Mengenal Muqaddimah Shahih Muslim (Bagian 1)
Kompilasi dan Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu
Artikel Mengenal Muqaddimah Shahih Muslim ini termasuk dalam Kategori Ilmu Hadits
بسم الله الرحمن الرحيم
Mengenal Mukaddimah Shahih Muslim ini merupakan rangkaian tulisan panjang. Semoga Allah Ta’ala memudahkan penyelesaiannya. Aamiin.
Abu Al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim bin Ward bin Kausyadz rahimahullah menuliskan:
بسم الله الرحمن الرحيم
وصلى الله على محمد وآله وصحبه وسلم تسليما
الحمد لله رب العالمين والعاقبة للمتقين وصلى الله على محمد خاتم النبيين وعلى جميع الأنبياء والمرسلين أما بعد
Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaili hafizhahullah dalam sesi ketiga kajian Shahih Muslim di Masjid Nabawi mengatakan bahwa dalam Mukaddimah Shahih Muslim terdapat banyak faidah dan tanbihat yang lembut bagi penuntut ilmu.
Imam Muslim memulai kitabnya dengan shalawat dan salam kepada Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam – walaupun dalam sebagian salinan tidak kita dapati.

Mengenal Mukaddimah Shahih Muslim
Banyak ahli ilmu mengatakan bahwa shalawat kepada Nabi adalah sebuah kewajiban, karena Nabi shalallahu alaihi wa sallam pernah bersabda:
اَلْبَخِيْلُ مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ
“Orang yang bakhil adalah orang yang jika disebutkan namaku, dia tidak bershalawat kepadaku”
(Jami’ At-Tirmidzi Hadits No. 3497, Musnad Ahmad Hadits No. 1672)
Kaidah ushul syariah menyebutkan:
أنه لا يذم إلا على ترك الواجب
“Tidak ada kecaman kecuali dalam hal meninggalkan yang wajib”
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam menyebutkan orang yang meninggalkan shalawat dengan gelaran bakhil, menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah meninggalkan sesuatu yang wajib.
Ulama berbeda pendapat terkait kapan kewajiban bershalawat itu dilakukan, apakah sekali saja, atau setiap kali disebutkan nama beliau shalallahu alaihi wa sallam.
Shalawat dari Allah adalah penghormatan dari-Nya yang Maha Tinggi, sementara dari kaum mukminin adalah doa.
Kemudian Imam Muslim menuliskan:
الحمد لله رب العالمين
Al-Hamdu adalah pujian kepada Allah Ta’ala dengan sifat-sifat terpuji-Nya sebagaimana pujian Allah kepada Diri-Nya dalam Surah Al-Fatihah dan surah-surah lainnya.
Terkumpul dalam sifat Al-Hamdu segala kesempurnaan, serta terbebasnya dari segala kekurangan. Karena itu sebagian ulama menganggapnya lebih afdhal daripada tasbih, karena mencakup seluruh pujian.
والعاقبة للمتقين
Kalimat ini dalam beberapa naskah tidak ada.
العاقبة
Adalah puncak segala kebaikan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
فَاصْبِرْ ۖ إِنَّ الْعَاقِبَةَ لِلْمُتَّقِينَ
“Maka bersabarlah; sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa” (Surah Hud ayat 49)
Dan firman-Nya:
إِنَّ الْأَرْضَ لِلَّهِ يُورِثُهَا مَن يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ ۖ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
“Sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa” (Surah Al-A’raf ayat 128)
Ini adalah kaidah syar’iyah yang memberikan faidah bagi kaum muslimin bahwa kesudahan yang baik hanyalah bagi mereka yang bertakwa. Hikmahnya: Allah bisa saja menjadikan kesusahan di awal menjalankan perintah-Nya, tetapi kesudahannya akan berbuah baik. Semua ini diberikan kepada mereka yang bertakwa.
Kesudahan yang baik di dunia berupa ditampakkannya kebaikan, keutamaan, dan pertolongan Allah, sebagaimana dialami Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Awalnya penuh kesulitan, namun akhirnya Allah menolong dan memuliakannya.
نحن قوم أعزنا الله بالإسلام
“Kita adalah kaum yang dimuliakan Allah dengan Islam”
Sebagaimana ucapan Umar bin Khattab radhiyallahu anhu, bahwa kemuliaan hanya dengan Islam, bukan dengan nasab, bukan dengan kekuasaan, bukan dengan menaklukkan bangsa lain.
إن أكرمكم عند الله أتقاكم
“Yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa” (Surah Al-Hujurat ayat 13)
Kemudian Imam Muslim mencantumkan kembali shalawat kepada Nabi shalallahu alaihi wa sallam, Penutup Para Nabi.
خاتم النبيين
“Penutup para Nabi” menunjukkan bahwa Muhammad shalallahu alaihi wa sallam adalah nabi terakhir, tidak ada nabi lagi setelahnya.
Sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam:
“مَثَلِي وَمَثَلُ الأَنْبِيَاءِ كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى بُنْيَانًا فَأَحْسَنَهُ وَأَجْمَلَهُ، فَجَعَلَ النَّاسُ يُطِيفُونَ بِهِ يَقُولُونَ: مَا رَأَيْنَا بُنْيَانًا أَحْسَنَ مِنْ هَذَا إِلَّا هَذِهِ اللَّبِنَةَ. فَكُنْتُ أَنَا تِلْكَ اللَّبِنَةَ”
“Perumpamaanku dengan para Nabi yang lain adalah bagaikan seorang lelaki yang membangun sebuah bangunan. Dia menatanya dengan indah. Orang-orang berkeliling dan berkata: Kami belum pernah melihat bangunan seindah ini, kecuali masih ada satu bata kosong. Dan akulah bata tersebut.”
(Hadits Riwayat Muslim No. 5918, Syarah Imam Nawawi)
وعلى جميع الأنبياء والمرسلين
“Dan atas seluruh para Nabi dan Rasul”
Adalah ma’thuf dari kalimat shalawat sebelumnya. Imam Nawawi menjelaskan: ulama sepakat kebolehan bershalawat kepada selain Rasulullah, tetapi tidak boleh berdiri sendiri, harus disandingkan dengan shalawat kepada Rasulullah.
اللهم صل على محمد وعلى آل محمد، وأصحابه، وأزواجه وذريته، وأتباعه
“Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Muhammad, keluarga Muhammad, para sahabatnya, istri-istrinya, keturunannya, serta para pengikutnya.”
Allahu Ta’ala A’lam
Maraji’:
- Shahih Muslim Thabaqat At-Ta’shil
- Kajian Shahih Muslim Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaili – Masjid Nabawi 24 Safar 1439 H
- Al-Adzkar, Imam Nawawi
- Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawi
Maktabah Rumah Ilmu Indonesia
Cileungsi, 23 Syawal 1439 H
Leave a Reply