Gagal di Utara, Hancur di Selatan
Israel gagal di Gaza utara. Tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini. Karena setiap pertempuran militer pasti mempunyai target. Apalagi ini pertempuran besar dengan biaya yang mengerikan.
Israel menarget serangan darat pertama yang berfokus di utara: Membawa pulang semua tawanan Israel di Gaza, Gaza tanpa Hamas dan Kematian Yahya Sinwar.
Tak ada satu pun tawanan yang berhasil ditemukan. Bahkan tidak satu pun pintu terowongan tempat yang diyakini untuk menyimpan tawanan ditemukan. Hamas tak bisa mereka hancurkan bahkan mustahil menurut para pakar. Yahya Sinwar masih terus mengendalikan pertempuran dan intelijen entah dari bumi mana, yang jelas salah seorang tawanan Israel yang sudah dibebaskan pernah disapa olehnya. Tak satu pun tercapai!
Mayjen DR. Shaleh Al Muayatha, pakar strategi dan militer dari Yordania menegaskan, "Israel marah dan balas dendam, sebabnya adalah kegagalan Israel di gelombang pertama di utara. Padahal perang di utara terjadi tidak di tengah kepadatan penduduk, di sana banyak kebun, kampung-kampung berjauhan. Mereka tidak bisa bertahan, tidak bisa menguasai, tidak berhasil menemukan terowongan, tidak berhasil membunuh para pemimpin Hamas dan tidak berhasil melemahkan kekuatan militernya."
Setelah penghentian perang sementara, mereka menyiapkan betul kelanjutan perang. Dan ternyata para pejuang Gaza sudah sangat paham tentang strategi mereka.
Hal ini bisa dilihat dari pertempuran yang jauh lebih sengit di Gaza selatan. Para tentara pejuang Gaza yang diturunkan untuk terjun ke pertempuran gelombang pertama di utara hanya sekitar seperdelapan dari jumlah pasukan dan ada senjata-senjata yang belum dikeluarkan sama sekali (seperti yang pernah kita bahas).
Dan sekarang semua mulai terlihat. Pasukan pejuang di selatan yang sangat segar karena baru terjun sekarang, sangat menguasai keadaan wilayah selatan. Strategi pun sangat berbeda dan senjata yang belum keluar mulai terlihat dan menghasilkan.
Sesungguhnya Israel sendiri paham betul bahwa pertempuran di selatan akan jauh lebih sengit dan sulit. Tapi ternyata mereka tidak menyiapkan strategi baru, tetap sama hanya lebih banyak menjatuhkan bom dari udara, laut dan darat. Hanya itu....
Padahal Israel sendiri yang mengatakan bahwa Gaza selatan adalah pusat kekuatan komando dan pasukan Hamas. Sekadar sebuah info bahwa komando tertinggi para pejuang hari ini dipegang oleh Yahya Sinwar dan Muhammad Dhef dan keduanya berasal dari Khan Yunis, Gaza selatan.
Kalau mau kenal sedikit dengan Khan Yunis, silakan link videonya:
Sementara pasukan pejuang sudah menyiapkan diri dengan penguasaan wilayah. Sehingga para pejuang jauh lebih sulit ditebak; mereka muncul dari mana dan menyiapkan jebakan kematian di mana. Di utara, para pejuang menggunakan strategi menembak kemudian mundur. Untuk mengatur waktu dan ini penting di awal pertempuran. Adapun di selatan ini, sudah tidak ada ampun. Para pejuang menggunakan tiga cara sekaligus: pertempuran berhadapan langsung, pertempuran dari jarak nol dan penyerbuan dari belakang musuh. Benar-benar babak belur Israel.
Maka, Israel mengumumkan bahwa pertempuran selasa kemarin paling ganas dan sengit sepanjang perang yang sudah berlangsung 60 hari. Apa arti kalimat ini?
Jelas, banyak korban terkapar dari tentara Israel dan banyak kendaraan militer yang hancur lebur. Dan itu didukung oleh laporan para pejuang dengan tulisan dan video seperti biasa. Pihak Israel juga mengakui matinya tentara dan komandan, walau jumlah tentu tidak pernah sesuai dengan yang sesungguhnya.
Adapun senjata baru (walau pernah dikenalkan di perang Al 'Ash Al Ma'kul 2014) mulai dikenalkan oleh Hamas, Ghul namanya dengan peluru kaliber 14,5 mm. Pamerannya tidak di gedung pameran atau di parade militer yang tidak ada gunanya itu. Tetapi dipamerkan di lapangan dengan sasaran langsung Israel.