مخططات “التنظيم” الإسرائيلية: الأداة الكامنة لدمج الأراضي الفلسطينية المحتلة في إسرائيل
Rencana “Tanzhim” Israel: Alat Tersembunyi untuk Mengintegrasikan Tanah Palestina yang Diduduki ke dalam Israel (Bagian Kesepuluh)
Penulis: Ali al-Jarbawi dan Rami Abdul Hadi
Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu
Artikel Rencana “Tanzhim” Israel ini masuk dalam Kategori Sejarah Palestina
لم يقف المخطط الإقليمي لمنطقة المركز عند حد منع الامتداد الأفقي الفلسطيني فقط، بل تعداه إلى تشجيع تهجير الفلسطينيين عن طريق الحد أيضاً من إمكان البناء داخل المنطقة المخصصة ضمنه لـ”التطوير العربي”، والتي من المفترض أصلاً أن يسمح للفلسطينيين بالبناء ضمنها.
Rencana tata ruang untuk Kawasan Tengah tidak hanya berhenti pada upaya mencegah perluasan horizontal permukiman Palestina, tetapi juga melangkah lebih jauh dengan mendorong pengusiran warga Palestina melalui pembatasan pembangunan bahkan di dalam zona yang disebut “pengembangan Arab”—yang semestinya diperuntukkan bagi mereka. Rencana ini menetapkan aturan baru untuk penerbitan izin bangunan yang secara drastis mengurangi kemungkinan warga Palestina mendapatkannya.
فقد وضع المخطط قواعد جديدة لإصدار رخص البناء، قلص بواسطتها إمكان حصول المواطنين الفلسطينيين عليها. ومن هذه القواعد، فرض شرط إثبات ملكية طالب الرخصة الفعلية للأرض المزمع إقامة البناء عليها،(29)
Rencana tersebut menetapkan aturan-aturan baru untuk penerbitan izin bangunan, yang dengan itu semakin membatasi kemungkinan warga Palestina mendapatkannya. Di antara aturan tersebut adalah syarat bahwa pemohon harus membuktikan kepemilikan langsung atas tanah tempat bangunan akan didirikan. 1
وضرورة الحصول على تصديق رسمي لخريطة مفصلة بالبناء تتضمن مواصفات الارتداد والارتفاع المحددة، إضافة إلى الموافقة على الشكل المعماري للبناء، وعلى تصميم الأرض المحيطة به وتسويتها وغرسها(30)
Selain itu, rencana tersebut juga mewajibkan adanya pengesahan resmi atas peta rinci bangunan yang mencakup spesifikasi garis sempadan (setback), ketinggian yang diperbolehkan, serta persetujuan atas bentuk arsitektur bangunan, termasuk desain lahan di sekelilingnya, perataan, dan penghijauan. 2
كما تتضمن الشروط إمكان تقييد أو منع البناء في المناطق التي تعتبرها سلطة التنظيم ضرورية لـ “منع الضوضاء” أو لـ “الحفاظ على الطبيعة”.(31)
Syarat-syarat tersebut juga mencakup kemungkinan pembatasan atau bahkan larangan pembangunan di area-area yang oleh otoritas perencanaan dianggap perlu, dengan dalih “mencegah kebisingan” atau “melestarikan alam”. 3
وتظهر دراسة القائمة الكاملة للمواصفات الواردة في المخطط بشأن الحصول على رخصة بناء، أن الهدف الإسرائيلي الكامن وراءها هو تعجيز الفلسطينيين عند مجرد التفكير في الحصول على رخصة بناء، وتعطيل عملية إصدار الرخص بعد تقديم الطلبات قدر الإمكان.
Kajian terhadap keseluruhan daftar persyaratan rencana tersebut dalam hal izin bangunan memperlihatkan bahwa tujuan tersembunyi Israel adalah mempersulit warga Palestina sejak tahap awal saat mereka baru berniat mengajukan izin, dan memperlambat proses penerbitan izin semaksimal mungkin setelah permohonan diajukan.
أما خارج المنطقة المخصصة لـ”التطوير العربي”، فقد تم حظر البناء على الفلسطينيين حظراً تاماً. وفي المقابل، خصت المستعمرات الإسرائيلية بنسبة 17% من مساحة المخطط (76,600 دونم)، ومنحت مجالسها المحلية سلطة تنظيم مطلقة داخل حدودها التنظيمية. وتضمن المخطط أيضاً إقراراً لشبكة طرق رئيسية تصل المستعمرات بعضها ببعض، وتربطها جميعاً بالقدس ومنطقة الساحل (تل أبيب). أما المناطق الزراعية (59%) والمحميات الطبيعية (7%)، فتبقى بعد إغلاقها أمام إمكان التوسع العربي مصادر كامنة للتوسع الاستيطاني اليهودي المستقبلي. وعلى هذا الأساس، تعمل سياسة التخطيط الإسرائيلية بأساليب “قانونية” على تجريد الفلسطينيين من أراضيهم، وتهميش وجودهم داخل وطنهم.
Adapun di luar area yang disebut “pengembangan Arab”, pembangunan bagi orang Palestina dilarang secara total. Sebaliknya, permukiman Israel diberikan jatah sebesar 17% dari wilayah rencana (76.600 dunam) dan dewan lokalnya diberi kewenangan penuh dalam penataan di dalam batas-batas mereka. Rencana ini juga mengesahkan jaringan jalan utama yang menghubungkan antar-permukiman Yahudi dan mengikatnya dengan Yerusalem serta wilayah pesisir (Tel Aviv). Sementara itu, lahan pertanian (59%) dan kawasan lindung (7%)—dengan tertutupnya akses pengembangan Arab—menjadi cadangan laten bagi perluasan permukiman Yahudi di masa depan. Dengan demikian, kebijakan penataan Israel menggunakan cara-cara “legal” untuk merampas tanah warga Palestina dan menyingkirkan keberadaan mereka di tanah airnya.
Bersambung ke bagian berikutnya in sya Allah
Sumber: Majalah ad Dirasaat Al Filisthiniyyah Edisi Musim Semi Tahun 1990
Catatan Kaki
- Pasal ketiga dari Bab Ketiga “Peraturan Proyek Israel untuk Kawasan Tengah” menetapkan bahwa: “Tidak boleh diajukan permohonan izin bangunan kepada Komite Distrik kecuali pemohon dapat membuktikan kepemilikannya atas tanah itu, baik melalui catatan pertanahan resmi, pendaftaran sementara, atau cara lain yang dianggap sesuai oleh komite.” Syarat ini membatasi kemungkinan pengajuan izin oleh kuasa hukum dari pemilik tanah, serta melarang pembangunan di tanah komunal (musha‘) yang banyak terdapat di pedesaan Palestina dengan alasan tidak dapat dibuktikan kepemilikannya. Sebaliknya, “Undang-Undang Penataan Yordania No. 79” dalam Pasal 3/26 mendefinisikan pemilik tanah secara lebih luas: “pemilik terdaftar atau dikenal, atau mitra, atau pengelola wakaf.” Definisi yang lebih longgar ini memberi kesempatan luas bagi warga untuk memperoleh izin bangunan.
- “Peraturan Proyek Israel untuk Kawasan Tengah”, Bab III (Pasal 4, 9, 10), Bab VII (Pasal 1, 5).
- Sumber yang sama, Bab IV (Pasal 8, 12).
Leave a Reply