متى شرع جمع الضرائب جاز العمل في جبايتها
Kapan Pajak Disyariatkan, Maka Boleh Bekerja dalam Pemungutannya
Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu
Artikel Kapan Pajak Disyariatkan, Maka Boleh Bekerja dalam Pemungutannya ini masuk dalam Kategori Tanya Jawab
السؤال
Pertanyaan:
أنا أعمل منذ سنين في مصالح الضرائب، وقد قال لي بعض الأصدقاء: إنه يحرم العمل في الضرائب، وقال البعض الآخر: إنه ليس بحرام، لأن دخل الضرائب يصرف في المصلحة العامة كالتعليم وإصلاح الطرق الخ. كما أنني ادخرت بعض المال لشراء مسكن، وأساهم دائما بدفع مبالغ مالية من مرتبي لبناء مساجد. فهل يعد مسكني حراما؟ وهل صدقاتي لبناء المساجد غير مقبولة؟ أجيبوني رحمكم الله.
Saya sudah bertahun-tahun bekerja di dinas perpajakan. Sebagian teman mengatakan bahwa bekerja di pajak itu haram, sementara sebagian yang lain mengatakan tidak haram, karena pendapatan dari pajak dipergunakan untuk kepentingan umum seperti pendidikan, perbaikan jalan, dan sebagainya. Saya juga telah menabung sebagian uang untuk membeli rumah, serta selalu menyisihkan sebagian gaji untuk pembangunan masjid. Apakah rumah saya itu dianggap haram? Apakah sedekah saya untuk pembangunan masjid tidak diterima? Mohon berikan jawaban, semoga Allah merahmati kalian.
الإجابــة
Jawaban:
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه، أما بعد: فإنه يجوز للدولة جمع الضرائب من مواطنيها للمصالح العامة، لكن بشروط ذكرناها في الفتوى الأخرى هنا .
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabat beliau. Amma ba’du: Negara boleh memungut pajak dari warganya untuk kepentingan umum, namun dengan syarat-syarat tertentu yang telah kami sebutkan dalam fatwa lain disini.
وعليه، فإن وجدت هذه الشروط كلها، فلا مانع من العمل في جمع الضرائب، وإلا فلا يجوز.
Karenanya, apabila seluruh syarat tersebut terpenuhi, maka tidak mengapa bekerja dalam pemungutan pajak. Namun bila tidak terpenuhi, maka tidak boleh.
قال القرطبي في تفسيره: قال عبيد الله بن الوليد الوصافي: قلت لعطاء بن أبي رباح: إن لي أخا يأخذ بقلمه، وإنما يحسب ما يدخل ويخرج، وله عيال، ولو ترك ذلك لاحتاج وأدان، فقال مَنِ الرأسُ؟ قلت: خالد بن عبد الله القسري، قال: أما تقرأ ما قال العبد الصالح: رَبِّ بِمَا أَنْعَمْتَ عَلَيَّ فَلَنْ أَكُونَ ظَهِيرًا لِلْمُجْرِمِينَ [القصص: ١٧].
Al-Qurthubi berkata dalam tafsirnya: Ubaidullah bin Al-Walid Al-Washafi berkata, “Aku bertanya kepada ‘Atha bin Abi Rabah: Sesungguhnya aku punya saudara yang bekerja dengan catatannya, ia hanya menghitung apa yang masuk dan keluar, sementara ia memiliki keluarga. Jika ia meninggalkannya, maka ia akan membutuhkan dan berutang. Maka aku bertanya: ‘Siapakah kepala (atasannya)?’ Aku menjawab: Khalid bin Abdullah Al-Qasri. Ia pun berkata: Tidakkah engkau membaca firman hamba yang shalih: ‘Ya Tuhanku, demi nikmat yang Engkau anugerahkan kepadaku, aku sekali-kali tidak akan menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa’ (Surah Al-Qashash: 17).
وحاصل المسألة أنه متى شرع للدولة جمع الضرائب جاز للإنسان العمل في جبايتها، ومن ثّـمَّ كان ما كسبه من مرتب تبعا لذلك، فهو حلال يجوز له التصدق منه، وكذا إنشاء البيوت والمشاريع، لأنه مال حلال.
Kesimpulannya, apabila negara melegalkan pemungutan pajak, maka seseorang boleh bekerja sebagai pemungut pajak. Maka gaji yang ia peroleh dari pekerjaan itu adalah halal, boleh ia gunakan untuk bersedekah, juga untuk membangun rumah maupun proyek lainnya, karena itu adalah harta yang halal.
أما إن تقرر عدم مشروعية جمع الدولة للضرائب، فإنه لا يجوز للمسلم العمل لها جابيا، وبالتالي فما كسب من مرتب إثر ذلك، فهو حرام، لأن الله تعالى إذا حرم شيئا حرم ثمنه وحرم الإعانة عليه.
Namun apabila diputuskan bahwa pemungutan pajak oleh negara tidak disyariatkan, maka seorang muslim tidak boleh bekerja sebagai pemungut pajak. Konsekuensinya, gaji yang diperoleh dari pekerjaan itu adalah haram, karena Allah Ta’ala apabila mengharamkan sesuatu maka Ia juga mengharamkan harga dan mengharamkan bentuk bantuannya.
والله أعلم.
Wallahu a’lam.
Sumber : IslamWeb
Leave a Reply