Itmamul Harokat (Kesempurnaan Harokat)
Kompilasi dan Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu
w
Itmamul Harokat atau Kesempurnaan Harokat adalah salah satu hal utama yang harus diperhatikan oleh seorang pembaca Al Quran, termasuk menjadi salah satu materi awal yang harus dikuasai oleh pembelajar tajwid.
من الخطاء الشائعة في قراءة القرآن عدم ضم الشفتين عند النطق بالحرف المضموم, إذ أن كل حرف مضموم لا يتم ضمه إلا بضم الشفتين و إلا كان ضمه ناقصًا. و لا تتم الحرف إلا بتمام حركته, فإن لم يتم الحركة لا يتم الحرف. وكذلك الحرف المكسور لا يتم إلا بخفض الفك السفلى, و إلا كان كسره ناقصًا, و كذلك الحرف المفتوح لا يتم إلا بفتح الفم و إلا كان فتحه ناقصًا
Salah satu kesalahan umum saat membaca Al Quran adalah tidak mengumpulkan bibir saat melafazhkan huruf-huruf dhommah, padahal seluruh huruf dhommah tidak sempurna dhommahnya kecuali dengan mengumpulkan bibir. Jika tidak demikian, maka dhommahnya menjadi kurang, karena tidaklah sempurna huruf kecuali dengan menyempurnakan harokatnya. Jika tidak sempurna harokatnya, maka tidaklah sempurna pula huruf.
Demikian pula huruf kasrah, tidak sempurna kecuali dengan menurunkan rahang bawah, jika tidak maka kasrahnya menjadi kurang. Begitu pula dengan huruf fathah, tidak sempurna kecuali dengan membuka mulut, jika tidak maka fathahnya menjadi kurang.
و إلى ذلك أشار العلامة الطيبي :
Tentang hal tersebut, Imam Ath Thibi menyebutkan dalam Manzhumahnya :
وَكُـلُّ مَضْمُـومٍ فَلَـنْ يَتِـمَّا * إِلَّا بِـضَـمِّ الشَّفَتَـيْنِ ضَـمَّـا
Dan setiap dhommah tidak akan sempurna kecuali dengan mengumpulkan (memonyongkan) dua bibir
وَذُو انْخِفَاضٍ بِانْخِفَاضٍ لِلْفَـمِ * يَتِـمُّ وَالْمَفْتُوحُ بِالْفَتْـحِ افْهَـمِ
Dan khafadh (kasrah) dengan merendahkan rahang maka akan sempurna, dan fathah dengan membuka. Fahamilah
إِذِ الْحُرُوفُ إِنْ تَكُنْ مُحَرَّكَـهْ * يَشْرَكُهَا مَخْرَجُ أَصْلِ الْحَـرَكَهْ
Jika hurufnya berharokat, bergabung makhrojnya dengan ushul harokat
أَيْ مَخْرَجُ الْوَاوِ وَمَخْرَجُ الْأَلِفْ * وَالْيَاءُ فِي مَخْرَجِهَا الَّذِي عُـرِفْ
Yakni makhroj Wawu, makhroj Alif dan ya pada makharojnya yang telah diketahui
فَـإِنْ تَـرَ الْقَارِئَ لَـنْ تَنْطَبِقَا * شِفَاهُـهُ بِالضَّمِّ كُـنْ مُحَقِّـقَا
Maka jika engkau melihat seorang qaari bibirnya tidak dhommah (mengumpul), maka perbaikilah
بِأَنَّـهُ مُنْتَـقِـصٌ مَـا ضَـمَّ * وَالْـوَاجِبُ النُّـطْقُ بِـهِ مُتَمَّـا
Dikarenakan kurang mengumpulkan (monyong), dan wajib membunyikannya dengan sempurna
كَذَاكَ ذُو فَتْحٍ وَذُو كَسْرٍ يَجِبْ * إِتْـمَامُ كُـلٍّ مِنْهُمَا افْهَمْهُ تُصِبْ
Demikian pula fathah dan kasrah, wajib di-itmam-kan (sempurnakan) keduanya, pahamilah
فَالنَّقْصُ فِي هَـذَا لَـدَى التَّأَمُّلِ * أَقْبَحُ فِي الْمَعْنَى مِنَ اللَّحْنِ الْجَلِي
Maka kurang hati-hati dalam hal ini dapat menyelewengkan makna hingga jatuh ke dalam lahn jaliy
إِذْ هُـوَ تَغْيِيرٌ لِـذَاتِ الْحَرْفِ * وَاللَّحْنُ تَغْيِيرٌ لَـهُ بِالْـوَصْـفِ
Karena merubah dzat huruf dan merupakan lahn yang dapat merubah definisi kata
Makna Kalam tersebut :
أن الحروف تنقص بنقص الحركات فتكون حينئذ أقبح من اللحن الجلي لأن النقص من ذات الحرف أقبح من ترك الصفات
Bahwa huruf menjadi tidak sempurna dengan tidak sempurnanya harokat, sehingga bisa jadi lebih buruk dari lahn jaliy, dikarenakan mengurangi dzat huruf lebih buruk dari meninggalkan sifat huruf.
