Kunuuz Riyadhus Shalihin : Hadits ke-23 – Syarh Adabi
Alih Bahasa oleh : Reza Ervani bin Asmanu
Kunuuz Riyadhus Shalihin : Hadits ke-23 adalah bagian dari Kategori Riyadhus Shalihin
وعن ابن عباس رضي الله عنهما أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: “ لو أن لابن آدم وادياً من ذهب أحب أن يكون له واديان، ولن يملأ فاه إلا التراب، ويتوب الله على من تاب” ((متفق عليه)) .
23. Dari Ibnu Abbas dan Anas bin Malik r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Jikalau seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, ia masih menginginkan satu lembah lagi, padahal mulutnya nanti juga akan di penuhi tanah(mati), dan Allah menerima taubat setiap orang yang bertaubat.” Muttafaq ‘alaih.
Syarah Adabi (Syarah dengan Tinjauan Gaya Bahasa)
إن كلمات هذا الحديث النبوي تشع بهالات الحقيقة، وتنطق بحقيقة الطبع الإنساني الراغب في التزود من متع الحياة، وتحقيق الرغبات مهما كانت الوسائل،
Kata-kata dalam hadits ini memancarkan cahaya kebenaran, mengungkapkan hakikat sifat manusia yang senantiasa ingin mendapatkan lebih banyak kenikmatan hidup dan mencapai keinginan-keinginan mereka dengan segala cara.
وهذه الحقيقة ليست واقعاً مطلوبًا ولا مفروضا ، ولكنها طبع مركوز في فطرة الإنسان وعليه أن يقاوم هذه الغريزة التي تركض خلف زينة الحياة الدنيا وما تقدمه من وسائل وغايات.
Dan kenyataan ini bukanlah sebuah realitas yang diinginkan atau dipaksakan, melainkan sifat bawaan yang tertanam dalam fitrah manusia. Dan manusia haruslah melawan naluri yang mendorongnya untuk selalu mengejar perhiasan kehidupan dunia dan apa yang ditawarkan oleh kehidupan dunia berupa sarana dan ambisi-ambisi tertentu.
وهذا الواقع الذي يدعو الحديث إلى مقاومته عن طريق التوبة والعمل الصالح يوضح القرآن الكريم بعض ملامحه التي تجذب كثيرًا من طلاب المتع، وأرباب الأهواء والبدع
Kecenderungan akan kenikmatan dunia inilah yang diingatkan oleh hadits untuk dilawan melalui taubat dan amal shalih. Hal itu seperti yang dijelaskan oleh Al Quran tentang beberapa hal yang memikat banyak pencari kenikmatan, para pengikut hawa nafsu, dan pelaku bid’ah.
حيث يقول الله عز وجل:
Allah Ta’ala berfirman tentang hal tersebut :
﴿ زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَتَابِ﴾
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia cinta terhadap apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta benda yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”
والأسلوب في هذا الحديث النبوي ينطق بالدلالة التي نجنيها من الكلمات، ومن توظيف الأدوات النحوية في تقديم المعنى المراد
Gaya bahasa dalam hadits Nabi ini mengungkapkan makna yang dapat kita petik dari kata-katanya. Juga dari penggunaan tata bahasanya dalam menyampaikan maksud yang ingin disampaikan
فالحديث يتكون من ثلاث جمل تشع بكثير من المعاني في إيجاز بليغ، وصياغة يسيرة تصل إلى كل من يستمع أو يقرأ في غير عناء ولا كد وتجمع بين الجزالة والرقة.
Hadits ini terdiri dari tiga kalimat yang memancarkan banyak makna dalam bentuk yang ringkas dan indah, serta penyusunan yang mudah dipahami oleh siapa saja yang mendengarkan atau membacanya tanpa kesulitan. Gaya bahasa ini menggabungkan antara keanggunan dan kelembutan
ولنتأمل دلالة الجملة الأولى حيث يكشف الرسول علية عن الطبع الإنساني وعدم قناعته بما يقدره الله له ، ولكن دائما يرجو المزيد والمزيد
Mari kita renungkan makna dari kalimat pertama, di mana Rasulullah mengungkapkan sifat manusia yang tidak pernah merasa cukup dengan apa yang telah Allah tetapkan untuknya, tetapi selalu menginginkan lebih dan lebih lagi.
وقد أفصحت الصياغة التي جاءت في قالب الشرط والجزاء، عن هذا المعنى الدقيق العميق
Susunan kata yang digunakan dalam bentuk syarat dan jawab syarat mengekspresikan makna yang mendalam dan tepat
وأداة الشرط لو وهي أداة امتناع لامتناع، وكأن هذا النموذج الذي لا يقنع بما يقسمه الله له هو من النماذج المستحيلة في عالم السلوك المعتدل الذي يحكمه الاتزان والرضا والعطاء والتعبير
Kata syarat “law” (seandainya) adalah alat yang digunakan untuk menyatakan sesuatu yang mustahil terjadi. Seakan menggambarkan sosok manusia yang tidak puas dengan apa yang telah Allah tetapkan untuknya. Menggambarkan beratnya manusia untuk memiliki perilaku yang menengah, yang seimbang, merasa puas, dan bersifat dermawan.
