إِنَّمَا الصَّبرُ عند الصَّدمة الأُولَى
Sabar Itu pada Saat Pertama
Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu
Artikel Sabar Itu pada Saat Pertama Musibah ini masuk dalam Kategori Syarh Hadits
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ:
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan :
مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآله وسَلَّمَ بِامْرَأَةٍ تَبْكِي عِنْدَ قَبْرٍ، فَقَالَ :
Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam melewati seorang wanita yang sedang menangis di sisi kuburan, maka beliau berkata,
اتَّقِي اللهَ، وَاصْبِرِي
“Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah.”
قَالَتْ: إِلَيْكَ عَنِّي، فَإِنَّكَ لَمْ تُصَبْ بِمُصِيبَتِي، -وَلَمْ تَعْرِفْهُ-، فَقِيلَ لَهَا: إِنَّهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآله وسَلَّمَ، فَأَتَتْ بَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآله وسَلَّمَ، فَلَمْ تَجِدْ عِنْدَهُ بَوَّابِينَ، فَقَالَتْ: لَمْ أَعْرِفْكَ، فَقَالَ:
Wanita itu menjawab, “Jauhkanlah dirimu dariku, karena engkau tidak mengalami musibah seperti yang aku alami” -wanita itu tidak mengetahui bahwa yang menegurnya adalah Nabi-. Lalu dikatakan kepadanya, “Itu adalah Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam.” Maka ia pun mendatangi pintu Nabi shalallahu alaihi wa salam, dan ia tidak mendapati penjaga di sana, lalu wanita itu berkata, “Aku tidak mengenalmu.” Beliau shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda :
إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأُولَى (رواه البخاري.)
“Sesungguhnya kesabaran itu ada pada saat pertama kali terjadi musibah.” (Diriwayatkan oleh Bukhari).
الصبرُ أنواعٌ وأشكالٌ، ولكن أعلى نوع منه: الصبر عند الصدمة الأولى،
Kesabaran memiliki berbagai macam jenis dan bentuk, tetapi yang tertinggi adalah kesabaran saat pertama kali menghadapi musibah.
يقول الإمام الغزالي تعليقًا على قول سيدنا ابن عباس رضي الله عنهما: [الصبر في القرآن على ثلاثة أوجه]
Imam al Ghazali, saat memberikan penjelasan tentang perkataan Sayyidina Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma “Kesabaran di Al Quran ada tiga jenis”, mengatakan :
– صبر على أداء فرائض الله تعالى فله ثلاثمائة درجة.
Sabar dalam melaksanakan kewajiban Allah, pahalanya 300 derajat.
– وصبر عن محارم الله تعالى فله ستمائة درجة.
Sabar dalam menjauhi larangan Allah, pahalanya 600 derajat.
– وصبر على المصيبة عند الصدمة الأولى فله تسعمائة درجة.
Sabar saat terkena musibah pada saat pertama kali, pahalanya 900 derajat.
وإنما فضلت هذه الرتبة مع أنها من الفضائل على ما قبلها وهي من الفرائض؛
Tingkat kesabaran yang terakhir ini diutamakan. Meskipun ia termasuk keutamaan, tetapi bukanlah suatu kewajiban.
لأن كل مؤمن يقدر على الصبر عن المحارم، فأما الصبر على بلاء الله تعالى فلا يقدر عليه إلا الأنبياء؛ لأنه بضاعة الصِّديقِين، فإنَّ ذلك شديدٌ على النَّفس؛ ولذلك قال صلى الله عليه وآله وسلم :
Hal ini karena setiap orang beriman mampu bersabar dari larangan, tetapi tidak semua orang mampu bersabar saat mendapat musibah dari Allah kecuali Para Nabi, karena ini adalah sifat orang-orang yang jujur dalam iman mereka. Bersabar saat mendapatkan musibah sangat berat bagi jiwa, karena itulah Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda :
وَمِنَ الْيَقِينِ مَا تُهَوِّنُ به عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا
“Keyakinan adalah yang bisa meringankan kita dari musibah dunia,” 1
وقال صلى الله عليه وآله وسلم:
Beliau juga bersabda :
انْتِظَارُ الْفَرَجِ بِالصَّبِرِ عِبَادَةٌ
“Menunggu pertolongan dengan kesabaran adalah ibadah.” 2
— Selesai Kutipan dari Imam al Ghazali —
وقال صاحب “بريقة محمودية”: [(وأفضل الصبر ما عند الصدمة الأولى) أي عند فورة المصيبة وابتدائها قبل أن يحصل التسلي بشيء من التسليات؛ لكثرة المشقَّة حينئذٍ.
