الشرطة في النظام الإسلامي
Polisi dalam Sistem Islam (Bagian Pertama)
Penulis: Dr. Raghib as-Sirjani
Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu
Artikel Polisi dalam Sistem Islam ini termasuk dalam Kategori Tsaqafah Islamiyah
تُعَدُّ الشرطة من الوظائف المهمَّة في الدولة الإسلامية، ومن أبرز معالمها في حياة المجتمع والناس، وتتمثل في الجند الذين يُعتمد عليهم في حفظ الأمن والنظام، وتنفيذ أوامر القضاء بما يكفل سلامة الناس، وأمنهم على أنفسهم، وأموالهم، وأعراضهم، فهي بمنزلة جيش الأمن الداخلي.
Polisi termasuk salah satu fungsi penting dalam negara Islam, dan merupakan salah satu pilar utama dalam kehidupan masyarakat. Polisi diwujudkan dalam bentuk pasukan yang diandalkan untuk menjaga keamanan dan ketertiban, melaksanakan perintah peradilan demi menjamin keselamatan manusia, keamanan jiwa, harta, dan kehormatan mereka. Polisi ibarat tentara keamanan dalam negeri.
الشرطة في عهد النبي والخلفاء الراشدين:
Polisi pada Masa Nabi dan Khulafaur Rasyidin:
ولقد عرف المسلمون نظام الشرطة منذ النبي ، وإن لم تكن ممنهجة أو منظمة؛ فقد ذكر البخاري في صحيحه “أن قيس بن سعد ، كان يكون بين يدي النبي بمنزلة صاحب الشُّرط من الأمير”.
Kaum Muslim telah mengenal sistem kepolisian sejak zaman Nabi, meskipun belum terstruktur secara sistematis. Imam Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya: “Bahwa Qais bin Sa’ad biasa berada di depan Nabi dengan posisi seperti kepala kepolisian di hadapan seorang amir (pemimpin).” (Hadits Riwayat Imam Bukhari)
وكان أوَّل من سنَّ نظام العسِّ هو عمر بن الخطاب ، فكان يَعُسُّ بالمدينة (أَي يطوف بالليل) يحرس الناسَ ويكشف أَهل الرِّيبَة.
Orang pertama yang menetapkan sistem ronda malam (al-‘ass) adalah Umar bin Khattab. Ia biasa berkeliling kota Madinah pada malam hari, menjaga masyarakat, sekaligus mengawasi orang-orang yang mencurigakan.
ويمكن القول بأن الشرطة -كما ظهر سابقًا- قد بدأت بسيطة في عهد الخلفاء الراشدين، ثم أخذت تتطوَّر ويزداد تنظيمها في العصرين الأموي والعباسي، فبعد أن كانت أوَّل الأمر تابعة للقضاء، وعَمَلُهَا يقوم على تنفيذ العقوبات التي يُصْدِرُهَا القاضي ثم انفصلت عن القضاء، وأصبح صاحب الشرطة هو الذي ينظر في الجرائم، كما صار لكل مدينة من المدن شرطة خاصَّة بها، تخضع لرئيس مباشر هو صاحب الشرطة، الذي كان له نوَّاب ومساعدون يتَّخِذُون لأنفسهم علامات خاصة، ويلبسون زيًّا خاصًّا، ويحملون مطارد عليها كتابات تتضمَّن اسم صاحب الشرطة، ويحملون الفوانيس في الليل، ويصطحبون كلاب الحراسة.
Dapat dikatakan bahwa kepolisian—sebagaimana terlihat di atas—bermula secara sederhana pada masa Khulafaur Rasyidin, lalu berkembang dan lebih terorganisir pada masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah. Awalnya polisi berada di bawah otoritas peradilan, dengan tugas melaksanakan hukuman yang diputuskan hakim. Kemudian lembaga ini terpisah dari peradilan, dan kepala kepolisian (shahib al-syurthah) mulai berwenang menangani tindak kejahatan. Setiap kota memiliki kepolisian khusus dengan pimpinan langsung seorang kepala kepolisian. Ia memiliki wakil dan asisten, mengenakan tanda khusus, berpakaian seragam, membawa tongkat dengan tulisan nama kepala kepolisian, membawa lentera pada malam hari, serta ditemani anjing penjaga.
الشرطة في الدولة الأموية:
Polisi pada Masa Dinasti Umayyah:
وقد توسَّع معاوية بن أبي سفيان في اتخاذ الشرطة، وتطويرها، فأضاف إليها شرطة الحرس الشخصي، وكان أول من اتخذ الحرس في الحضارة الإسلامية ، وخاصة وقد اغتيل زعماء الدولة الإسلامية قبله: عمر، وعثمان، وعلي .
Mu’awiyah bin Abi Sufyan memperluas pembentukan dan pengembangan kepolisian. Ia menambahkan pasukan pengawal pribadi, dan menjadi orang pertama dalam peradaban Islam yang menetapkan sistem pengawal. Hal ini dilakukan terutama karena para pemimpin besar sebelumnya seperti Umar, Utsman, dan Ali telah dibunuh.
