
الحكمة من الابتلاء، وما يشرع فعله عند نزول البلاء
Hikmah Di Balik Ujian dan Amalan yang Disyariatkan Saat Tertimpa Musibah
Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu
Artikel Hikmah di Balik Ujian ini masuk dalam Kategori Tanya Jawab
السؤال
Pertanyaan
إذا كان الله قد كتب علينا بلاء أو مشقة، فلماذا يترك ذلك ينزل بنا؟ هل لأن الله يريد اختبار ثقتنا به وتوكلنا عليه، أم هل ذلك أمر لا يعلمه إلا الله؟
Jika Allah telah menetapkan bagi kita suatu ujian atau kesulitan, mengapa Dia membiarkannya menimpa kita ? Apakah karena Allah ingin menguji kepercayaan dan tawakal kita kepada-Nya, ataukah ini perkara yang hanya diketahui oleh Allah saja ?
وهل حقاً أن أمر المسلم كله له خير إن أصابته سراء شكر، فكان خيراً له وإن أصابته ضراء صبر، فكان خيرًا له، فهو يثاب على توكله على الله، وعلى ثقته بالله تحت كل الظروف؟
Benarkah seluruh urusan seorang muslim itu selalu baik, jika mendapatkan kesenangan dia bersyukur maka itu menjadi kebaikan baginya, dan jika mendapatkan kesusahan dia bersabar maka itu juga menjadi kebaikan baginya ? Apakah seorang muslim mendapat pahala karena bertawakal kepada Allah dan percaya kepada-Nya dalam segala keadaan ?
وماذا يجب على الشخص فعله إن أصابته ضراء، هل يمكنكم أن تخبروني بكل ما يجب على المسلم فعله كالصبر والصلاة… الخ؟ فقد كان الرسول صلى الله عليه وسلم يصلي ركعتين عندما مثلاً: تهب رياح قوية، فكيف تصلى الركعتان تلك؟ هل هما كركعتي الفجر؟
Dan apa yang harus dilakukan seseorang jika ia tertimpa musibah? Bisakah Anda menjelaskan kepada saya semua yang harus dilakukan oleh seorang muslim seperti bersabar, shalat, dan lain-lain? Dahulu Rasulullah ﷺ ketika terjadi angin kencang beliau shalat dua rakaat, bagaimana cara mengerjakan dua rakaat tersebut? Apakah seperti dua rakaat shalat sunnah Fajar?
الإجابــة
Jawaban
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه، أما بعد:
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarga, dan para sahabat beliau. Amma ba’du:
فإننا سنلخص لك الإجابة على أسئلتك في عدة نقاط:
Kami akan merangkumkan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan Anda dalam beberapa poin berikut:
أولاً: عليك أن تعلم أن الله لا يُسأل عما يفعل، قال تعالى:
Pertama: Anda harus mengetahui bahwa Allah tidak ditanya tentang apa yang Dia perbuat, sebagaimana firman-Nya:
لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ
“Dia tidak ditanya tentang apa yang Dia perbuat, dan merekalah yang akan ditanyai.” (Surah Al-Anbiya’ ayat 23).
ثانياً: أن ما يصدر عن الله في كتابه العزيز، أو على لسان رسوله -صلى الله عليه وسلم- من أحكام وتشريعات لا يخلو عن حكمة، وعلى المسلم القبول بها والتسليم، سواء أدرك الحكمة أم لم يدركها.
Kedua: Apa yang Allah tetapkan dalam Kitab-Nya yang mulia, atau melalui lisan Rasul-Nya ﷺ berupa hukum dan syariat, tidak lepas dari hikmah. Dan seorang muslim wajib menerima dan berserah diri kepadanya, baik ia memahami hikmahnya maupun tidak.
ثالثاً: أن الابتلاء تارة يكون لتكفير الخطايا، ومحو السيئات، كما في قول الرسول -صلى الله عليه وسلم-:
Ketiga: Ujian yang Allah turunkan terkadang bertujuan untuk menghapus kesalahan dan mengampuni dosa-dosa, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:
ما يصيب المسلم من هم، ولا حزن، ولا وصب، ولا نصب، ولا أذى حتى الشوكة يشاكها إلا كفر الله بها من خطاياه. رواه مسلم.
“Tidaklah seorang muslim tertimpa rasa gelisah, kesedihan, kelelahan, sakit, ataupun gangguan—bahkan duri yang menusuknya—melainkan Allah menghapus sebagian dosa-dosanya karena hal itu.” (Hadits Riwayat Imam Muslim).
