Hukum Pajak dan Maks (4)



الضرائب والمكس في الشريعة الإسلامية

Hukum Pajak dan Maks dalam Syariat Islam (Bagian Keempat)

Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu

Artikel Hukum Pajak dan Maks dalam Syariat Islam ini termasuk dalam Kategori Tanya Jawab

مفهوم المكس

Konsep maks

أما المكس فلا علاقةَ له بالضرائبِ التي تفرضها الدولة على نحو ما قررناه؛ إذ إن المكس في اللغة هو النقص والظلم، ويطلق لفظ المكس على جباية -أي: جمع وأخذ- المال من الناس بغير حق؛ قال الفيومي في “المصباح المنير في غريب الشرح الكبير” (2/ 577، ط: المكتبة العلمية):

Adapun maks tidak ada hubungannya dengan pajak yang ditetapkan negara sebagaimana telah dijelaskan. Sebab secara bahasa, maks berarti kekurangan dan kezhaliman. Istilah maks digunakan untuk pemungutan harta dari manusia tanpa hak. Al-Fayumi dalam al-Mishbah al-Munir fi Gharib al-Syarh al-Kabir (2/577, al-Maktabah al-‘Ilmiyyah) berkata:

[وقد غلب استعمال المَكس فيما يأخذه أعوان السلطان ظلمًا] اهـ.

“Telah lazim penggunaan istilah maks bagi apa yang dipungut oleh para aparat penguasa dengan kezhaliman.”

قال الإمام الذهبي في “الكبائر” (ص: 115، ط. دار الندوة الجديدة):

Imam adz-Dzahabi berkata dalam al-Kabair (hlm. 115, Dar al-Nadwah al-Jadidah):

[المكَّاس -ويسمى محصِّل هذه الضريبة: المكَّاس أو الماكِس أو صاحب المكس أو العشَّار- من أكبر أعوان الظلمة، بل هو من الظلمة أنفسهم؛ فإنه يأخذ ما لا يستحق، ويعطيه لمن لا يستحق] اهـ.

“Al-Makkas —yang juga disebut sebagai pemungut pajak zhalim, al-Maakis, pemilik maks, atau al-‘Assyar— termasuk di antara para penolong terbesar orang-orang zhalim. Bahkan ia sendiri termasuk orang zhalim itu sendiri, karena ia mengambil sesuatu yang bukan haknya dan memberikannya kepada orang yang tidak berhak.”

هذا هو المكس الذي يتناوله قول النبي صلي الله عليه وآله وسلم في الحديث الذي رواه أبو داود في “سننه” :

Inilah maks yang dimaksud dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits riwayat Abu Dawud dalam Sunan-nya:

«لا يَدْخُلُ الجَنَّةَ صَاحِبُ مَكْسٍ»، 

“Tidak akan masuk surga pemilik maks (pemungut pajak zhalim).” (Hadits Riwayat Abu Dawud)

فجَمْعُ أموالِ الناس ظلمًا دون وجْهِ حق هو المندرجُ تحت الوعيدِ الشديد المذكور في الحديث، فالذي يدخل تحت هذا الوعيد هو الضرائبُ الجائرةُ التي كانت تسود العالم قبل ظهور الإسلام، فقد كانت تؤخذ بغير حق، وتنفق في غير حق، ولا توزع أعباؤها بالعدل، ولم تكن تؤخذ من المواطنين حسب قدرتهم على الدفع، بل كثيرًا ما كان يُعفَى الأغنياء محاباةً، ويُرهَق الفقراءُ عدوانًا؛ قال العلامة بدر الدين العيني في “البناية شرح الهداية” (3/ 390، ط. دار الكتب العلمية): 

