاولة علاجها بعيدا عن معرفة الوباء الثقافي الذي أصاب المجتمع فتولد عنه مشكلات سياسية واقتصادية واجتماعية، والتوهم أنه بالإمكان تأمين النمو الاقتصادي متجاورا مع الظلم الاجتماعي أو الاستبداد السياسي، أو تأمين السلم الاجتماعي مع استمرار الاستبداد السياسي، أو معالجة مشكلة الفقر كحالة تخلف، ومحاولة تحقيق النمو بعيدا عن معالجة الجهل والأمية والعدل الاجتماعي والشورى السياسية… نخشى أن نقول: إنها بعثرة للجهود، وإضاعة للأوقات، وتبديد للأموال والطاقات، والضرب في الحديد البارد، أو على أحسن الأحوال تحرك في غير المواقع المجدية.

Karena itu, kami tegaskan kembali: melihat suatu masalah dengan memutusnya dari konteks kultural yang menyeluruh, lalu mencoba menanganinya tanpa memahami wabah kultural yang melanda masyarakat hingga melahirkan problem politik, ekonomi, dan sosial, merupakan kekeliruan besar. Berkhayal bahwa pertumbuhan ekonomi bisa dicapai berdampingan dengan ketidakadilan sosial atau tirani politik; atau bahwa ketenteraman sosial bisa dijaga di tengah dominasi politik yang menindas; atau bahwa masalah kemiskinan dapat diobati sekadar sebagai gejala keterbelakangan, sembari berharap meraih pertumbuhan tanpa menyentuh akar kebodohan, buta huruf, keadilan sosial, dan musyawarah politik—semua itu tak lebih dari pemborosan tenaga, pembunuhan waktu, penghamburan harta dan sumber daya, memukul besi dingin, atau paling baik hanya sebuah gerak yang tersesat di jalan buntu.

فلا يمكن أن يتجاور مع الاستبداد السياسي وما ينتج عنه من الاستئثار بالثروات ومطاردة الطاقات، وتهجير الخبرات والعقول والسواعد، ومصادرة الأموال، وطرد رؤوس الأموال، والقضاء على روح المبادرة والإنتاج، ونشر الخوف والقلق، وما إلى ذلك من الأبعاد اللانهائية للاستبداد، لا يمكن أن يترافق مع ذلك رفه اقتصادي أو إنتاج مأمول، أو تصنيع مقدور، أو توظيف للأموال، أو اغتنام للإمكانات، ومن ثم علاج لمشكلة الفقر والتخلف.

Sebab, mustahil tirani politik—dengan segala akibatnya berupa monopoli kekayaan, penyingkiran potensi, pengusiran para ahli dan tenaga, perampasan harta, pelarian modal, penghancuran semangat inisiatif dan produksi, penyebaran rasa takut dan kecemasan, serta dimensi tak terbatas lainnya—bisa berjalan berdampingan dengan kemakmuran ekonomi, produktivitas yang diharapkan, industrialisasi yang layak, pemanfaatan modal, atau penggalian potensi. Apalagi diharapkan dapat menjadi jalan keluar bagi masalah kemiskinan dan keterbelakangan.

كما لا يمكن أن يتجاور مع الظلم الاجتماعي والاستئثار بالمال والثروة واستغلال الفقراء وإهدار كرامتهم، وأكل عرقهم وجهدهم، ووجود خلل اجتماعي وطبقات: طبقة تأكل ولا تعمل، وطبقة تعمل ولا تأكل، لا يـمكن أن يتجاور مع ذلك سلام وأمان اجتماعي واطمئنان مستقبلي.

Demikian pula, mustahil ketidakadilan sosial—dengan segala bentuk monopoli harta dan kekayaan, eksploitasi orang miskin, perendahan martabat mereka, pemerasan keringat dan tenaga mereka, serta terciptanya ketimpangan sosial dan kelas-kelas: segelintir yang makan tanpa bekerja dan segelintir lain yang bekerja tanpa makan—dapat berjalan berdampingan dengan kedamaian sosial, rasa aman, serta ketenteraman masa depan.

لذلك نقول: إن مشكلة التنمية للأمة والمجتمع هـي مشكلة مركبة وشاملة لجوانب متعددة، سياسية واجتماعية واقتصادية، إذ لا يمكن أن يتصور نمو في جانب وتخلف في جانب آخر.. لا يمكن أن يكون نهوض في جانب وسقوط في آن، لأن عملية التنمية عملية شاملة متوازنة، لذلك فأي محاولة للتعامل مع الأزمة بعيدا عن السياق الاجتماعي العام وضبط النسب والأبعاد لسائر المشكلات في تخطيط سليم، فسوف تبوء بالفشل، وقد أسلفنا أن سائر المشكلات هـي في الحقيقة تـجليات للأزمـة الثقـافية والتربوية، فجذور الأزمة الأم هـي الأزمة الثقافية.

