Upaya Herzl Bertemu Sultan Abdul Hamid (3)



الحركة الصهيونية ومساعي هرتزل للقاء السلطان عبد الحميد

Gerakan Zionis dan Upaya Herzl Bertemu Sultan Abdul Hamid (Bagian Ketiga)

Oleh : Muhammad Syaban Ayyub

Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu

Artikel Gerakan Zionis dan Upaya Herzl Bertemu Sultan Abdul Hamid ini termasuk dalam Kategori Sejarah Palestina

ماذا قدم السلطان عبد الحميد للقدس؟

Apa yang Dilakukan Sultan Abdul Hamid untuk Al-Quds?

كانت فكرة الحركة الصهيونية وهجرة اليهود لفلسطين قد سبقت مؤتمر الحركة بعقدين على الأقل، حيث كانت هناك هجرة شبه نظامية لليهود منذ عام 1882م، لا سيما بعد اتهام يهود روسيا بالتورط في اغتيال القيصر الإسكندر الثاني وتعرضهم للتضييق في دول أوروبا الشرقية بعدها. ورغم ذلك، لم تتعد نسبة المهاجرين إلى فلسطين 2% من إجمالي تلك الهجرات اليهودية وقتها، ورغم ضآلة هذه النسبة انتبه متصرف القدس العثماني لهذه الهجرات، فأرسل إلى إسطنبول حيث ردَّت عليه الحكومة العثمانية بعدم السماح لليهود بالاستيطان في فلسطين[7].

Gagasan gerakan Zionis dan migrasi Yahudi ke Palestina telah muncul setidaknya dua dekade sebelum kongres gerakan tersebut, di mana sejak tahun 1882 terjadi migrasi semi-resmi orang-orang Yahudi, khususnya setelah kaum Yahudi Rusia dituduh terlibat dalam pembunuhan Tsar Alexander II dan mereka kemudian mengalami tekanan berat di negara-negara Eropa Timur. Meski demikian, jumlah migran ke Palestina saat itu tidak lebih dari 2% dari total migrasi Yahudi. Meskipun persentase itu kecil, gubernur (mutasharrif) Utsmani di Al-Quds menyadari fenomena ini dan mengirim laporan ke Istanbul. Pemerintah Utsmani pun merespons dengan keputusan untuk tidak mengizinkan orang-orang Yahudi bermukim di Palestina.1

Orang-orang Yahudi menyiasati keputusan larangan bermukim di Palestina dengan masuk sebagai peziarah ke Baitul Maqdis lalu tinggal lebih lama dari masa visa yang mereka dapatkan.
Orang-orang Yahudi menyiasati keputusan larangan bermukim di Palestina dengan masuk sebagai peziarah ke Baitul Maqdis lalu tinggal lebih lama dari masa visa yang mereka dapatkan.

وقد احتال اليهود على هذا القرار بدخولهم حُجَّاجا إلى بيت المقدس ثم البقاء لفترات أطول من مدة التأشيرات التي كانوا يحصلون عليها من القنصليات العثمانية، ثم كانوا يطلبون الحماية من الدول الأوروبية وعلى رأسها بريطانيا وفرنسا، بموجب قانون قديم سمح لهذه الدول وغيرها ببسط حمايتها على الأقليات الدينية داخل الدولة العثمانية. وفي مواجهة ذلك، فرض السلطان قيودا إضافية على دخول اليهود، وأصدر في إطار ذلك عدة فرمانات، فجاء في فرمان عام 1884م لمتصرف “والي” القدس العثماني بأن الحُجاج اليهود يمكنهم دخول أراضي متصرفية (مقاطعة) القدس فقط إذا كان بحوزتهم جوازاتهم التي تحمل التأشيرة العثمانية، وعند دخولهم يدفعون تأمينا لضمان رحيلهم بعد 30 يوما.

Namun, orang-orang Yahudi menyiasati keputusan tersebut dengan masuk ke Baitul Maqdis sebagai peziarah, lalu tinggal lebih lama dari batas waktu visa yang mereka peroleh dari konsulat-konsulat Utsmani. Setelah itu mereka meminta perlindungan dari negara-negara Eropa, terutama Inggris dan Prancis, berdasarkan undang-undang lama yang mengizinkan negara-negara itu memberikan proteksi kepada minoritas agama di dalam wilayah Utsmani. Untuk menghadapi hal tersebut, Sultan memberlakukan pembatasan tambahan terhadap masuknya orang Yahudi, dan ia mengeluarkan beberapa firman terkait. Dalam firman tahun 1884 yang ditujukan kepada gubernur (wali) Al-Quds Utsmani, ditegaskan bahwa peziarah Yahudi hanya dapat masuk ke wilayah administratif (mutasharrifiyah) Al-Quds jika mereka memiliki paspor yang memuat visa resmi Utsmani, dan ketika mereka masuk, mereka wajib membayar deposit sebagai jaminan bahwa mereka akan pergi setelah 30 hari.

