Dari Abu Ubaidah ke Abu Ubaidah
@edgarhamas Founder Gen Saladin
Saya selalu suka dengan bagaimana para pejuang di Gaza menjadikan sejarah Islam sebagai inspirator mereka melawan musuh-musuhnya.
Seperti alasan dipilihnya nama "Abu Ubaidah" sebagai juru bicara militer yang kata-katanya membuat musuh tak bisa tidur sekaligus melegakan umat.
Dalam nasyid Hayyu Rijalil Qassamiye, Abu Ubaidah digambarkan oleh pejuang Gaza dengan sebuah syair, "Wahai orang bertopeng, wahai pemilik kaffiyeh merah; kengerian bagi yahudi. Wahai Abu Ubaidah bertekad kuat, teriakmu adalah mesiu."
Dipilihnya nama itu punya alasan yang kuat.
Abu Ubaidah adalah nama asli dari Amir bin Abdillah, sahabat Rasul yang sangat istimewa. Umar saja sampai pernah berkata, "kalau Abu Ubaidah masih hidup, aku akan memilihnya untuk menjadi khalifah."
Beliau adalah komandan tertinggi pasukan muslimin saat membebaskan Al Aqsha.
Jika Khalid adalah panglima yang paling mengerti teknis dan strategi tempur, maka Abu Ubaidah adalah komandan sekaligus juru bicara yang didengarkan oleh semua orang.
Beliau dipercaya oleh Abu Bakr, dimuliakan oleh Umar, dan dihormati oleh seorang Khalid. Radhiyallahu Anhum.
Dr Saud Ghandur Al Maimuni menulis tentang sifat Abu Ubaidah dan alasan mengapa ia bisa menyatukan 'dua matahari kembar' seperti Sang Umar dan Sang Khalid, "karena beliau sangat rendah hati dalam sikapnya, dan sangat diteladani dalam rasa kecintaannya pada sesama orang beriman."
Manusia istimewa seperti Abu Ubaidah ini, Allah takdirkan jadi komandan tertinggi bebasnya Al Aqsha di zaman generasi terbaik. Kamu bisa bayangkan kan seistimewa apa beliau?
Hingga suatu kali Umar pernah duduk bersama para sahabat dan berkata, "apa yang kalian inginkan terjadi?"
Sahabat lain mulai menjawab, "aku ingin punya banyak emas agar bisa ku infakkan di jalan Allah", yang lain pun menjawab serupa.
Tapi Umar menjawab, "aku mengandaikan sebuah rumah yang penuh dengan orang seperti Abu Ubaidah bin Jarrah, dan aku jadikan ia rekanku dalam ketaatan."
Para pejuang di garis depan sedang mengajari kita satu hal: kalau kamu mau jadi umat yang terbaik, maka teladani generasi terbaik.
Senada dengan yang Imam Malik nasihati, "generasi akhir umat ini takkan bisa terbaiki kecuali dengan hal yang menjadikan generasi awalnya terbaik."