Karena itu kami katakan: problem pembangunan umat dan masyarakat adalah problem kompleks yang menyeluruh, mencakup aspek politik, sosial, dan ekonomi. Tidak mungkin ada pertumbuhan pada satu sisi sementara sisi lain terbelakang. Tidak mungkin ada kebangkitan di satu bidang namun kejatuhan di bidang lain, sebab pembangunan adalah proses menyeluruh yang seimbang. Maka setiap upaya menghadapi krisis dengan mengabaikan konteks sosial umum, tanpa memperhatikan proporsi dan dimensi berbagai problem lain dalam perencanaan yang sehat, akan berakhir dengan kegagalan. Sebagaimana telah ditegaskan sebelumnya, semua problem pada hakikatnya hanyalah manifestasi dari krisis kultural dan pendidikan, sedangkan akar krisis utama adalah krisis kultural.

صحيح أنه يوجد في العالم الإسلامي من حيث البعد الاقتصادي والتنموي والتكاملي أراض كثيرة صالحة للزراعة، كما توجد مناطق مناخية متنوعة، وتوجد خامات هـائلة مركوزة في باطن الأرض، وتوجد ثروات وأنهار ومعادن وكتلة سكانية فيها من الأدمغة والسواعد ما يمكن أن يكفي العالم، لكننا نجد أن العالم الإسلامي، الذي يحرك بأمواله وثرواته وبتروله شرايين الحضارة المعاصرة، جثة هـامدة لا تتحرك.

Benar bahwa di dunia Islam terdapat banyak tanah subur yang layak ditanami, terdapat wilayah dengan keragaman iklim, sumber daya alam yang melimpah tersimpan di perut bumi, kekayaan berupa sungai dan tambang, serta jumlah penduduk dengan otak dan tenaga yang cukup untuk mencukupi kebutuhan dunia. Namun, yang kita dapati adalah dunia Islam—yang dengan harta, kekayaan, dan minyaknya menggerakkan nadi peradaban modern—justru bagai jasad tak bernyawa, tergeletak tanpa daya.

فأمواله مهاجرة أو مهربة ومودعة في مصارف (الآخر ) ، وثرواته ليس له عليها حتى مجرد الإشراف أو التحكم بتغيير السوق أو اختيار المشتري، وقد لا يملك أغنياؤه مجرد حق نقل أرصدتهم من مصرف إلى آخر، إضافة إلى أن بعض زعماء دول المسلمين الفقيرة جدا هـم على رأس قائمة الأسماء الغنية على مستوى عالمي، وكل ذلك على حساب نهب ثروات شعوبهم.. وعلى الرغم مما نسمع ونبصر من العنتريات والبطولات التي ترسـم فـي الفراغ، نـجد أن الأرصدة في معظمها مودعة عند من يتهمـونه بعداوتهم. أما مشكلة الفـساد المـالي، فـحـدث عنها ولا حرج.

Harta kekayaannya justru lari ke luar negeri, diselundupkan, atau disimpan di bank-bank milik “pihak lain”. Umat Islam bahkan tidak memiliki sekadar hak untuk mengawasi atau mengendalikan sumber daya itu—tidak bisa mengubah pasar atau memilih pembeli. Para hartawan di negeri Muslim pun kerap tidak punya hak sekadar memindahkan rekening mereka dari satu bank ke bank lain. Ironisnya, sebagian pemimpin negara Muslim yang amat miskin justru berada di puncak daftar orang-orang terkaya dunia. Semua itu terjadi dengan cara menjarah kekayaan rakyat mereka. Dan meskipun kita mendengar dan menyaksikan retorika heroik dan kepahlawanan yang diukir di ruang hampa, kenyataannya sebagian besar aset mereka tersimpan justru di pihak yang mereka tuduh sebagai musuh. Adapun problem korupsi finansial, tak lagi perlu diperdebatkan: ia sudah menjadi kenyataan yang pahit.

Bersambung ke bagian berikutnya in sya Allah

Sumber : Kementerian Wakaf dan Urusan Islam Negara Qatar Direktorat Penelitian dan Studi Islam

Dunia Islam Tanpa Kemiskinan | Umar Ubaid Hasanah | Rif‘at As-Sayyid Al-‘Audhi | kritik keberagamaan | penyakit umat



Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.