Progress Donasi Kebutuhan Server — Your Donation Urgently Needed — هذا الموقع بحاجة ماسة إلى تبرعاتكم
Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000
keyakinan mereka dan pembenaran terhadap keburukan mereka. Di antara sebab tingginya kedudukan taqiyyah menurut mereka juga adalah klaim bahwa ia merupakan perkara yang paling dicintai oleh Ahlul Bait. Di antara ucapan mereka tentang hal itu:
Semua perkataan ini mereka nisbatkan kepada Ahlul Bait yang mulia—secara dusta dan penuh kebohongan. Hingga Ahlul Bait, di mata kaum zhalim itu, menjadi semacam tirai dan tembok tempat mereka bersembunyi di balik “agama” ini untuk menyebarkan keyakinan-keyakinan yang bahkan tak pernah kita dengar dari musuh agama yang paling keras sekalipun.
Jika kemuliaan di sisi Allah tidak terwujud bagi hamba-hamba-Nya kecuali dengan takwa, maka menurut Rafidhah kemuliaan tidak terwujud kecuali dengan taqiyyah. Al-Qummī, Abul Hasan ‘Alī bin Ibrāhīm bin Hāsyim al-Qummī (w. 329 H), menyebutkan bahwa ash-Shādiq ditanya tentang firman Allah:
(إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ)
“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa.”
(Surah al Hujurat ayat 13)
Ia berkata: “(Yang dimaksud) adalah: yang paling mengetahui taqiyyah.” (5) Dengan penafsiran yang rusak ini, kemuliaan menjadi dengan taqiyyah bukan dengan takwa; sehingga “yang paling mulia” berubah menjadi “yang paling banyak dusta dan nifaknya”, bukan yang paling bertakwa.
Keyakinan mereka bahwa pelaku taqiyyah ditinggikan derajatnya di sisi Allah: al-Kulainī dalam al-Kāfī meriwayatkan sanad—dari Muḥammad bin Yaḥyā, dari Aḥmad bin Muḥammad bin ‘Īsā, dari Muḥammad bin Khālid, dan al-Ḥusain bin Sa‘īd keduanya, dari an-Naḍr bin Suwayd, dari Yaḥyā bin ‘Imrān al-Ḥalabī, dari Ḥusain bin Abī al-‘Alā’, dari Ḥabīb bin Bisyr—bahwa Abu ‘Abdillah (‘alaihis-salām) berkata: “Aku mendengar ayahku berkata: Demi Allah, tidak ada sesuatu di muka bumi yang lebih aku cintai daripada taqiyyah. Wahai Ḥabīb, siapa yang memiliki taqiyyah niscaya Allah mengangkatnya; wahai Ḥabīb, siapa yang tidak memiliki taqiyyah niscaya Allah merendahkannya. Wahai Ḥabīb, sesungguhnya manusia saat ini hanya dalam masa gencatan; jika saat itu telah tiba, maka (ketentuan) ini yang berlaku.” (6)
Meninggalkan taqiyyah menurut mereka adalah kekufuran—seperti kufurnya meninggalkan shalat—dan meninggalkannya sebelum keluarnya al-Mahdi…
(1) Tentang Ḥabīb bin Bisyr: termasuk perawi dari ash-Shādiq. Lihat: Rijāl asy-Syaikh (no. 328); bandingkan berbagai varian penulisan namanya. Rujuk: al-Kāfī, jld. 2, Kitāb al-Īmān wa al-Kufr 1, Bāb at-Taqiyyah 97, hadis 4.
(2) al-Maḥāsin, hlm. 256; lihat juga: Biḥār al-Anwār, 72/398.
(3) al-Maḥāsin, hlm. 259; Biḥār al-Anwār, 72/407.
(4) ‘Ilal asy-Syarā’i, 1/48; Biḥār al-Anwār, 72/399.
(5) asy-Syī‘ah wa as-Sunnah, hlm. 157.
(6) al-Kāfī, 2/217.