Loading...

Maktabah Reza Ervani

15%

Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000



Judul Kitab : Prolegomena to the Metaphysics of Islam - Detail Buku
Halaman Ke : 9
Jumlah yang dimuat : 22
« Sebelumnya Halaman 9 dari 22 Berikutnya » Daftar Isi
English published

Revelation. We do not mean by Revelation the sudden visions great poets and artists claim for themselves; nor the apostolic inspiration of the writers of sacred scripture; nor the illuminative intuition of the sages and people of discernment. We mean by it the speech of God concerning Himself, His creation, the relation between them, and the way to salvation communicated to His chosen Prophet and Messenger, not by sound or letter, yet comprising all that He has represented in words, then conveyed by the Prophet to mankind in a linguistic form new in nature yet comprehensible, without confusion with the Prophet’s own subjectivity and cognitive imagination. This Revelation is final, and it not only confirms the truth of preceding revelations in their original forms, but includes their substance, separating the truth from cultural creations and ethnic inventions.

Since we affirm the Qur’ān to be the speech of God revealed in a new form of Arabic, the description of His nature therein is therefore the description of Himself by Himself in His own words according to that linguistic form. It follows from this that the Arabic of the Qur’ān, its interpretation in the Tradition, and its authentic and authoritative usage throughout the ages establishes the validity of that language to a degree of eminence in serving to describe reality and truth.⁴ In this sense and unlike the situation prevailing in modernist and postmodernist thought, we maintain that it is not the concern of Islām to be unduly involved in the semantics of languages in general that philosophers of language find problematic as to their adequacy to approximate or correspond with true reality. The conception of the nature of God that is derived from Revelation is also established upon the foundations of reason and intuition, and in some cases upon empirical intuition, as a result of man’s


⁴ For further details, see my The Concept of Education in Islām, Kuala Lumpur, 1980, pp.1-13.

Bahasa Indonesia Translation

Wahyu. Yang kami maksud dengan Wahyu bukanlah penglihatan mendadak yang diklaim para penyair dan seniman besar untuk dirinya; bukan pula inspirasi kerasulan para penulis kitab suci; dan bukan intuisi iluminatif para bijak dan orang-orang yang tajam pandangannya. Yang kami maksud dengan Wahyu adalah kalām Allah tentang diri-Nya, ciptaan-Nya, hubungan antara keduanya, serta jalan keselamatan yang disampaikan kepada Nabi dan Rasul pilihan-Nya, bukan dengan suara atau huruf, tetapi mencakup semua yang Dia representasikan dalam kata-kata, lalu disampaikan Nabi kepada umat manusia dalam bentuk linguistik yang baru sifatnya namun tetap dapat dipahami, tanpa tercampur dengan subjektivitas pribadi Nabi maupun imajinasi kognitifnya. Wahyu ini bersifat final, dan bukan hanya meneguhkan kebenaran wahyu-wahyu sebelumnya dalam bentuk aslinya, tetapi juga mencakup substansinya, memisahkan kebenaran dari ciptaan kultural dan rekayasa etnis.

Karena kami menegaskan bahwa al-Qur’ān adalah kalām Allah yang diwahyukan dalam bentuk bahasa Arab yang baru, maka deskripsi tentang Diri-Nya di dalamnya adalah deskripsi tentang Diri-Nya oleh Diri-Nya sendiri dengan kata-kata-Nya menurut bentuk linguistik tersebut. Dari sini dapat disimpulkan bahwa bahasa Arab al-Qur’ān, penafsirannya dalam Sunnah, dan penggunaannya yang autentik dan otoritatif sepanjang zaman menetapkan validitas bahasa itu pada derajat keunggulan dalam melayani untuk menggambarkan realitas dan kebenaran.⁴ Dalam arti ini, berbeda dengan situasi yang berlaku dalam pemikiran modernis dan pascamodernis, kami menegaskan bahwa Islām tidak perlu terlibat berlebihan dalam persoalan semantik bahasa secara umum yang diperdebatkan para filsuf bahasa tentang kecukupan bahasa untuk mendekati atau berkorespondensi dengan realitas sejati. Konsepsi tentang hakikat Tuhan yang diturunkan dari Wahyu juga ditegakkan di atas fondasi akal dan intuisi, dan dalam beberapa kasus atas intuisi empiris, sebagai hasil dari

Catatan Kaki

  1. ⁴ Untuk rincian lebih lanjut, lihat karya saya The Concept of Education in Islām, Kuala Lumpur, 1980, hlm. 1–13.
IDWaktuBahasaPenerjemahStatusAksi
#1020 Sep 2025, 09:09:47idadminTervalidasi

Wahyu. Yang kami maksud dengan Wahyu bukanlah penglihatan mendadak yang diklaim para penyair dan seniman besar untuk dirinya; bukan pula inspirasi kerasulan para penulis kitab suci; dan bukan intuisi iluminatif para bijak dan orang-orang yang tajam pandangannya. Yang kami maksud dengan Wahyu adalah kalām Allah tentang diri-Nya, ciptaan-Nya, hubungan antara keduanya, serta jalan keselamatan yang disampaikan kepada Nabi dan Rasul pilihan-Nya, bukan dengan suara atau huruf, tetapi mencakup semua yang Dia representasikan dalam kata-kata, lalu disampaikan Nabi kepada umat manusia dalam bentuk linguistik yang baru sifatnya namun tetap dapat dipahami, tanpa tercampur dengan subjektivitas pribadi Nabi maupun imajinasi kognitifnya. Wahyu ini bersifat final, dan bukan hanya meneguhkan kebenaran wahyu-wahyu sebelumnya dalam bentuk aslinya, tetapi juga mencakup substansinya, memisahkan kebenaran dari ciptaan kultural dan rekayasa etnis.

Karena kami menegaskan bahwa al-Qur’ān adalah kalām Allah yang diwahyukan dalam bentuk bahasa Arab yang baru, maka deskripsi tentang Diri-Nya di dalamnya adalah deskripsi tentang Diri-Nya oleh Diri-Nya sendiri dengan kata-kata-Nya menurut bentuk linguistik tersebut. Dari sini dapat disimpulkan bahwa bahasa Arab al-Qur’ān, penafsirannya dalam Sunnah, dan penggunaannya yang autentik dan otoritatif sepanjang zaman menetapkan validitas bahasa itu pada derajat keunggulan dalam melayani untuk menggambarkan realitas dan kebenaran.⁴ Dalam arti ini, berbeda dengan situasi yang berlaku dalam pemikiran modernis dan pascamodernis, kami menegaskan bahwa Islām tidak perlu terlibat berlebihan dalam persoalan semantik bahasa secara umum yang diperdebatkan para filsuf bahasa tentang kecukupan bahasa untuk mendekati atau berkorespondensi dengan realitas sejati. Konsepsi tentang hakikat Tuhan yang diturunkan dari Wahyu juga ditegakkan di atas fondasi akal dan intuisi, dan dalam beberapa kasus atas intuisi empiris, sebagai hasil dari

Catatan Kaki

  1. ⁴ Untuk rincian lebih lanjut, lihat karya saya The Concept of Education in Islām, Kuala Lumpur, 1980, hlm. 1–13.

Beberapa bagian dari Terjemahan di-generate menggunakan Artificial Intelligence secara otomatis, dan belum melalui proses pengeditan

Untuk Teks dari Buku Berbahasa Indonesia atau Inggris, banyak bagian yang merupakan hasil OCR dan belum diedit


Belum ada terjemahan untuk halaman ini atau ada terjemahan yang kurang tepat ?

« Sebelumnya Halaman 9 dari 22 Berikutnya » Daftar Isi