بقوله ” لابن آدم يرشد إلى أن هذا طبع بشري ولا يقتصر على شعب دون آخر، ولا على قبيلة معينة، أو عنصر محدد ؛
Penggunaan frasa “li ibni Aadam” (bagi anak Adam) menunjukkan bahwa ini adalah sifat manusia dan tidak terbatas pada satu bangsa, suku, atau ras tertentu.
وتخصيص الذهب هنا فيه إيحاء بأن الإنسان يحرص على كل شيء، ولا يقنع بأى شيء ، وقد صور الشاعر العربي ذلك فقال:
Penekanan pada “emas” di sini mengisyaratkan bahwa manusia berusaha keras untuk memiliki segala sesuatu dan tidak pernah merasa cukup dengan apa pun. Seorang penyair Arab menggambarkan hal ini dengan mengatakan:
ما كل ما فوق البسيطة كافيا وإذا قنعت فبعض شيء كافي
Tidak semua yang ada di atas bumi ini mencukupi,
akan tetapi jika engkau merasa cukup, maka sedikit saja sudah mencukupi
وإذا كان الذهب لا يشبع نهم الإنسان للمال فهل يشبعه شيء آخر ؟؟!.
Jika emas saja tidak dapat memuaskan keinginan manusia akan harta, apakah ada hal lain yang bisa memuaskannya?
وتصاغ الجملة الثانية في أسلوب القصر، ولن يملأ فاه إلا التراب” وهذا الأسلوب فيه سخرية وتهكم على هؤلاء الطامعين الذين لم يتعظوا بما يجري لغيرهم من جميع الأمم،
Kalimat kedua disusun dengan gaya penegasan mutlak, “dan tidak akan memenuhi mulutnya kecuali tanah.” Gaya bahasa ini mengandung sindiran dan ejekan terhadap mereka yang serakah, yang tidak mengambil pelajaran dari apa yang terjadi pada orang lain dari berbagai bangsa.
وهذه الجملة كناية عن حال هذا المغتر الطامع فهو مهما أوتي من أموال يظل حريصا على الدنيا ، حتى يموت ويمتلئ جوفه من تراب قبره وهذا كما يقول صاحب دليل الفالحين حكم غالب النوع الإنساني: الحرص على الدنيا.
Kalimat ini merupakan kiasan tentang kondisi orang yang tamak, bahwa tidak peduli berapa banyak harta yang dimilikinya, dia tetap akan terus mengejar dunia hingga dia mati dan perutnya dipenuhi oleh tanah kuburnya. Seperti yang dikatakan oleh penulis “Dalil Al-Falihin”, ini adalah sifat umum manusia: ketamakan terhadap dunia.
والجملة الثالثة تضع أمام كل الراغبين في العودة إلى منطقة التوازن والسماح والتقوى منافذ الرجاء وأبواب التوبة ، ويقول رسول الله ويتوب الله على من تاب”. ودلالة الفعل المضارع في هذه الجملة المباركة يفيد الاستمرار “فالله يتوب على من تاب” في كل حين.
Kalimat ketiga memberikan harapan bagi semua orang yang ingin kembali ke keseimbangan, kedermawanan, dan ketakwaan. Rasulullah bersabda, “Dan Allah menerima tobat siapa pun yang bertobat.” Makna dari fi’il mudhari “yatuubu” dalam kalimat yang penuh berkah ini menunjukkan kesinambungan/terus-menerus, Bahwa Allah menerima tobat siapa pun yang bertobat kapan saja.
ومنطوق هذا الحديث يضع أمامنا مفهومه، فالمنطوق يسخر من المتكالبين على متع الدنيا، والمفهوم مقترن بالزهد والقناعة، والإنفاق والحرص على اتباع تعاليم الكتاب والسنة، وهذه أهم ملامح الشخصية المسلمة، التي يجب أن يتحلى بها كل من ينطق بشهادة التوحيد “لا إله إلا الله محمد رسول الله”.
Lafazh hadits ini memberikan kita sebuah pemahaman tentang karakter dasar manusia. Hadits ini juga menyindir mereka yang rakus akan kesenangan dunia. Juga memberikan makna terkait sikap zuhud, merasa cukup, dermawan, dan upaya untuk senantiasa mengikuti ajaran Al Qur’an dan Sunnah. Inilah ciri-ciri utama dari kepribadian Muslim yang harus dimiliki oleh setiap orang yang mengucapkan syahadat “La ilaha illallah Muhammadur Rasulullah.”
Allahu Ta’ala ‘A’lam
Leave a Reply