Biografi Imam Khalil bin Ahmad al Farahidi
Sumber : Jurnal al Lisan
Imam Khalil bin Ahmad al Farahidi adalah tokoh yang sangat populer di berbagai bidang ilmu. Bagaimana biografi beliau. Selamat menyimak
Nama lengkapnya ialah al-Khalil bin Ahmad bin ‘Amru bin Tamim Abu ‘Abd al-Rahman al-Bashri al-Farahidi al-Nahwi(al-Yamani, 1986).Ia dilahirkan di kota Oman, tepatnyadi daerah pantai Teluk Persia, tahun 100 H.
Dalam usianya yang sangat muda, ia diboyong oleh keluarganya ke Basrah. Di sana ia dibesarkan dan mengecap pendidikan pertamanya.Al-Khalil termasuk salah seorang ulama yang memiliki garis keturunan Arab asli. Ia memiliki jalur nasab dari Farhud dari kabilah al-Azd. Meskipun ia popular dengan gelar al-Farahidi, namun sebagian sejarawan menyebutnya dengan al-Farhudi, yang diatributkan kepada Farhud (al-Farahidi, 2003).
Sejak usia dini, al-Khalil sudah mengasah kecerdasannya melalui berbagai forum-forum kajian ilmiahyang gelar oleh ulama hadis, fikih, ahli bahasa dan nahwu. Ia mencurahkan waktunya untuk belajar dari Isa bin ‘Amru dan Abu ‘Amr bin al-‘Ala’. Selain itu, ia gemar belajar ilmu-ilmu dari bangsa-bangsa non Arab, khususnya matematika. Al-Khalil memiliki persahabatan yang sangat akrab dengan Ibn al-Muqaffa’. Ia membaca semua ilmu yang diterjemahkan oleh Ibnu al-Muqaffa’, khususnya logika Aristoteles. Selain itu, ia gemar membaca hasil terjemahan orang lain, khususnya dalam seni musik yang berasal dari Yunani. Hasil pembacaan tersebut membuat ia mahir dalam seni musik (Dheef, 1968).
Terdapat berbagai pendapat tentang pandangan teologisnya.Ada yang mengatakan bahwa al-Khalil menganut paham Khariji atau ‘Ibadhi (al-ibadhiyah) atau Shufri. Adapula yang mengatakan bahwa al-Khalil menganut paham Syiah Imamiyah. Hal ini didasarkan pada informasi bahwa al-Khalil adalah sahabat karib dari Imam al-Shadiq (Khaqani, 1425 H.).
Al-Khalil termasuk orang yang tidak beruntung dari segi materi. Kesibukannya dalam menuntut ilmu dan mengembangkan kemampuan intelektualnya, menyebabkan ia tidak memiliki ambisi untuk mengejar kesenangan duniawi(al-Farahidi, 2003). Jalan hidup sederhana yang ia pilih bukan karena tidak memiliki akses untuk menjadi orang kaya. Pilihan itu lebih dipengaruhi oleh keinginannya untuk bebas dari belenggu kesenangan duniawi (Ya’qub, 2006)
Dalam sebuah riwayat disinyalir bahwa suatu hari, Gubernur Sulaiman bin Abdul Malik mengirim utusan untuk tinggal bersamanya di istana dan menjadi guru bagi putranya. Namun, ia menolak dengan argumen bahwa ia bukan sosok yang terbuai dengan harta dan kesenangan duniawi. Ketika utusan gubernur bertandang ke rumahnya, ia menjamunya dengan roti kering lalu mempersilahkan makan. Ia berkata: “saya tidak memiliki lebih dari itu. Selamasaya masih mampu memperoleh roti seperti itu, maka tidak ada kebutuhan saya untuk memenuhi ajakan Gubernur”. Mendengar sikap al-Khalil tersebut, utusan Gubernur berkata: “apa yang saya harus katakan kepada Gubernur?. Selanjutnya, al-Khalil melantunkan bait-bait syair sebagai berikut (al-Sairafi, 1995)
Tampaknya al-Khalil menyadari bahwa kesenangan duniawi sangat potensial untuk meninabobokkan seseorang dan menyebabkan hatinya lalai dari pola hidup yang produktif.
Imam Khalil bin Ahmad adalah sosok yang sangat cerdas dan senantiasa merasa haus dengan ilmu pengetahuan. Kehausan ilmiah tersebut mendorongnya berpetualang dari satu daerah ke daerah lain untuk memuaskan hasratnya tersebut. Pertama, ia berangkat menuju Bagdad untuk bertemu dengan Khalifah al-Mahdi. Kemudian ia melanjutkan perjalannya menuju Khurasan dan menemui al-Laitsbin Rafi’ (Gubernur Khurasan). Persahabatan tersebut mendorong al-Khalil untuk memberikan hadiah kepada al-Laits. Namun ia menyadari bahwa hadiah dalam bentuk materi tidak akan berarti apa-apa di sisi al-Laits. Oleh sebab itu, ia menulis kitab al-‘Ain dan menghadiahkannyakepadanyaal-Laits.Selanjutnya, ia berangkat menuju al-Ahwaz. Namun ia tidak tinggal lama di sana akibat ketidakpuasannyadengan imbalan yang diberikan oleh Sulaiman bin Habib, Gubernur Ahwaz, yang lebih sedikit dibanding dengan ilmuan lainnya(Ya’qub, 2006)
Al-Khalil menghembuskan nafasnya yang terakhir di Basrah. Mengenai tahun wafatnya,terdapat beberapa versi. Ada pendapat yang mengatakan tahun 175 H., dan adapula yang mengatakan tahun 160 H., serta ada yang berpendapat tahun 130 H. Tentang sebab kematiannya, juga dijumpai beberapa versi. Ada yang mengatakan bahwa ia berpikir untuk menciptakan cara berhitung untuk memudahkannya dalam berbagai hal. Untuk mewujudkan ide tersebut, ia masuk ke sebuah masjid dan memulai menciptakan rumus-rumus matematika. Tiba-tiba ia diserang stroke yang menyebabkan kematiaannya. Adapula yang mengatakan bahwa ia sedang menyusun rumus pemenggalan bait-bait syair (maqtha’bahr) (Ya’qub, 2006).
Murid al-Khalil yang paling populer adalah Sibawaih. Karya Sibawaih dalam ilmu bahasa Arab mencerminkan keakrabannya dengan al-Khalil. Sebagian besar informasi tentang kaidah kebahasaan, dikutip oleh Sibawaih dari al-Khalil.Selain Sibawaih, murid-murid al-Khalil antara lain:al-Ashmu’idan al-Nadhr bin Syumail. Sedangkan gurunya antara lain: Ayyub dan ‘Ashim al-Ahwal(al-Suyuthi, 1979). Ulama-ulama yang lahir di tangan al-Khalil menunjukkan kepakarannya, khususnya dalam ilmu-ilmukebahasaan.
Leave a Reply