فمثلا : عند النطق بالباء المضمومة (بُ) : نضم الشفتين فإذ قلنا (( بُو )) ازداد من ضم الشفتين لأن الضمة عبارة عن (( واو )) قصيرة , زمنها نصف زمن حرف المد, و كذلك الفتحة عبارة عن (( ألف)) قصيرة, و كذلك الكسرة عبارة عن (( ياء )) قصيرة
Misalnya dalam penyebutan huruf baa dhommah, berkumpul bibir sehingga kita menyebut “Bu” disebabkan mengangkatnya bibir yang berkumpul, dikarenakan dhommah adalah representasi dari wawu qashirah (pendek), yang panjangnya separuh dari panjang huruf mad. Demikian juga fathah adalah representasi dari alif qashirah dan pula kasrah adalah representasi dari huruf ya qashirah.
و عند قولنا : كَتَبَ رَبُّكُمْ عَلَىٰ نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ ۖ
لابد من فتح ما بين الشفتين عند النطق بكلمة – كَتَبَ – و مساواة زمن النطق باالفتحة في الكاف والتاء و الباء, لأن الحركات تساوي أزمنة الحروف
Kedua bibir haruslah membuka saat melafazkan kata – Kataba. Lamanya penyebutan fathah pada huruf Kaaf, Taa dan Ba adalah sama, dikarenakan lamanya/panjang harokat sama dengan lamanya/panjang huruf.
كذلك عند نطقنا ( كُنْتُمْ ) لا بد من ضم الشفتين مثل ضم الشفتين في قولنا : ( كُونُو ) أي لا بد أن يتساوى صوت الضمة في الحالتين لأن القاعدة هي ( و اللفظ في نظيره كمثله ) كما عبر عن هذا ابن الجزري في المقدمة
Demikian pula dalam penyebutan : Kuntum – mestilah mengumpulkan bibir seperti mengumpulnya bibir saat kita menyebut : Kuunuu – sehingga haruslah sama suara dhommah diantara keduanya, karena kaidahnya adalah
و اللفظ في نظيره كمثله
“Dan setiap lafazh yang sama hukumnya mesti konsisten ketika mengucapkannya”, sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Al Jazariy dalam Muqaddimah-nya
كذلك إذا قلنا : ( بسم الله ) لابد من تحقيق الكسر و لا ننطقها بين الكسرة و الفتحة
Demikian pula saat kita menyebut : Bismilah – mestilah mentahqiqkan (menyebutkan dengan jelas) kasrah, tidak melafazhkannya (secara samar) antara kasrah dan fathah.
و مثلا قولنا : ( ولله المشرق و المغرب ) – لا بد من تحقيق كسرة الراء و نطقها مكسورة كسرًا تامًّا مثل نطق كلمة : ريح
Misalnya dalam penyebutan : wa lillahil masyriqi wal maghrib (Al Baqarah ayat 115) – mestilah mentahqiqkan (membaca dengan jelas) kasrah pada huruf ro, dan menyempurnakan kasrah seperti pada penyebutan : riihi
و تظهر مهارة القارئ عند توالي الحركات فمثلا عند نطقتا ( تُبْتُمْ ) : نضم الشفتين أولًا للنطق بالتاء المضمومة, ثم نرجع الشفتين لوضع السكون للنطق بالباء الساكنة, ثم نعود لضم الشفتين النطق بالتاء لثانية المضمومة, ثم نعود لوضع السكون للنطق بالميم الساكنة
Kita mendapati seorang qori yang mahir membaca harokat yang berurutuan seperti pada : tubtum – pertama-tama mereka mengumpulkan kedua bibir saat menyebut huruf ta dhommah, kemudian mengembalikan bibir ke posisi sukun untuk melafazhkan huruf ba sakinah, kemudian kembali mengumpulkan kedua bibir untuk melafazhkan huruf ta dhommah yang kedua, kemudian kembali ke posisi sukun untuk melafazhkan mim sukun.
Allahu Ta’ala ‘A’lam
[Taisir Rahman fii Tajwidil Quran halaman 39 s.d. 41]
In sya Allah bersambung
Assalamua’alaikum ustad mau Tanya apakah pengucapan Harokat dhommah yg berulang sampai 4 huruf atau lebih memancungkan mulutnnya juga 4 kali syukron atas jawabanya contour Surat at-takwir ayat 5
Wa ‘alaikumus salam,
Dari yang kami praktekkan, untuk At Takwir ayat 4, 4 kali harokat dhommah yang ada disana lebih sempurna jika memonyongkan bibir, karena semua huruf yang dhommah disana adalah huruf tarqiq (tipis). Selain itu sifat rokhawah di Ø dan sifat tafasyi di Ø´ menjadi lebih mudah ditampakkan dengan mengembalikan dulu posisi bibir ke posisi awal sebelum memonyongkannya kembali untuk dhommah. Allahu Ta’ala ‘A’lam
izin copaas akhii baarokallaahufiikum