Dalam “Bariqah Mahmudiyyah”, penulis menjelaskan tentang makna : [Kesabaran yang terbaik adalah saat pertama kali terjadi musibah], yakni ketika musibah baru datang sebelum hati terhibur dengan berbagai penghibur; sebab saat itulah kesulitan paling terasa.
وأصل الصدم الضرب في شيء صلب ثم استعمل مجازًا في كلِّ مكروهٍ ووقع بغتةً،
Asal kata ‘shadma’ berarti pukulan pada sesuatu yang keras, dan kemudian digunakan sebagai kiasan untuk setiap musibah yang datang tiba-tiba.
ومعناه: أن الصبر عند قوة المصيبة أشدّ، فالثواب عليه أكثر؛ فإنّ بطول الأيام يتسلى المصاب فيصير الصبر طبعًا،
Artinya, sabar ketika musibah terasa masih sangat berat adalah sesuatu lebih sulit, sehingga pahalanya lebih besar. Karena seiring berjalannya waktu, orang yang tertimpa musibah akan terhibur dan sabar menjadi sesuatu yang alami.
وقد بشر الله تعالى الصابرين بقوله تعالى:
Allah Ta’ala memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang sabar dalam Firman-Nya:
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ ۞ أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ﴾ [البقرة: ١٥٦ – ١٥٧]] .
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Surah al Baqarah ayat 156 – 157)
— Selesai kutipan dari Bariqah Mahmudiyyah —
ويقول الشيخ ابن عربي:
Syaikh Ibnu Arabi mengatakan :
[وإذا فاجأك أمر تكرهه فاصبر له عندما يفجؤك؛ فذلك هو الصبر المحمود، ولا تتسخط له ابتداء، ثم تنظر بعد ذلك أن الأمر بيد الله، وأن ذلك من الله؛ فتصبر عند ذلك؛ فليس ذلك بالصبر المحمود عند الله الذي حرَّض عليه رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم،
Jika suatu hal yang tidak disukai terjadi padamu secara tiba-tiba, bersabarlah saat kejadian itu pertama kali muncul. Karena itulah kesabaran yang terpuji. Janganlah engkau menunjukkan ketidakpuasan pada awalnya, lalu baru kemudian engkau menyadari bahwa semuanya berada di tangan Allah, dan bahwa itu adalah kehendak Allah, sehingga barulah kemudian engkau bersabar. Kesabaran seperti itu bukanlah kesabaran yang terpuji di sisi Allah, dan bukan kesabaran yang dianjurkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam.
ولقد مرَّ رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم بامرأةٍ وهي تصرُخ على ولدٍ لها مات فأمرها أن تحتسبه عند الله وتصبر، ولم تعرف أنه رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم فقالت له: إليك عني؛ فإنك لم تصب بمصيبتي؛ فقيل لها: هذا رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم؛ فجاءت تعتذر إليه مما جرى منها؛ فقال لها رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم: «إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأُولَى»] اهـ
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam pernah melewati seorang wanita yang sedang menangisi anaknya yang meninggal, lalu beliau memintanya agar ia menghitungnya sebagai pahala di sisi Allah dan bersabar. Wanita itu tidak mengetahui bahwa yang berbicara adalah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam, maka ia berkata kepada beliau, “Jauhkan dirimu dariku, karena engkau tidak mengalami musibahku.” Ketika diberitahukan kepadanya bahwa itu adalah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam, ia pun datang untuk meminta maaf atas apa yang telah ia katakan. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam berkata kepadanya, “Sesungguhnya kesabaran itu ada pada saat pertama kali terjadi musibah”.