ولذلك فإن الشرطة في الخلافة الأموية كانت أداة تنفيذ لأمر الخليفة، وفي بعض الأحيان تعاظمت رتبة صاحب الشرطة حتى تولاها بعض الأمراء والولاة، ففي عام 110هـ عُيِّن خالد بن عبد الله على ولاية البصرة، وجمع معها منصب الشرطة .
Oleh karena itu, polisi pada masa Khilafah Umayyah menjadi alat pelaksana perintah khalifah. Bahkan pada beberapa keadaan, jabatan kepala kepolisian begitu tinggi hingga dipegang langsung oleh para pangeran dan gubernur. Pada tahun 110 H, Khalid bin Abdullah diangkat sebagai gubernur Basrah sekaligus memegang jabatan kepala kepolisian.
وقد تنبهت الخلافة الأموية لخطورة هذا المنصب، وحيويته؛ ولذلك وضعت المعايير العامة التي يجب أن تتوفر في صاحب الشرطة؛ فقد قال زياد بن أبيه: “ينبغي أن يكون صاحب الشرطة شديد الصولة، قليل الغفلة، وينبغي أن يكون صاحب الحرس مسنًا، عفيفًا، مأمونًا لا يُطعن عليه”.
Khilafah Umayyah menyadari betapa penting dan strategisnya jabatan kepolisian. Karena itu, ditetapkan standar umum yang harus dimiliki oleh seorang kepala kepolisian. Ziyad bin Abihi berkata: “Seorang kepala kepolisian haruslah tegas, jarang lalai, sedangkan kepala pengawal haruslah seorang yang berusia matang, terjaga kehormatannya, terpercaya, dan tidak tercela.”
ولذلك تطوَّرت وظيفة صاحب الشرطة في العصرين الأموي والعباسي، ومن ثَمَّ قال ابن خلدون: “كان النظر في الجرائم وإقامة الحدود في الدولة العباسية والأموية بالأندلس، والعبيديين بمصر والمغرب راجعًا إلى صاحب الشرطة، وهي وظيفة أخرى دينية كانت من الوظائف الشرعية في تلك الدول، تَوَسَّع النظر فيها عن أحكام القضاء قليلاً، فيَجْعَل للتهمة في الحكم مجالاً، ويَفْرِض العقوبات الزاجرة قبل ثبوت الجرائم، ويُقِيم الحدود الثابتة في محالِّهَا، ويحكم في الْقَوَدِ والقصاص، ويُقِيم التعزير والتأديب في حقِّ مَنْ لم يَنْتَهِ عن الجريمة”.
Dengan demikian, fungsi kepala kepolisian berkembang pada masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah. Ibn Khaldun mengatakan: “Urusan menangani kejahatan dan menegakkan hudud pada masa Abbasiyah, Umayyah di Andalusia, serta Dinasti Ubaidiyah di Mesir dan Maghrib kembali kepada kepala kepolisian. Jabatan ini merupakan fungsi keagamaan lain yang termasuk dalam tugas-tugas syar’i di negara-negara tersebut. Wewenangnya lebih luas dibanding putusan hakim, sehingga tuduhan dapat dijadikan dasar dalam menjatuhkan vonis, hukuman pencegahan bisa ditegakkan sebelum kejahatan terbukti, hudud yang tetap dapat ditegakkan pada tempatnya, keputusan terkait qishash dan balasan setimpal bisa diputuskan, serta hukuman ta’zir dan disiplin bisa ditegakkan terhadap orang yang tidak jera dari kejahatan.”
إذًا ترقَّى صاحب الشرطة منذ عصر الخلافة الراشدة، وبداية عصر الخلافة الأموية من مهمة تنفيذ أوامر مؤسسة الخلافة إلى أن أصبح قادرًا على النظر في الجرائم وإقامة الحدود؛ ولذلك اهتمت الدولة الإسلامية بتأسيس السجون، ووضع المجرمين وقادة الفتن والثورات فيها، فقد ذكر الطبري أن زياد بن أبيه وضع كثيرًا من الثُّوَّار في السجون، وخاصة أصحاب ابن الأشعث، كقَبِيصة بن ضُبَيْعَة الأسدي.
Dengan demikian, jabatan kepala kepolisian sejak masa Khilafah Rasyidah dan awal Khilafah Umayyah berkembang dari sekadar pelaksana perintah lembaga khilafah menjadi otoritas yang mampu menangani perkara kriminal dan menegakkan hudud. Karena itu, negara Islam memberi perhatian pada pendirian penjara, menahan para penjahat serta pemimpin fitnah dan pemberontakan di dalamnya. Ath-Thabari meriwayatkan bahwa Ziyad bin Abihi telah memenjarakan banyak pemberontak, khususnya para pengikut Ibn al-Asy’ats, seperti Qabisah bin Dubay’ah al-Asadi.
Bersambung ke bagian berikutnya in sya Allah
Sumber : IslamWeb
Leave a Reply