Mengumpulkan harta manusia dengan kezhaliman tanpa hak itulah yang masuk dalam ancaman keras yang disebutkan dalam hadits ini. Pajak yang masuk dalam ancaman ini adalah pajak-pajak zhalim yang merajalela di dunia sebelum munculnya Islam. Pungutan itu diambil tanpa hak, dibelanjakan bukan pada haknya, bebannya tidak dibagikan secara adil, tidak diambil dari rakyat sesuai kemampuan mereka, bahkan seringkali orang kaya dibiarkan karena adanya suap dan pengaruh, sedangkan orang miskin ditekan dengan kezhaliman. Al-‘Allamah Badruddin al-‘Aini berkata dalam al-Binayah Syarh al-Hidayah (3/390, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah):

[هذا محمول على من يأخذ أموال الناس ظلمًا، وهم القوم المَكَّاسون الذين يأخذون من التجار في مصر والشام وحلب في أكثر من عشرة مواضع ظلمًا وعدوانًا] اهـ.

“Hal ini berlaku bagi orang-orang yang mengambil harta manusia secara zhalim, yaitu kaum makkasin yang mengambil pungutan dari para pedagang di Mesir, Syam, dan Halab pada lebih dari sepuluh tempat dengan kezhaliman dan permusuhan.”

ومن ثمَّ فلا تَدخلُ تحت هذا الوعيد الشديد الضرائبُ التي تفرضُها الدولةُ لتغطي نفقات الميزانية، وتسُدَّ حاجاتِ البلاد من الإنتاج والخدمات، وتُقيمَ مصالحَ الأمة العامة العسكرية والاقتصادية والثقافية وغيرها، وتنهضَ بالشعب في جميع الميادين، حتى يتعلمَ كلُّ جاهل، ويعملَ كلُّ عاطل، ويشبعَ كلُّ جائع، ويأمنَ كلُّ خائف، ويُعالَجَ كلُّ مريض، فإنها واجبةٌ، وللدولة الحقُّ في فرْضِها وأخْذِها من الرعية.

Dengan demikian, tidak termasuk dalam ancaman keras hadits tersebut pajak yang ditetapkan oleh negara untuk menutupi kebutuhan anggaran, memenuhi kebutuhan negeri dalam produksi dan layanan, membangun kemaslahatan umum umat dalam bidang militer, ekonomi, budaya, dan lain-lain, serta membangkitkan rakyat dalam berbagai bidang: agar setiap orang bodoh bisa belajar, setiap pengangguran bisa bekerja, setiap orang lapar bisa kenyang, setiap orang yang takut merasa aman, dan setiap orang sakit bisa mendapatkan perawatan. Pajak ini hukumnya wajib, dan negara berhak menetapkannya serta memungutnya dari rakyat.

الخلاصة

Kesimpulan

بناءً على ذلك: فإن الضريبة التي تفرضها الدولة حسب المصلحة وبقدر الحاجة للنهوض بالشعب في جميع الميادين لا علاقةَ لها بالمكس المحرَّم شرعًا؛ ذلك أنها تُفْرَض من أجل الحق وتصرف فيه، بخلاف المكس؛ فإنه يؤخذ بغير حق، وينفق في غير حق.

Berdasarkan hal tersebut: Pajak yang ditetapkan oleh negara berdasarkan kemaslahatan dan sesuai kebutuhan untuk membangun rakyat dalam berbagai bidang tidak ada hubungannya dengan meks yang diharamkan syariat. Pajak itu ditetapkan demi suatu hak dan disalurkan pada tempatnya, berbeda dengan meks; ia diambil tanpa hak dan dibelanjakan pada hal yang bukan haknya.

والله سبحانه وتعالى أعلم.

Wallahu Subhanahu wa Ta’ala a’lam.

Alhamdulillah selesai rangkaian artikel 4 (Empat) Seri

Sumber : Daar Al Ifta

 

kewajiban harta | zakat dan kewajiban lain | hak harta muslim | fakir miskin | ibn hazm

pajak islam | hukum pajak | Maks dalam islam | perbedaan pajak dan Maks | kewajiban harta muslim



Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.