أوهام الجاهليّة الأولى: الطيرة والتشاؤم
Waham Jahiliyah Pertama: Tathayyur dan Tasya’um (Bagian Keenam)
Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu
Artikel Waham Jahiliyah Pertama: Tathayyur dan Tasya’um ini masuk dalam Kategori Aqidah
منافاة التطيّر لحقيقة التوكّل
Bertentangan antara Tathayyur dan Hakikat Tawakkal
التطيّر والتوكّل ضدان لا يجتمعان، وما بينهما من الفرق كما بين المشرق والمغرب، فالمرء إما أن يُسلم وجهه لله ويتعلّق به ويتوكّل عليه ويُخلص في ذلك كلّه، عندها يعيش هاديء البال مطمئناً بقضاء الله وقدره؛ لأنه يعلم أن ما أصابه ما كان ليخطئه، وما أخطأه لم يكن ليصيبه، وتلك هي عقيدة المسلم التي يتسلّح بها في مواجهة مرّ البلاء.
Tathayyur (anggapan sial) dan tawakkal (berserah diri kepada Allah) adalah dua hal yang bertolak belakang, tidak mungkin berkumpul bersama. Perbedaannya bagaikan antara timur dan barat. Seseorang, jika ia menyerahkan wajahnya hanya kepada Allah, bersandar kepada-Nya, bertawakkal kepada-Nya, serta mengikhlaskan seluruh urusannya, maka ia akan hidup dengan hati yang tenang dan jiwa yang tenteram menerima takdir Allah. Sebab ia yakin bahwa apa yang menimpanya tidak akan pernah luput darinya, dan apa yang luput darinya tidak akan pernah menimpanya. Inilah akidah seorang Muslim yang menjadi senjata dalam menghadapi pahitnya ujian.
وإما أن يضعف توكّله على خالقه، ويلتفت قلبه إلى سواه، لتجد الضلالات والخرافات إليه سبيلاً، وتسيطر جرثومة الأوهام والأساطير على عقله حتى يلتمس من حركة الطير والحيوانات القدر، ويستنتج سيء الطالع من خلال مشاهدة المزعجات أو سماع المقلقات أو معايشة الأزمنة التي يظنّها موطناً للشؤم والنحس، فأي مباعدةٍ عن خالص التوحيد وصافي العقيدة أوضح من هذه الحال؟.
Namun, jika tawakkalnya kepada Sang Pencipta melemah dan hatinya berpaling kepada selain-Nya, maka kesesatan dan khurafat akan menemukan jalan masuk kepadanya. Kuman-kuman khayalan dan mitos akan menguasai akalnya hingga ia mencari nasib dari gerakan burung dan hewan, menafsirkan kesialan dari melihat hal-hal yang mengganggu, mendengar hal-hal yang menakutkan, atau berjumpa dengan waktu-waktu yang dianggap sebagai tempat sial dan celaka. Adakah sesuatu yang lebih jauh dari kemurnian tauhid dan kejernihan akidah dibanding keadaan ini?
إن الإسلام يبطل هذا كلّه من خلال التأكيد على ضرورة الاستعانة بالله عزّ وجل والتوكّل عليه، ولذلك أمرهم بهذه العبادة الجليلة في العديد من المواضع من كتابه، فقال سبحانه:
Islam membatalkan semua keyakinan itu dengan menegaskan keharusan untuk selalu meminta pertolongan kepada Allah dan bertawakkal kepada-Nya. Karena itu, Allah memerintahkan ibadah agung ini di banyak tempat dalam Kitab-Nya. Allah berfirman :
{وعلى الله فتوكلوا إن كنتم مؤمنين} (المائدة:٢٣)،
“Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang beriman.” (Surah Al-Maidah: 23).
وقال سبحانه:
Allah juga berfirman :
{وتوكل على الحي الذى لا يموت} (الفرقان:٥٨)،
“Dan bertawakkallah kepada Dzat Yang Hidup, Yang tidak akan mati.” (Surah Al-Furqan: 58).
وقال سبحانه:
Allah juga berfirman :
{رب المشرق والمغرب لا إله إلا هو فاتخذه وكيلا} (المزمل:٩)،
“(Dia adalah) Tuhan timur dan barat, tiada Tuhan selain Dia, maka jadikanlah Dia sebagai pelindung.” (Surah Al-Muzzammil: 9).
