الغضب وسبيل دفعه وعلاجه
Marah: Cara Menghindari dan Mengobatinya
Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu
Artikel tentang Marah: Cara Menghindari dan Mengobatinya ini masuk dalam Kategori Tanya Jawab
السؤال
Pertanyaan:
أنا زوجة وأم لأربعة أطفال وعمري ثلاثون سنة . عندما أتعامل مع الناس أكون في غاية الطيبة والهدوء حتى لو تعرضت للإساءة فلا أستطيع الرد إلا بالبكاء
Saya adalah seorang istri dan ibu dari empat anak, berusia tiga puluh tahun. Saat berinteraksi dengan orang lain, saya sangat baik dan tenang, bahkan jika saya disakiti saya tidak bisa membalas selain dengan menangis.
ولكني على النقيض تماما مع أسرتي فإذا تعرضت لأي موقف يغضبني أثور ولا أستطيع التحكم في نفسي وربما شتمت زوجي وأولادي وتطاولت عليهم
Namun, saya justru sebaliknya ketika di rumah. Jika terjadi sesuatu yang membuat saya marah, saya langsung meledak dan tidak bisa mengendalikan diri, bahkan bisa saja saya memaki suami dan anak-anak saya serta bersikap kasar kepada mereka.
وأنا أعلم تمام العلم أن هذا لا يجوز ولكني لا أستطيع كبح غضبي والعياذ بالله وأعود أستغفر ربي وأعتذر وزوجي يتفهم أن هذا خارج عن طبيعتي ولذلك فهو يسامحني على الدوام ولكن ذلك بالتأكيد يؤثر سلبا على أطفالي فمن المفروض أنني قدوة أمامهم 0 فماذا أفعل وهل علي إثم في ذلك لأنني أخاف أن أكون أعصي الله ؟
Saya tahu betul bahwa hal ini tidak dibolehkan, tapi saya tidak mampu menahan amarah—na’udzubillah. Setelahnya saya istighfar dan meminta maaf. Suami saya memahami bahwa itu bukan sifat asli saya, sehingga dia selalu memaafkan. Tetapi hal ini jelas berdampak buruk bagi anak-anak saya, padahal seharusnya saya menjadi teladan bagi mereka. Apa yang harus saya lakukan? Apakah saya berdosa karena ini? Saya sangat takut telah bermaksiat kepada Allah.
الإجابــة
Jawaban:
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه، أما بعد:
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabat beliau, amma ba’du:
فقد أخرج البخاري في صحيحه عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رجلاً قال للنبي صلى الله عليه وسلم أوصني. قال:
Imam Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa seseorang berkata kepada Nabi ﷺ: “Berilah aku nasihat.” Beliau menjawab :
لا تغضب، فردد مراراً، فقال: لا تغضب” وفي رواية أحمد وابن حبان: ففكرت حين قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ما قال، فإذا الغضب يجمع الشر كله ” .
“Jangan marah.” Ia mengulang permintaannya beberapa kali, namun Nabi tetap menjawab: “Jangan marah.” Dalam riwayat Ahmad dan Ibnu Hibban disebutkan: “Aku berpikir tentang ucapan Rasulullah ﷺ, dan ternyata marah itu adalah sumber segala kejahatan.”
قال ابن التين : ” جمع صلى الله عليه وسلم في قوله “لا تغضب” خير الدنيا والآخرة، لأن الغضب يؤول إلى التقاطع، وربما آل إلى أن يؤذي المغضوبَ عليه فنيتقص ذلك من دينه”.
Ibnu at-Tin berkata: “Nabi ﷺ telah mengumpulkan kebaikan dunia dan akhirat dalam sabdanya ‘Jangan marah’, karena marah bisa menyebabkan terputusnya hubungan, bahkan bisa sampai menyakiti orang yang dimarahi, sehingga mengurangi nilai agama seseorang.”
وسبيل العلاج منه بتجنب أسبابه ومهيجاته، وعليه يخرَّج قوله صلى الله عليه وسلم ”لا تغضب” أي اجتنب أسباب الغضب ، فعليك أن تنظري ما الذي يثير غضبك وحنقك فاجتنبيه.
Cara mengobati amarah adalah dengan menghindari sebab-sebab dan pemicu kemarahan. Oleh karena itu, sabda Nabi ﷺ “Jangan marah” dapat dimaknai sebagai: “Jauhilah sebab-sebab yang menimbulkan amarah.” Maka, hendaknya engkau perhatikan hal-hal apa saja yang memicu kemarahanmu, dan hindarilah.
واعلمي أن الزوج هو أولى الناس بالمعروف وبالصبر على ما يصدر منه، فكيف تعامليه أسوأ مما تعاملين غيره؟!! وكذلك الأولاد؛ بل عليك أن تتعاملي مع أخطائهم على أنها وافع تجب معالجته لا بالغصب فإن ذلك لا يحل المشكلة بل ربما زاد الطين بلة.
