Progress Donasi Kebutuhan Server — Your Donation Urgently Needed — هذا الموقع بحاجة ماسة إلى تبرعاتكم
Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000
Syaikh rahimahullah mengecam keras orang yang mengabaikan salah satu dari dua landasan tersebut. Beliau menyebut bahwa orang yang menafikan sifat yang telah Allah tetapkan bagi diri-Nya adalah orang yang berlebih-lebihan di hadapan Rabb langit dan bumi. Tindakan orang yang menolak sifat yang Allah tetapkan bagi diri-Nya sendiri adalah bentuk keberanian yang sangat besar terhadap Allah.
Beliau menegaskan bahwa hal itu adalah kesesatan yang tiada tandingannya. Sebab, orang yang menafikan itu telah berani menolak sifat kesempurnaan dan keagungan yang Allah tetapkan bagi diri-Nya, lalu si jahil malang ini berkata: “Sifat yang Engkau tetapkan bagi diri-Mu tidak pantas bagi-Mu. Sifat itu mengandung kekurangan begini dan begitu. Maka aku akan menakwilkannya, menafikannya, dan aku ganti dengan sesuatu yang aku buat sendiri.” Semua itu ia lakukan tanpa dasar dari Kitab maupun Sunnah.
Demikian pula orang yang terjerumus dalam kesesatan adalah mereka yang memang menetapkan sifat-sifat bagi Allah ﷻ, tetapi kemudian menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya.
Adapun orang yang beruntung, selamat, dan berjalan di atas shirath al-mustaqim adalah mereka yang beriman dengan kedua landasan ini sekaligus: ia beriman dengan semua sifat yang Allah tetapkan bagi diri-Nya, dan pada saat yang sama ia menyucikan-Nya dari penyerupaan dengan makhluk. Ia adalah seorang mukmin yang menempuh jalan selamat dari jebakan tasybih (penyerupaan) dan ta’thil (penafian).
Hal ini ditegaskan oleh satu ayat dari Kitab Allah:
﴿ليس كمثله شيء وهو السميع البصير﴾
(الشورى: ١١)
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Surah Asy-Syura: 11)
Ayat ini menetapkan bagi Allah sifat mendengar dan melihat, bersamaan dengan penegasan bahwa tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya. Di dalamnya terdapat isyarat yang jelas bahwa tidak boleh bagi makhluk menafikan pendengaran dan penglihatan Allah hanya karena makhluk juga memiliki pendengaran dan penglihatan, atau beranggapan bahwa menetapkan sifat mendengar dan melihat bagi Allah akan menyerupakan-Nya dengan makhluk.