بل إن التوكل هو عين الاستعانة التي أُمرنا بامتثالها ونرددها كل يوم في صلواتنا:
Bahkan tawakkal adalah inti dari istianah (meminta pertolongan) yang kita diperintahkan untuk melakukannya dan kita ulangi setiap hari dalam shalat kita :
{إياك نعبد وإياك نستعين}(الفاتحة:٤).
“Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.” (Surah Al-Fatihah: 4).
وإذا كان المقصد عند العبد أن تحصل له الكفاية مما قد يهمّه ويقلقه من أمور دنياه، فلا يكون ذلك إلا بالتوكّل على الله سبحانه وتفويض الأمور إليه، وذلك هو السبيل لنيل محبّة الله ورضاه، قال تعالى:
Jika tujuan seorang hamba adalah memperoleh kecukupan dari hal-hal dunia yang membuatnya resah dan gelisah, maka hal itu hanya bisa dicapai dengan bertawakkal kepada Allah dan menyerahkan segala urusan kepada-Nya. Inilah jalan untuk meraih cinta Allah dan keridhaan-Nya. Allah berfirman :
{فإذا عزمت فتوكل على الله إن الله يحب المتوكلين} (آل عمران:١٥٩)،
“Apabila kamu telah bertekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakkal.” (Surah Ali Imran: 159).
وقال سبحانه:
Allah juga berfirman :
{ومن يتوكل على الله فهو حسبه} (الطلاق:٣)،
“Barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya).” (Surah Ath-Thalaq: 3).
والأحاديث في هذا المعنى لا تخرج عما ذكرناه، ومنها وصيّة النبي –صلى الله عليه وسلم- الشهيرة لابن عباس رضي الله عنهما:
Hadits-hadits dalam hal ini juga tidak lepas dari apa yang telah kami sebutkan, di antaranya wasiat Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam– kepada Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma :
(واعلم أن الأمة لو اجتمعت على أن ينفعوك بشيء لم ينفعوك إلا بشيء قد كتبه الله لك، وإن اجتمعوا على أن يضروك لم يضروك إلا بشيء قد كتبه الله عليك، رفعت الأقلام وجفت الصحف ) رواه الترمذي.
“Ketahuilah, seandainya seluruh umat berkumpul untuk memberi manfaat kepadamu dengan sesuatu, mereka tidak akan mampu memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan bagimu. Dan seandainya mereka berkumpul untuk mencelakakanmu dengan sesuatu, mereka tidak akan mencelakakanmu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.” (Hadits Riwayat At-Tirmidzi).
يقول الحافظ ابن رجب رحمه الله : “وحقيقة التوكل هو صدق اعتماد القلب على الله عز وجل في استجلاب المصالح، ودفع المضار، من أمور الدنيا والآخرة كلها، أي أن تكل الأمور كلها إليه سبحانه وتعالى ، وتحقق الإيمان بأنه لا يعطي ولا يمنع ولا ينفع سواه”.
Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah berkata: “Hakikat tawakkal adalah kejujuran hati dalam bersandar kepada Allah Azza wa Jalla untuk mendatangkan segala kemaslahatan dan menolak segala kemudaratan, baik dalam urusan dunia maupun akhirat. Yaitu engkau menyerahkan seluruh urusan kepada-Nya semata, dan meyakini sepenuhnya bahwa tidak ada yang memberi, menahan, atau memberi manfaat selain Dia.”
ولأجل هذا المعنى الدقيق ربط النبي –صلى الله عليه وسلم- بين ترك التطيّر ولزوم التوكّل على الله عزّ وجل في الحديث الصحيح المتفق عليه والذي يحكي عن السبعين ألفاً ممن يدخلون الجنة بغير حسابٍ ولا عذاب، وسوف نورد الحديث لاحقاً .
Karena makna yang sangat dalam inilah, Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– mengaitkan antara meninggalkan tathayyur (anggapan sial) dan kewajiban bertawakkal kepada Allah Azza wa Jalla dalam hadits shahih yang disepakati keshahihannya. Hadits tersebut menceritakan tentang tujuh puluh ribu orang yang akan masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab. Hadits ini akan kami sebutkan kemudian.
Bersambung ke bagian berikutnya in sya Allah
Sumber : IslamWeb
Leave a Reply