وفي عامي ١٨٩٠م و١٨٩١م صدرت ثلاثة فرمانات سلطانية، أولها يقضي بطرد المهاجرين اليهود إلى أميركا لأن من شأن وجودهم إنشاء حكومة يهودية في القدس مستقبلا، وثانيها يقضي بعدم إسكان اليهود في فلسطين لضررهم، أما الثالث فحذَّر من أن هجرة اليهود وعملهم في الزراعة يهدف إلى إقامة دولة يهودية والإضرار بمصالح السكان الفلسطينيين. ولهذا السبب جاءت الأوامر لمتصرف القدس عام ١٨٩٢م بمنع بيع الأراضي الميرية (أراضي الدولة العثمانية) في فلسطين لليهود حتى ولو كانوا رعايا عثمانيين[8].

Pada tahun 1890 dan 1891, tiga firman kesultanan dikeluarkan. Pertama, memerintahkan pengusiran para imigran Yahudi ke Amerika karena keberadaan mereka dikhawatirkan kelak membentuk pemerintahan Yahudi di Al-Quds. Kedua, melarang pemukiman orang Yahudi di Palestina karena mudaratnya. Ketiga, memperingatkan bahwa migrasi Yahudi dan kegiatan mereka di bidang pertanian bertujuan mendirikan negara Yahudi dan merugikan kepentingan penduduk Palestina. Atas dasar itu, pada tahun 1892 dikeluarkan perintah kepada Mutasharrif Al-Quds untuk melarang penjualan tanah miri (tanah milik negara Utsmani) di Palestina kepada orang Yahudi, sekalipun mereka berstatus warga Utsmani.2

في الوقت نفسه، حرص السلطان عبد الحميد على دعم القدس والمقدسيين بكل الطرق الممكنة، كما فتح الباب أمام الطلبة المقدسيين للالتحاق بالمدارس والجامعات العثمانية، لا سيما جامعة إسطنبول. وهناك أمثلة على ذلك، منها الطبيب حسام أبو السعود الذي أتمَّ الدراسة في أواخر القرن التاسع عشر، واشتهر بعلاجه للمقدسيين الفقراء، بل وتزويدهم بالأدوية مجانا، ومثل علي النشاشيبي الذي درس الطب البيطري في الجامعة ذاتها، وكذلك درس نظيف الخالدي الهندسة في عصر السلطان عبد الحميد وقد أسهم لاحقا في إنشاء سكة حديد الحجاز[9].

Pada saat yang sama, Sultan Abdul Hamid berupaya mendukung Al-Quds dan para penduduknya dengan segala cara yang memungkinkan. Ia juga membuka kesempatan bagi para pelajar Al-Quds untuk menempuh pendidikan di sekolah dan universitas Utsmani, khususnya Universitas Istanbul. Terdapat sejumlah teladan: dokter Husam Abu as-Saud yang menuntaskan studi pada akhir abad ke-19 dan dikenal mengobati warga Al-Quds yang miskin bahkan memberi obat secara cuma-cuma; Ali an-Nasyasyibi yang menempuh studi kedokteran hewan di universitas yang sama; serta Nazif al-Khalidi yang belajar teknik pada masa Sultan Abdul Hamid dan kemudian berkontribusi dalam pembangunan Jalur Kereta Hijaz.3

Sultan Abdul Hamid II berusaha keras mendukung Al-Quds dan penduduknya dengan segala cara, serta membuka kesempatan bagi pelajar Al-Quds untuk menempuh pendidikan di sekolah dan universitas Utsmani, khususnya Universitas Istanbul.
Sultan Abdul Hamid II berusaha keras mendukung Al-Quds dan penduduknya dengan segala cara, serta membuka kesempatan bagi pelajar Al-Quds untuk menempuh pendidikan di sekolah dan universitas Utsmani, khususnya Universitas Istanbul.

Bersambung ke bagian berikutnya in sya Allah

Sumber : al Jazeera

Catatan Kaki

  1. Abdul Aziz Muhammad ‘Awadh: Muqaddimah fi Tarikh Filastin al-Hadith, hlm. 48–49.
  2. Walid Subhi dan ‘Umar Shalih: Ijrâ’ât ad-Daulah al-‘Utsmâniyyah liman‘ at-tasallul ash-Shuhyuni ilâ Mutasharrifiyyat al-Quds, hlm. 110.
  3. Bashir Barakat: Al-Quds asy-Syarif fi al-‘Ahd al-‘Utsmani, hlm. 136–137.


Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.