— Selesai Kutipan dari Ibnu Arabi —
والسؤال هنا لماذا كان الصبر عند الصدمة الأولى هو أفضل أنواع الصبر؟
Pertanyaannya di sini adalah, mengapa kesabaran saat pertama kali menghadapi musibah merupakan jenis kesabaran yang paling tinggi?
يجيب على ذلك صاحب “قوت القلوب” بقوله:
Penulis kitab “Qutul Qulub” menjelaskan tentang hal tersebut :
فأما اشتراط الصبر في المصيبة عند الصدمة الأولى في قول النبي صلى الله عليه وآله وسلم: «إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأُولَى»؛ فلأنه يقال: إن كل شيء يبدو صغيراً ثم يكبر إلا المصيبة؛ فإنها تبدو كبيرة ثم تصغر،
Alasan disebutkan bahwa kesabaran dalam musibah adalah pada saat pertama kali musibah itu datang – sebagaimana sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam “Sesungguhnya kesabaran itu ada pada saat pertama kali terjadi musibah” – adalah karena segala sesuatu tampak kecil pada awalnya kemudian membesar, kecuali musibah.
فاشترط لعظم الثواب لها عند أول كِبَرِها قبل صغرها وهي في صدمة القلب أول ما يبغته الشيء، فينظر إلى نظر الله تعالى فيستحي فيحسن الصبر كما قال :
Musibah tampak besar pada awalnya, lalu mengecil. Oleh karena itu, pahala yang besar diberikan pada saat musibah itu masih besar, yaitu saat pertama kali musibah itu menimpa hati, sebelum hati terbiasa dan berkurang rasa sakitnya. Ia melihat kepada pandangan Allah dan merasa malu, lalu ia bersabar dengan baik, seperti diungkapkan dalam Firman Allah Ta’ala :
وَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ فَإِنَّكَ بِأَعْيُنِنَا ۖ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ حِينَ تَقُومُ [الطور: ٤٨]
Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri, (Surah At Thur ayat 48),
، وهذا مقام المتوكلين على الله تعالى اهـ.
dan ini adalah derajat orang-orang yang bertawakal kepada Allah.
— Selesai Kutipan dari Qutul Quluub —
ويقول الفخر الرازي في “تفسيره”:
Imam ar Razi dalam tafsirnya mengatakan :
[قال عليه السلام: «الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأُولَى» وهو كذلك؛ لأن من ظهر منه في الابتداء ما لا يُعدّ معه من الصابرين ثم صبر، فذلك يُسمّى سَلْوًا وهو مما لا بد منه، قال الحسن: لو كلف الناس إدامة الجزع لم يقدروا عليه، والله أعلم] اهـ.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Kesabaran itu ada pada saat pertama kali terjadi musibah.” Ini benar adanya, karena jika seseorang tidak menampakkan tanda-tanda kesabaran sejak awal, lalu kemudian bersabar, itu dinamakan ‘salwa’ (penghiburan), yang pasti akan terjadi. Hasan Al Bashri mengatakan: “Jika manusia diminta terus-menerus menangis, mereka tidak akan mampu melakukannya. Wallahu A’lam.”
— Selesai kutipan dari Imam ar Razi —
ويقول الإمام القرطبي في “تفسيره”:
Imam al Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan:
لكن لا يكون ذلك إلا بالصبر عند الصدمة الأولى، كما روى البخاري عن أنس رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وآله وسلم قال: «إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأُولَى» وأخرجه مسلمٌ أتم منه،
Namun, hal ini hanya dapat terjadi dengan kesabaran pada saat pertama kali terjadi musibah, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dari Anas radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Sesungguhnya kesabaran itu ada pada saat pertama kali terjadi musibah”. Disebutkan dalam riwayat Muslim lebih lengkap dari itu.