Ketahuilah, suami adalah orang yang paling berhak untuk diperlakukan dengan baik dan disabari atas segala sesuatu darinya. Maka bagaimana bisa engkau memperlakukannya lebih buruk daripada orang lain? Demikian pula anak-anak, justru engkau harus memandang kesalahan mereka sebagai realita yang perlu ditangani dengan cara yang tepat, bukan dengan marah-marah. Sebab, kemarahan tidak menyelesaikan masalah, bahkan bisa memperparah keadaan.
وإذا أحسست بالغضب فاستعيذي بالله من الشيطان الرجيم، فقد استبَّ رجلان عند النبي صلى الله عليه وسلم فجعل أحدهما تحمر عيناه، وتنتفخ أوداجه فقال صلى الله عليه وسلم:
Jika engkau merasakan kemarahan, maka berlindunglah kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk. Pernah ada dua orang bertengkar di hadapan Nabi ﷺ, salah satunya memerah matanya dan urat lehernya menegang. Maka Nabi ﷺ bersabda :
إني لأعرف كلمة لو قالها لذهب عنه الذي يجد: ” أعوذ بالله من الشيطان الرجيم” متفق عليه من حديث سليمان بن صرد رضي الله عنه.
“Sesungguhnya aku mengetahui satu kalimat, jika dia mengucapkannya, maka akan hilang apa yang dirasakannya, yaitu: ‘A’udzu billahi minasy-syaithanir rajiim (Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk).’” (Muttafaq ‘alaih, dari hadits Sulaiman bin Shurad radhiyallahu ‘anhu)
فإن اشتد عليك الغضب أكثر فإن كنت قائمة فاجلسي، أو قاعدة فاتكئي، أو متكئة فاضطجعي؛ لقوله صلى الله عليه وسلم
Jika kemarahan semakin memuncak, maka jika engkau sedang berdiri, duduklah. Jika sedang duduk, bersandarlah. Jika sedang bersandar, berbaringlah. Karena Nabi ﷺ bersabda :
“إذا غضبت فإن كنت قائماً فاقعد، وإن كنت قاعداً فاتكئ، وإن كنت متكئاً فاضطجع” أخرجه ابن أبي الدنيا، وقال العراقي في تخريج الإحياء إسناده صحيح.
“Jika kamu marah dan sedang berdiri, maka duduklah. Jika sedang duduk, maka bersandarlah. Jika sedang bersandar, maka berbaringlah.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya. Al-Iraqi berkata dalam Takhrij al-Ihya’: sanadnya shahih)
ومن سبل دفع الغضب وإسكانه: الوضوء. فقد قال صلى الله عليه وسلم
Di antara cara meredakan kemarahan adalah dengan berwudhu. Nabi ﷺ bersabda :
“إن الغضب من الشيطان، وإن الشيطان خلق من النار، وإنما تبرد النار بالماء، فإذا غضب أحدكم فليتوضأ” رواه الإمام أحمد وأبو داود من حديث عطية بن عروة رضي الله عنه.
“Sesungguhnya marah itu dari setan. Setan diciptakan dari api, dan api hanya bisa dipadamkan dengan air. Maka apabila salah seorang dari kalian marah, hendaklah ia berwudhu.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Dawud dari hadits ‘Athiyyah bin ‘Urwah radhiyallahu ‘anhu)
ولنتذكر مع ذلك فضيلة كظم الغيظ وأنها من صفة المحسنين الذين يحبهم الحق سبحانه، قال تعالى:
Ingatlah pula keutamaan menahan amarah, karena itu adalah sifat orang-orang yang berbuat baik (muhsinin) yang dicintai oleh Allah. Allah Ta’ala berfirman :
(والكاظمين الغيظ والعافين عن الناس والله يحب المحسنين) [آل عمران: ١٣٤].
“(Yaitu) orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Surah Ali Imran ayat 134)
وتعدد هذه الطرق وتنوعها في علاج الغضب يبين لنا مبلغ اهتمام الشارع الحكيم بهذه الطبيعة الإنسانية، وكيفية التعامل معها، لعظم الآثار المترتبة على ذلك، فكم من أسر قد هدمت، وعلاقات قد قطعت، ودماء قد سفكت كل ذلك في ساعة غضب لم يحسب لها حساب.
Banyaknya cara yang diajarkan untuk mengatasi amarah menunjukkan betapa syariat Islam sangat memperhatikan sifat manusiawi ini dan bagaimana mengendalikannya. Karena dampaknya sangat besar—berapa banyak keluarga yang hancur, hubungan yang terputus, bahkan darah yang tertumpah—semuanya terjadi hanya karena momen marah yang tidak dikendalikan.
فينبغي للمسلم أن يدافع ويجاهد نفسه، وأن يتحلى بصفة الحلم. فقد قال صلى الله عليه وسلم
Oleh karena itu, seorang muslim wajib melawan dan mengendalikan dirinya, serta menghiasi diri dengan sifat sabar dan lapang dada. Nabi ﷺ bersabda :
“ليس الشديد بالصرعة، ولكن الشديد الذي يملك نفسه عند الغضب” رواه البخاري.
“Orang yang kuat bukanlah yang menang dalam bergulat, namun orang kuat adalah yang mampu menahan dirinya ketika marah.” (Hadits Riwayat Imam Bukhari)
والله أعلم.
Wallahu a’lam
Sumber: IslamWeb
Leave a Reply