وتارة يكون لرفع الدرجات، وزيادة الحسنات، كما هو الحال في ابتلاء الله لأنبيائه، قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-:
Terkadang juga ujian itu bertujuan untuk meninggikan derajat dan menambah pahala, seperti halnya ujian yang diberikan Allah kepada para Nabi-Nya. Rasulullah ﷺ bersabda:
أشد الناس بلاء الأنبياء، ثم الأمثل فالأمثل… فما يبرح البلاء بالعبد حتى يتركه يمشي على الأرض وما عليه خطيئة. رواه البخاري.
“Orang yang paling berat ujiannya adalah para Nabi, kemudian yang paling utama setelah mereka, lalu yang setelahnya lagi… Seorang hamba akan terus diuji hingga ia berjalan di muka bumi tanpa membawa dosa sedikit pun.” (Hadits Riwayat Imam Bukhari).
قال العلماء: يبتلى الأنبياء لتضاعف أجورهم، وتتكامل فضائلهم، ويظهر للناس صبرهم ورضاهم فيقتدى بهم، وليس ذلك نقصاً ولا عذاباً.
Para ulama berkata: Para Nabi diuji agar pahala mereka dilipatgandakan, keutamaan mereka menjadi sempurna, dan agar manusia dapat melihat kesabaran serta keridhaan mereka sehingga bisa meneladani mereka. Ujian itu bukanlah bentuk kekurangan atau siksaan bagi mereka.
وتارة يقع البلاء لتمحيص المؤمنين، وتمييزهم عن المنافقين، قال تعالى:
Dan terkadang ujian itu terjadi untuk membersihkan kaum mukminin dan membedakan mereka dari orang-orang munafik. Allah Ta’ala berfirman:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ * وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ [العنكبوت:٢ – ٣].
“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan mengatakan: ‘Kami telah beriman,’ sementara mereka tidak diuji? Dan sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka. Maka Allah pasti mengetahui siapa yang benar-benar beriman dan siapa yang dusta.” (Surah Al-Ankabut ayat 2-3).
فيبتلي الله عباده ليتميز المؤمنون الصادقون عن غيرهم، وليُعرف الصابرون على البلاء من غير الصابرين.
Maka Allah menguji hamba-hamba-Nya agar tampak jelas siapa yang benar-benar beriman dan siapa yang tidak, serta agar diketahui siapa yang sabar menghadapi ujian dan siapa yang tidak.
وتارة يعاقب المؤمن بالبلاء على بعض الذنوب، كما قال الرسول -صلى الله عليه وسلم-:
Dan terkadang ujian itu sebagai hukuman atas dosa yang dilakukan oleh seorang mukmin. Rasulullah ﷺ bersabda :
إن الرجل ليحرم الرزق بالذنب يصيبه، ولا يرد القدر إلا الدعاء، ولا يزيد العمر إلا البر. رواه أحمد، والنسائي، وابن ماجه، وابن حبان، والحاكم، وحسنه السيوطي.
“Sesungguhnya seseorang akan terhalang rezekinya karena dosa yang ia lakukan. Tak ada yang dapat menolak takdir kecuali doa, dan tak ada yang dapat menambah umur kecuali kebajikan.” (Hadits Riwayat Imam Ahmad, an-Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, al-Hakim; dinyatakan hasan oleh as-Suyuthi).
رابعاً: على المؤمن أن يصبر على كل ما يصيبه من مصائب وبلايا لينال أجر الصابرين الشاكرين، كما قال الرسول -صلى الله عليه وسلم-:
Keempat: Seorang mukmin hendaknya bersabar atas segala musibah dan ujian yang menimpanya agar ia meraih pahala orang-orang yang sabar dan bersyukur. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:
عجباً لأمر المؤمن إن أمره كله خير، وليس ذلك لأحد إلا للمؤمن: إن أصابته سراء شكر فكان خيراً له، وإن أصابته ضراء صبر فكان خيراً له. رواه مسلم.
“Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin! Semua urusannya adalah kebaikan, dan itu tidak dimiliki oleh siapa pun selain orang mukmin. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur, maka itu menjadi kebaikan baginya. Dan jika ia tertimpa kesusahan, ia bersabar, maka itu menjadi kebaikan baginya.” (Hadits Riwayat Imam Muslim).