أي إنما الصبر الشَّاق على النفس الذي يعظم الثواب عليه إنما هو عند هجوم المصيبة وحرارتها، فإنه يدل على قوَّةِ القلب وتثبته في مقام الصبر، وأما إذا بردت حرارة المصيبة فكل أحد يصبر إذ ذاك اهـ.
Artinya, kesabaran yang berat bagi jiwa, yang pahalanya besar, hanyalah ketika musibah itu datang dan masih sangat terasa berat. Karena kesabaran pada saat pertama tersebut menunjukkan kekuatan hati dan keteguhannya dalam kesabaran. Adapun ketika rasa sakit akibat musibah sudah berkurang, setiap orang bisa bersabar pada saat itu.
— Selesai Kutipan dari Imam al Qurthubi —
لكن هل إظهار شيء من الجزع ابتداء يتعارض مع وجود أصل الصبر والرضا ؟
Namun, apakah menunjukkan sedikit kegelisahan pada saat awal mendapat musibah bertentangan dengan kesabaran dan keridhaan ?
كما علمنا فإن الصبر عند الصدمة الأولى من أعلى أنواع الصبر، ونجد الإمام ابن عجيبة في “تفسيره” يقرر بأن إظهار شيء من الجزع لا ينافي أصل وجود الصبر والتوكل،
Seperti yang telah kita ketahui, kesabaran pada saat pertama kali musibah adalah salah satu jenis kesabaran yang paling tinggi. Imam Ibnu ‘Ajibah dalam tafsirnya menjelaskan bahwa menunjukkan sedikit kegelisahan tidak menafikan adanya kesabaran dan tawakkal
فيقول بصدد تفسيرٍ لما صدر عن السيدة مريم ابنة عمران عليها السلام حينما فوجئت بحملها، كما جاء في قوله تعالى:
Beliau mengatakan dalam tafsirnya tentang kondisi yang dialami oleh Sayyidah Maryam binti Imran ‘alaihas salam ketika ia terkejut dengan kehamilannya, sebagaimana disebutkan dalam Firman Allah Ta’ala :
فَأَجَاءَهَا الْمَخَاضُ إِلَى جِذْعِ النَّخْلَةِ قَالَتْ يَالَيْتَنِي مِتُّ قَبْلَ هَذَا وَكُنْتُ نَسْيًا مَنْسِيًّا [مريم : ٢٣]
Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia berkata: “Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan”. (Surah Maryam ayat 23)
ويؤخذ أيضًا من الآية: أن فزع القلب عند الصدمة الأولى لا ينافي الصبر والرضا؛ لأنه من طبع البشر، وإنما ينافيه تماديه على الجزع اهـ.
Dari ayat ini juga dapat diambil pelajaran bahwa ketakutan hati pada saat pertama kali musibah datang tidak bertentangan dengan kesabaran dan keridhaan; karena hal itu adalah sifat alami manusia. Yang bertentangan dengan kesabaran adalah jika kegelisahan itu berlanjut tanpa henti.
والله اعلم
المصادر:
– “قوت القلوب” لأبي طالب المكي.
– “إحياء علوم الدين” للغزالي.
– “الفتوحات المكية” لابن عربي (٤/٢٨٣).
– “بريقة محمودية”.
– “التفسير الكبير” للفخر الرازي.
– تفسير “الجامع لأحكام القرآن” للإمام القرطبي.
– “تفسير البحر المديد” لابن عجيبة.
Rujukan :
- Qutul Qulub karya Abu Thalib al Makki.
- Ihya Ulumuddin karya al Ghazali.
- Al Futuhat al Makkiyyah karya Ibnu Arabi (4/283).
- Bariqah Mahmudiyyah
- Tafsir al Kabir karya Fakhruddin ar Razi.
- Tafsir Al-Jami’ li Ahkam al Quran karya Imam al Qurthubi.
- Tafsir al Bahrul Madid karya Ibnu ‘Ajibah.
Sumber : https://www.dar-alifta.org/
Leave a Reply