البقرة ٧
[Ensiklopedi Al Quran] Al Baqarah ayat 7 (3) : wa ‘alaa sam’ihim wa ‘alaa absharihim
Alih Bahasa dan Kompilasi : Reza Ervani bin Asmanu
بسم الله الرحمن الرحيم
Al Baqarah ayat 7 adalah lanjutan serial Ensiklopedi Al Quran
خَتَمَ اللَّهُ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ وَعَلَىٰ سَمْعِهِمْ ۖ وَعَلَىٰ أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
وَعَلَىٰ سَمْعِهِمْ : الختم على السمع. يعني : تعطلت عندهم حاسة السمع, عن سماع الحق, وما ينفعهم لآخرتهم؛ فهم لا يستمعون لأي آية, ولا لأي موعظة, أو إنذار, رغم أنهم يسمعون الكلام العادي, وآذانهم ليس بها مرض عضوي, هم الذين اختاروا أن يسدُّوا آذانهم, وختموا عليها, فأذن الله تعالى لهم ذلك.
wa ‘alaa sam’ihim (Dan atas pendengaran mereka) : Segel / kunci mati pada pendengaran, yakni indera pendengaran mereka tidak berfungsi untuk mendengarkan kebenaran, dan hal-hal yang bermanfaat bagi akhirat mereka. Maka mereka tidak mendengar ayat manapun, tidak mendengar nasehat manapun, atau peringatan manapun. Padahal mereka dapat mendengar pembicaraan biasa, telinga mereka juga tidak menderita penyakit organ tertentu, Mereka adalah orang-orang yang memilih untuk menutup telinga mereka, menyegelnya, sehingga Allah Ta’ala jadikan yang sedemikian itu bagi mereka.
وَعَلَىٰ أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ : الغشاوة هي الغطاء, والستر, وأبصارهم جمع بصر, والبصر: يشمل العين, والبصيرة.
wa ‘ala absharihim ghisyaawah (dan atas penglihatan mereka ada tirai/penghalang) : al Ghisyawah yaitu al Ghithaa-u (tutup, bungkus), as Sitru (Tirai, Selubung). Abshar adalah bentuk jamak dari Bashar (Penglihatan). Al Bashar meliputi kedua mata dan bashirah (mata hati)
والبصيرة : منطقة بالدماغ, هي التى تدرك, وتفكر, وتقوم بالرؤية القلبية,
Al Bashirah : wilayah otak yang berfungsi memahami, mempersepsi, berfikir dan melihat dengan qalbu 1
وَعَلَىٰ أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ ؛ جملة اسمية, تفيد الدوام؛ والثبات؛ أي: على أبصارهم غشاوة منذ البداية؛ فهم لم يسبق أن أبصروا (من البصيرة)
wa ‘ala absharihim ghisyawah : Jumlah Ismiyah (kalimat nominal – kalimat yang dimulai dengan ism) memberikan makna terus-menerus, tetap, yakni penglihatan mereka terhalang semenjak awal, sehingga mata hati (bashirah) mereka belum pernah melihat, belum pernah terbuka sama sekali.
بينما قوله تبارك وتعالى : وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِ غِشَاوَةً
Sementara Firman Allah Ta’ala dalam Surah al Jaatsiyah ayat 23 :
وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِ غِشَاوَةً
dan Allah letakkan penutup atas penglihatannya
جملة فعلية؛ تدل على التجدد, والتكرار, فهذا كان مبصراً قبل تردي حالته.
merupakan jumlah fi’liyah (kalimat verbal – kalimat yang diawali dengan fi’il) yang menunjukkan keadaan yang baru, menunjukkan bahwa keadaan seseorang telah berubah menjadi buta setelah sebelumnya memiliki penglihatan. Karena penghalang tersebut, ia tidak lagi memiliki penglihatan.
وإذا قارنا آيات سورة البقرة: خَتَمَ اللَّهُ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ وَعَلَىٰ سَمْعِهِمْ ۖ وَعَلَىٰ أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ بآيات سورة الجائية وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِ غِشَاوَةً نجد أنَّ آيات البقرة؛ جاءت في سياق من هم أشد كفراً وضلالاً؛ من الكفار المذكورين في آيات سورة الجائية.
Maka jika kita bandingkan ayat di Surah Al Baqarah ini dengan yang ada di Surah al Jaatsiyah, kita dapati bahwa ayat dalam surah Al Baqarah ini datang dalam konteks mereka yang kekafiran dan kesesatannya sangat kuat, termasuk pula didalamnya orang-orang yang disebutkan dalam ayat di Surah al Jaatsiyah tersebut.
وقدِّم القلوب في آية البقرة؛ لأنَّ السياق في الحديث عن القلوب المريضة؛ والختم على القلب؛ أهم من الختم على السمع والبصر.
Didahulukannya penyebutan al Qulub (Hati) dalam surah al Baqarah ini karena konteksnya adalah pembahasan hati yang sakit. Dan tersegelnya / terkunci matinya hati lebih berat daripada terkunci matinya pendengaran dan penglihatan
وأما في الجاثية؛ فالسياق في السمع لقوله :
Sementara di Surah Al Jaatsiyah, maka konteks as Sam’u (Pendengaran) dalam ayat tersebut adalah untuk Firman Allah Ta’ala :
وَيْلٌ لِّكُلِّ أَفَّاكٍ أَثِيمٍ (٧) يَسْمَعُ آيَاتِ اللَّهِ تُتْلَىٰ عَلَيْهِ
Kecelakaan besarlah bagi tiap-tiap orang yang banyak berdusta lagi banyak berdosa, dia mendengar ayat-ayat Allah dibacakan kepadanya (Surah al Jaatsiyah ayat 7)
وَقَدِ اخْتُلِفَ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: وَعَلى سَمْعِهِمْ هَلْ هُوَ دَاخِلٌ فِي حُكْمِ الْخَتْمِ فَيَكُونُ مَعْطُوفًا عَلَى الْقُلُوبِ أَوْ فِي حُكْمِ التَّغْشِيَةِ،
Ulama berbeda pendapat tentang Firman Allah Ta’ala wa ‘ala sam’ihim, apakah bagian tersebut masuk ke hukum al Khatmu (Segel / Kunci Mati) sehingga dia menjadi ma’thuf atas al Qulub, atau masuk ke hukum at Taghsyiyah (Tirai / Penghalang)
فَقِيلَ: إِنَّ الْوَقْفَ عَلَى قَوْلِهِ: وَعَلى سَمْعِهِمْ تَامٌّ، وَمَا بَعْدَهُ كَلَامٌ مُسْتَقِلٌّ، فَيَكُونُ الطَّبْعُ عَلَى الْقُلُوبِ وَالْأَسْمَاعِ، وَالْغِشَاوَةُ عَلَى الْأَبْصَارِ كَمَا قَالَهُ جَمَاعَةٌ،
Sebagian berpendapat bahwa : waqaf di wa ‘ala sam’ihim adalah waqaf taam, karena kalimat yang ada setelahnya adalah perkataan terpisah. Maka maknanya menjadi : “Segel atau kunci mati itu diberikan pada hati dan pendengaran mereka, sementara ghisyawah (tutup) itu diberikan pada penglihatan mereka. Demikian dikatakan oleh jama’ah. 2
Allahu Ta’ala ‘A’lam
Bersambung in sya Allah
Leave a Reply