فالمؤمن الذي تصيبه السراء والنعمة فيشكر ربه يحصل الخير، وذلك لأن الله يحب الشاكرين، ويزيدهم من نعمه، قال تعالى:
Seorang mukmin yang mendapat kesenangan dan nikmat lalu bersyukur kepada Rabb-nya, ia mendapatkan kebaikan. Karena Allah mencintai orang-orang yang bersyukur dan akan menambah nikmat-Nya kepada mereka. Allah Ta’ala berfirman :
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ [إبراهيم:٧].
“Jika kalian bersyukur, niscaya Aku akan menambah nikmat kepada kalian.” (Surah Ibrahim ayat 7).
والمؤمن الذي يصبر على الضراء ينال أجر الصابرين، كما قال تعالى:
Dan seorang mukmin yang bersabar atas kesusahan akan memperoleh pahala orang-orang yang sabar, sebagaimana firman-Nya :
وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ * الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ * أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ [البقرة:١٥٥-١٥٧].
“Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu mereka yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: ‘Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.’ Mereka itulah yang mendapatkan keberkahan dan rahmat dari Rabb mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Surah Al-Baqarah ayat 155-157).
وقد بين النبي -صلى الله عليه وسلم- أن من يصبر على فقد (موت) ولده ولا يجزع، بل يسترجع، ويحمد الله، أن الله يبني له بيتاً في الجنة جزاءً على صبره وشكره، قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-:
Rasulullah ﷺ juga menjelaskan bahwa siapa saja yang bersabar atas wafatnya anaknya, tidak berkeluh kesah, melainkan mengucapkan istirja’ (إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ), serta memuji Allah, maka Allah akan membangunkan untuknya sebuah rumah di surga sebagai balasan atas kesabarannya. Rasulullah ﷺ bersabda :
إذا مات ولد العبد، قال الله لملائكته: قبضتم ولد عبدي؟ فيقولون: نعم. فيقول: ماذا قال عبدي؟ فيقولون: حمدك واسترجع، فيقول الله تعالى: ابنوا لعبدي بيتاً في الجنة، وسموه بيت الحمد. رواه الترمذي، وقال: حديث حسن.
“Apabila anak seorang hamba meninggal dunia, Allah berfirman kepada para malaikat-Nya: ‘Kalian telah mencabut nyawa anak hamba-Ku?’ Mereka menjawab: ‘Ya.’ Allah bertanya lagi: ‘Apa yang dikatakan oleh hamba-Ku?’ Mereka menjawab: ‘Ia memuji-Mu dan mengucapkan istirja’.’ Maka Allah berfirman: ‘Bangunkanlah untuk hamba-Ku sebuah rumah di surga dan namakanlah rumah itu dengan Baitul Hamd.’” (Hadits Riwayat Imam At-Tirmidzi, beliau mengatakan: hadits hasan).
ومعنى استرجع: قال: (إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ)،
[Makna istirja’ adalah ucapan: Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun (Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya kami kembali).]
فعلى المؤمن أن يقول ذلك إذا أصابته مصيبة من المصائب، وعليه أن يرجع إلى الله، وأن يكثر من ذكره ومن الصلاة، حيث كان النبي -صلى الله عليه وسلم- إذا حزبه أمر يفزع إلى الصلاة. ومعنى حزبه: نزل به أمر مهم.
Maka seorang mukmin hendaknya mengucapkan kalimat tersebut jika ditimpa musibah, hendaknya ia kembali kepada Allah, memperbanyak zikir, dan memperbanyak shalat. Karena Nabi ﷺ jika menghadapi perkara yang berat, beliau segera mengerjakan shalat. Adapun makna hazzabahu amrun adalah ketika menimpa beliau suatu perkara yang penting atau berat.
ومن الأمور التي تهون المصائب: الاستعاذة بالله من الشيطان الرجيم، والوضوء، وتلاوة القرآن الكريم، وتوثيق الصلة بالله سبحانه، والتوبة من كبائر الذنوب…إلخ.
Termasuk amalan yang dapat meringankan musibah adalah berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk, berwudhu, membaca Al-Qur’an, memperkuat hubungan dengan Allah Ta’ala, serta bertaubat dari dosa-dosa besar, dan lain sebagainya.
وأما ما يشرع للمسلم عند هبوب الريح؛ فهو أن يدعو بما كان يدعو به النبي -صلى الله عليه وسلم-، فيقول:
Adapun amalan yang disyariatkan bagi seorang muslim ketika angin kencang bertiup, maka hendaknya ia berdoa sebagaimana doa yang diajarkan oleh Nabi ﷺ :
اللهم إني أسألك خيرها، وخير ما فيها، وخير ما أرسلت به، وأعوذ بك من شرها، وشر ما فيها، وشر ما أرسلت به. رواه البخاري ومسلم، وهذا موضع اتفاق فيما نعلم.
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu kebaikan angin ini, kebaikan yang ada di dalamnya, dan kebaikan atas apa yang Engkau kirimkan bersamanya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukannya, keburukan yang ada di dalamnya, dan keburukan atas apa yang Engkau kirimkan bersamanya.” (Hadits Riwayat Imam Al-Bukhari dan Muslim). Ini merupakan perkara yang disepakati oleh para ulama, setahu kami.
وأما الصلاة؛ فموضع خلاف بين العلماء، فمنهم من أجازها، ومنهم من منعها، ودليل الجواز هو دخولها في عموم مدلول حديث حذيفة -رضي الله عنه- حيث قال:
Adapun shalat dua rakaat saat terjadi angin kencang, terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Sebagian membolehkannya dan sebagian yang lain tidak. Dalil yang memperbolehkannya adalah keumuman makna hadits dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata :
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا حزبه أمر صلى. رواه أحمد وأبو داود.
“Jika Rasulullah ﷺ ditimpa suatu perkara yang berat, beliau segera melaksanakan shalat.” (Hadits Riwayat Imam Ahmad dan Abu Dawud).
ومن العلماء من قال بأنه يشرع للمسلم أن يسجد عند هبوب الريح، أخذاً بقوله صلى الله عليه وسلم:
Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa disyariatkan bagi seorang muslim untuk bersujud saat terjadi angin kencang, berdasarkan sabda Nabi ﷺ :
إذا رأيتم آية فاسجدوا. رواه أبو داود والترمذي من حديث ابن عباس
“Jika kalian melihat tanda-tanda kekuasaan Allah (ayat), maka bersujudlah.” (Hadits Riwayat Imam Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dari Ibnu Abbas).
قال العظيم آبادي في عون المعبود: قَالَ الطِّيبِيُّ
Al-‘Azhim Abadi dalam ‘Aunul Ma’bud mengatakan bahwa Ath-Thibi berkata :
هَذَا مُطْلَقٌ فَإِنْ أُرِيدَ بِالْآيَةِ خُسُوفُ الشَّمْسِ وَالْقَمَرِ، فَالْمُرَادُ بِالسُّجُودِ الصَّلَاةُ وَإِنْ كَانَتْ غَيْرَهَا كَمَجِيءِ الرِّيحِ الشَّدِيدَةِ وَالزَّلْزَلَةِ وَغَيْرِهِمَا، فَالسُّجُودُ هُوَ الْمُتَعَارَفُ، وَيَجُوزُ الْحَمْلُ عَلَى الصَّلَاةِ أَيْضًا لِمَا وَرَدَ: كَانَ إِذَا حَزَنَهُ أَمْرٌ فَزِعَ إِلَى الصَّلَاةِ. انتهى.
“Perintah bersujud itu bersifat umum. Jika yang dimaksud dengan ‘ayat’ adalah gerhana matahari dan bulan, maka yang dimaksud dengan sujud adalah shalat (gerhana). Namun, jika yang dimaksud adalah selain itu seperti angin kencang, gempa bumi, dan lainnya, maka sujud di sini adalah sujud yang sudah diketahui, dan juga boleh diartikan shalat, berdasarkan riwayat bahwa Nabi ﷺ jika ditimpa suatu perkara yang berat, beliau segera melaksanakan shalat.”
انظر: عون المعبود شرح سنن أبي داود، كتاب الطهارة. باب السجود عند الآيات.
Selesai kutipan. (Lihat: ‘Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud, Kitab Thaharah, Bab Sujud ketika melihat tanda-tanda kebesaran Allah).
وعلى كل؛ فإن الدعاء محل اتفاق من الجميع كما تقدم، وأما السجود والصلاة، فإن على كل واحد منهما جمعاً من أهل العلم، فأي ذلك فعل الشخص كان له فيه سلف صالح من الأمة.
Kesimpulannya, doa adalah perkara yang disepakati oleh seluruh ulama sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya. Adapun sujud dan shalat, masing-masing memiliki pendukung di kalangan para ulama. Maka siapa saja yang melakukan salah satu dari keduanya, dia tetap memiliki panutan dari generasi salaf umat ini.
والله أعلم.
Sumber : IslamWeb
Leave a Reply